Follow Us @agnes_bemoe

Wednesday, 1 May 2019

BUNDA MARIA NILO

May 01, 2019 0 Comments



Pulau Flores di Propinsi Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu tujuan wisata rohani di Indonesia. Selain ritual Tuan Ma di Larantuka, Flores Timur, tempat ziarah Maria Bunda Segala Bangsa di kota Maumere, Kabupaten Sikka, merupakan salah satu yang patut dikunjungi.
Terletak sekitar 7 km dari Maumere, tepatnya di Bukit Keling-Nilo, Desa Wuliwutik, Kecamatan Nita, patung perunggu yang didirikan mulai tahun 2004 ini menjadi daya tarik tersendiri bagi para peziarah, baik dalam maupun luar negeri.

Pebruari tahun 2008 lalu saya bersama dengan ibu dan paman saya berkesempatan berziarah ke Nilo. Dari kota Maumere, ibu kota Kabupaten Sikka, kami berangkat ke arah Barat Daya dan melakukan perjalanan sekitar 45 menit dengan menggunakan kendaraan pribadi. Melewati jalan lengang dengan hutan bambu di kiri kanan jalan, akhirnya kami sampai di jalan masuk ke tempat ziarah di bukit Keling-Nilo. Sampai di sini perjalanan jadi menarik. Karena patung Bunda Maria Nilo didirikan tepat di atas bukit maka mulai dari beberapa kilometer dari bawah bukit kita sudah bisa melihat patung Bunda Maria Nilo yang berdiri anggun dari kejauhan. Pertama-tama patung Bunda Maria terlihat sangat kecil, lalu lama kelamaan semakin besar dan semakin besar. Yang uniknya lagi, seolah-olah kita memutari Bunda Maria, atau seolah-olah Bunda Marialah yang memutari kita! Wah, sungguh asik menikmati perubahan pemandangan seperti itu! Apalagi, suasana di sekeliling jalan masih suasana yang sangat alami, hanya ada padang rumput dan pepohonan. Sungguh hijau dan segar! Namun, menurut paman saya, saat itu bukit menghijau karena sedang musim hujan. Bila kita datang pada musim kemarau, maka suasananya akan lain; kering dan kecoklatan. Wah, untung saja saya datang ketika musim sedang indah.



Akhirnya, sampai juga kami di gerbang lokasi patung Bunda Maria Nilo. Di sana kami harus mendaftar dahulu. Karena saat saya datang adalah bulan Pebruari, maka tidak banyak pengunjung yang datang. Namun, ketika melihat buku daftar pengunjung, saya terkejut sendiri: pengunjung ternyata tidak hanya dari Flores, atau bahkan Indonesia saja. Banyak pengunjung dari Jerman, Amerika, dan juga Jepang! Biasanya mereka datang pada bulan-bulan Mei atau Oktober, bulan-bulan yang dikenal sebagai bulan devosi kepada Bunda Maria. Untuk hari itu, nampaknya hanya saya dan rombongan saya saja yang jadi pengunjung. Maka, areal ziarah Bunda Maria Nilo seolah-olah jadi milik pribadi kami.

Dari portal ini kami masih harus berjalan kaki lagi sekitar setengah kilo untuk sampai di lokasi tempat patung berada. Dan akhirnya, sampailah kami di patung Maria Bunda Segala Bangsa. Melihat sendiri patung Bunda Maria Segala Bangsa itu dari dekat sungguh sangat menakjubkan! Patung yang memiliki tinggi sekitar 18 meter untuk patungnya saja, dan 28 meter bersama dengan fondasinya itu tidak hanya sangat besar, namun juga sangat indah, dengan latar belakang langit yang biru dan bersih!
Patung yang merupakan bangunan tertinggi di Kabupaten Sikka itu berdiri di atas ketinggian 1.600 meter di atas permukaan laut, menghadap ke arah utara kota Maumere. Jadi, patung Maria Bunda Segala Bangsa itu mengarah ke laut Flores, dengan kota Maumere persis di bawahnya. Seolah-olah Bunda Maria sendiri yang menjaga dan melindungi kota pantai yang cantik di daratan Flores itu. Dari areal ziarah sendiri kita bisa melihat kota Maumere lengkap dengan pantainya yang biru dan bersih di bawah. Dan konon, dari kota Maumere pun patung Maria Bunda Segala Bangsa ini bisa kelihatan. Saya membayangkan, mungkin persis patung Kristus Raja di Sao Paolo atau di Dilli.



Patung Maria Bunda Segala Bangsa sendiri dibangun di atas pondasi beton berupa tiang empat kaki yang dicat kecoklatan dan dihiasi dengan bermacam-macam motif tenun ikat Sikka. Di atas kepala patung Bunda Maria terdapat bintang, sementara kedua tangannya terbuka. Kedua kakinya berdiri di atas bola dunia yang dilingkari ular sambil memakan buah apel.
Di bawahnya disediakan tempat yang cukup luas untuk berdoa, lengkap dengan lilin dan korek api. Tidak jauh dari situ dibangun juga replika taman Getsemani, lengkap dengan patung Yesus yang sedang berdoa.

Patung yang dibangun oleh Tarekat Pasionis (CP) dengan kerja sama umat ini diberkati dan dibuka secara resmi sebagai tempat ziarah oleh Almarhum Uskup Agung Ende Mgr. Abdon Longinus da Cunha pada 31 Mei 2005, akhir bulan Maria. Tidak lama setelah itu, tepatnya Desember 2005, Keuskupan Maumere kemudian dibentuk dari wilayah Keuskupan Agung Ende. Bagi umat katolik Maumere ini tentu merupakan berkat yang tidak terhingga. Sampai sekarang mereka percaya, campur tangan Bunda Maria lah yang memungkinkan hal itu terjadi.

Patung seberat 6 ton ini juga ternyata tidak luput dari masalah. Pada 21 Januari 2006, hujan lebat dan angin kencang yang selama satu minggu penuh mendera kota Maumere menumbangkan patung Maria itu dari pondasinya. Konon, tangan dan mahkota patung menyentuh tanah tetapi kedua kaki patung masih tegak di atas bola dunia. Patung itu segera diperbaiki dan dibangun kembali.

Setelah itu tercatat sebuah kejadian “aneh” lagi menimpa patung tersebut. Pada tanggal 31 Agustus 2007 pagi hari banyak warga setempat melaporkan bahwa patung Bunda Maria berputar selama beberapa menit. Otoritas Gereja Katolik saat itu yang diwakili oleh P. Frans Fao, Vikjen Keuskupan Maumere menanggapi fenomena ini sebagai momen untuk berefleksi dan tidak ingin larut dalam sensasi yang ditimbulkan. Setelah itu tidak terdengar lagi berita aneh-aneh tentang patung Bunda Maria Nilo.

Bagi saya sendiri, berziarah ke patung Maria, Bunda Segala Bangsa, sungguh memberikan perasaan lain. Perasaan aman, damai, dan tenang. Entahlah, mungkin karena melihat Bunda Maria yang begitu besar, namun anggun dan teduh. Beliau berdiri di atas sebuah bukit hijau. Bila kita menatap wajahnya, wajahnya seolah-olah bercahaya di bawah kilau sinar matahari. Langit biru dan awan putih seolah-olah dekat sekali dengan beliau, dan sesekali sekawanan burung terbang melintasi dan memencar di sekitar beliau. Wah, sungguh saya tidak mau menukar pengalaman ini dengan apa pun!



SEDIKIT TIPS
Bila anda bermaksud berziarah ke Nilo berikut hal-hal yang perlu anda perhatikan. Pertimbangkan untuk membawa makanan sendiri, karena di sekitar tempat ziarah tidak dijual makanan. Ada warung kecil di bawah, dekat gerbang masuk, namun makanan yang dijual di situ baru sebatas kue dan minuman.

Kota Maumere sendiri dapat dijangkau dari Denpasar atau Surabaya dengan pesawat (biasanya Merpati). Jangan lupa langsung memesan tiket pulang, karena biasanya sulit mendapatkan pesawat dari Maumere ke kota lain. Penginapan dan makanan mungkin terhitung lebih mahal daripada kota-kota wisata lain, oleh karenanya siapkan anggaran lebih untuk itu.

Perhatikan bahwa di Maumere tidak ada taxi resmi. Yang ada adalah mobil-mobil pribadi yang ditambangkan. Kita memang harus agak bertarik urat leher untuk menawar mobil semacam ini. Lebih baik lagi kalau anda sudah tahu nama penginapan yang jadi tujuan anda, karena kalau tidak, anda akan sangat kerepotan menghadapi para supir taxi ini. Dari Maumere ke Nilo sendiri sebenarnya ada angkutan umum, namun, bila barang bawaan anda tidak banyak, anda bisa naik ojek, dengan membayar Rp. 10.000,-.

Namun, percayalah, segala chaos di kota Maumere itu terhapus begitu sampai di Nilo! (db)

oleh: Agnes Bemoe



Diposting ulang dari sumber: BUNDA MARIA DARI NILO
Baca versi Bahasa Inggrisnya di sini.

Tuesday, 30 April 2019

JOURNEY TO THE SOUL [JTTS]: Terima Kasih, Ibuk (Perjalanan Ke Sendang Sriningsih Klaten)

April 30, 2019 0 Comments


Oktober 2018 lalu, persisnya tanggal 31, saya mengunjungi Gua Maria Sendang Sriningsih Klaten. Saya sedang ada urusan di Yogyakarta. Sebelumnya, dari Pekanbaru, memang sudah saya niatkan mau ke Sendang Sriningsih Klaten.
Saya punya hubungan yang sangat istimewa dengan Sendang Sriningsih. Dan koplaknya saya, beberapa kali ke Yogyakarta, kok ya tak terpikir untuk kembali ke gua Maria ini. Saya malah lebih sering ke Gua Maria Kerep Ambarawa.
Saya lalu memutuskan, saat itu saya harus memilih Gua Sriningsih. Saya punya “hutang” yang sangat besar pada Ibu Maria Sriningsih dan saya belum “membayarnya”.

SAYA DAN IBU MARIA SRININGSISH
Jadi, tigapuluh tahun sebelumnya, tahun 1988, tiba-tiba saja saya mendapati bahwa saya tidak bisa melanjutkan kuliah karena alasan biaya. Ibu saya sudah mengkonfirmasikannya. Kakak saya sudah akan mencarikan saya kerja, pengganti kuliah.
Pemandangan di Perjalanan Menuju Ke Sendang Sriningsih Klaten

Oke deh, mau bagaimana lagi. Saya sangat suka belajar. Saya suka kuliah. Namun, bagaimana lagi kalau memang biaya tidak ada. Saya pun diam-diam mulai mengepak-ngepak barang saya. Oh iya, saat itu saya tinggal di Asrama Syantikara Yogyakarta dan kuliah di IKIP Yogyakarta.
Dengan maksud untuk berpamitan, saya menemui suster pimpinan, Sr. Benedicte, CB. Saya tidak mau bercerita banyak sebenarnya, tapi, kan ditanya alasannya kenapa keluar, jadi saya ceritakanlah kondisi saya. Saya ingat, Suster Ben waktu itu hanya menyimak dan memberi kekuatan.
Ini kata-kata Sr. Ben yang saya ingat sampai sekarang:
Jangan minta angin diredakan, mintalah sayap yang kuat untuk mampu menghadapi badai.
Mungkin Sr. Ben mengutip dari seseorang tapi tetap, saat itu saya sangat terbantu untuk tidak down.
Sr. Ben membolehkan saya menghabiskan sisa semester itu di Syantikara. Dan, saya minta pada Suster untuk merahasiakan ini sampai saya benar-benar keluar. Okesip, Suster setuju. Itu kalau tak salah di bulan-bulan Januari atau Februari 1988.


Datanglah bulan Mei 1988.
Di kampus para mahasiswa katolik IKIP Yogyakarta mengadakan acara ziarah ke Sendang Sriningsih Klaten. Saya memutuskan untuk ikut. BUKAN, bukan untuk ‘ngalap berkah’. Suwer. Saya hanya terpikir, itu mungkin terakhir kali saya berkumpul dengan teman-teman katolik di kampus. Apa salahnya saya menikmatinya.
Saya lupa tanggal persisnya, pokoknya kami, para mahasiswa katolik IKIP Yogyakarta akhirnya pergi ke Sendang Sriningsih. Saya bersama Florentina dan Alexius, teman sejurusan Bhs. Jerman. Waktu itu kami naik truk. Iya, truk, dari Yogyakarta ke Klaten. Jalan masuk ke Gua Maria Sriningsih masih jalan tanah dan gelap banget. Belum ada listrik dan lampu jalanan.
Oke deh, pendek cerita, setelah mendaraskan Rosario dan mengikuti Jalan Salib, sampailah kami di Gua Maria Sendang Sriningsih. Gua itu saat itu hanya diterangi dengan obor. Oh ya, sewaktu mendaraskan Rosario, persis di peristiwa ke-empat, Rosario saya putus. Dalam kegelapan saya tentu sulit menemukan putusan Rosario itu. Dengan sedih saya bepikir, mungkin ini pertanda….
Nah, sampailah kami di depan Gua Maria.
Saya lihat, Florentina dan Alex langsung tekun berdoa. Ndilalah, saya kok malah kelu ya. Orang Jawa bilang: ketenggengen. Sepertinya tak bisa bicara apa-apa. Tak tahu harus berkata apa. Bahkan sekedar berdoa ‘nyuwun’ begitu pun kok ya tak terpikir oleh saya. Jadilah, saya pulang dari Sendang Sriningsih relatif tidak ngomong apa-apa, apalagi nyuwun. Murni rosarioan tok.



Balik ke Yogyakarta dan waktu pun berlalu. Tak terasa sudah bulan Juni. Artinya sebentar lagi nyawa saya di Yogykarta akan tercabut karena ujian semester sudah dekat.
Lalu, di suatu hari di bulan Juni yang cerah itu (hihihi…) Suster Ben berteriak-teriak memanggil nama saya: “Beeem! Bemoe!” (Iya, di asrama saya dipanggil ‘Bemoe’, padahal itu nama Bapak saya! Haduh, Susteeer!)
Suster tanya apakah saya mau kalau ditawari jadi guru. Saya sangka, ada tawaran untuk jadi guru les. Jadi, saya bilang, mau. Suster tanya lagi, kalau tugasnya di Sumatera, mau? Saya bingung. Jauh amat kasi les sampai ke Sumatera?
Ternyata, ada seorang pastor, namanya P. dr. Johanes Halim, Pr. Beliau ketua yayasan sebuah yayasan pendidikan katolik di Riau, namanya Yayasan Prayoga Perwakilan Riau. Beliau ke Yogyakarta memang mencari guru/calon guru untuk yayasannya. Jadi, tawarannya adalah sebuah ikatan dinas untuk saya; kuliah saya dibiayai lalu saya nantinya bekerja untuk yayasan itu. Suster Ben menanyakan, apakah saya mau kalau seperti itu.
Mau?
TENTU SAJA saya mau!
Nah, so the rest is history! Saya lulus, semuanya biaya kuliah dan biaya hidup ditanggung oleh P. Johanes Halim. Saya berkarya di Yayasan Prayoga Perwakilan Riau.


Sulit untuk mengatakan mukjizat itu tidak ada hubungannya dengan Ibu Maria Sriningsih.

Namun demikian, dasar saya ini bebal dan dungu. Baru TIGAPULUH TAHUN setelah peristiwa itu saya menyempatkan diri untuk menjenguk Ibu lagi di Sendang Sriningsih. Padahal ada beberapa kali saya ke Yogyakarta. Kok saya malah ke Kerep dan bukannya mendahulukan Sriningsih. Aduh, Ibu, maafkan saya. (Suwer, saya merasa sangat malu dalam hal ini).

Jadi, ketika ada urusan ke Yogyakarta (setelah dari UWRF di Bali) saya tekadkan ke Ibu Maria di Sendang Sriningsih.


BERTEMU IBU LAGI
Tidak hanya bertekad bertemu Ibu, saya tekadkan untuk hanya mau bilang TERIMA KASIH. Tidak nembung, tidak yang lain-lain.
Maka, saya pun menuju ke Klaten dengan menaiki taksi online.
Perjalanan saya ke Klaten saya ceritakan di sini: Orang Baik Di Mana-Mana


Oh ini toh Gua Maria Sriningsih!
Saya baru lihat area itu dalam keadaan terang saat itu. Waktu dulu saya pergi kan gelap gulita. Lokasinya tenang, hijau, sejuk, indah, ayem. Saya pun sujud di depan Ibu, dan… lagi-lagi tak bisa ngomong apa-apa. Cuman bisa nangis…. Matur nuwun, Ibu. Terima kasih. Pertolonganmu, perantaraan doamu, penyertaanmu, cinta kasihmu yang menyelamatkanku dari drop-out kuliah. Terima kasih telah menjadi Ibu bagiku di saat paling sulit dalam hidupku.


PER MARIAM AD JESUM
Saya tuliskan di blog ini dengan maksud untuk berbagi, siapa tahu ada yang sedang membutuhkan kekuatan doa. Kepada Allah kita berdoa. Namun, Puji Tuhan, dalam iman katolik, Allah menyediakan seorang ibu tempat kita bisa curhat dan mewek dengan jeleknya, seperti kalau kita curhat pada ibu kita sendiri. Dia adalah Ibu Maria. Ibu Maria mendengarkan semua keluh kesah anak-anaknya dan menghantarkannya pada Yesus.
Saya yakin, kisah saya ini bukan kisah pertama yang anda baca tentang penyertaan doa Ibu Maria. Maka, jangan pernah ragu untuk datang kepadaNya melalui ibuNya, Ibu Maria.
Selamat menjalani Bulan Maria di bulan Mei 2019 ini. Per Mariam ad Jesum.


***

Pebatuan, 1 Mei 2019
@agnes_bemoe

Tuesday, 2 April 2019

Ini Kata Mas Iksaka Banu tentang "Siapa Mencuri Lukisan Sultan?"

April 02, 2019 0 Comments
Foto millik Iksaka Banu


Sebuah sindikat pencuri barang antik berskala internasional. Sebuah lukisan kuno nan indah di Istana Siak. Seorang mantan satpam. Dua orang kulit putih. Seorang remaja putra berkaki polio, dan seekor anjing pitbull garang (sekaligus lucu) bernama Kopral Jono. Di tangan Agnes Bemoe, semua karakter unik ini dijalin menjadi sebuah kisah detektif remaja ala Lima Sekawan atau Nancy Drew yang mengasyikan.

Membaca buku ini, seolah melemparkan saya kembali ke masa kanak-kanak, saat buku cerita anak Indonesia sedang mengalami masa jaya, berada di tangan para penulis andal yang sangat memahami dunia (dan bahasa) anak-anak, seperti K. Usman, Djokolelono, atau Poppy Donggo Hutagalung. 

Demikian pula buku Agnes Bemoe ini. Di dalamnya, tidak akan kita jumpai kalimat muluk bernada menggurui. Tidak ada kalimat cerewet pamer hitam-putih dogma tentang kebaikan atau kejahatan. Dan yang jelas, tidak merendahkan kecerdasan anak dalam mengikuti 12 bab cerita yang sesungguhnya menuntut kejelian ingatan, bab demi bab ini. Keseluruhan kisah diceritakan lewat sudut pandang remaja, dan diselesaikan dengan cara cerdik khas remaja. “Siapa Mencuri Lukisan Sultan’ merupakan sekuel dari buku ‘Kopral Jono’(2016). 

Saya merekomendasikan buku ini bagi para orang tua yang memiliki putra-putri remaja, sebagai bahan bacaan mengisi liburan pasca ulangan tengah semester, atau akhir pekan mereka.

***

Iksaka Banu, cerpenis dan novelis. Karyanya antara lain: Semua untuk Hindia, Sang Raja, dan Ratu Sekop

Sunday, 31 March 2019

Most Inspiring Fellow Author [MIFA]: Yovita Siswati: Dari Tangerang untuk Anak Indonesia

March 31, 2019 2 Comments
Yovita Siswati



Tulisan seharusnya tayang di bulan Juni 2018 lalu, bersamaan dengan tulisan tentang “Most Inspiring Fellow Author” lainnya yang tayang di sekitar bulan itu. Namun, apa daya, pas mau tayang, laptop bermasalah, sampai berbulan-bulan, sampai akhirnya “wafat”. Lalu, setelah ada laptop baru, giliran website-nya yang “pingsan”. Hadiiih!

Jadi, sambil menghaturkan permintaan maaf yang sebesar-besarnya pada Yovita Siswati, saya coba naikkan tulisan ini sekarang :D Btw, ini adalah hasil wawancara saya dengan penulis anak, Yovita Siswati. Saya pribadi jatuh hati sejatuh-jatuhnya pada novel misteri karya Yovita Siswati. Kalau teman-teman belum baca, saya sarankan harus membacanya. Cerita-ceritanya tidak hanya seru, tapi juga bernas dan bikin ketagihan!
 
Seri Misteri karya Yovita Siswati, terbitan Penerbit Kiddo

Yovita Rini Siswati adalah penulis kelahiran Tangerang. Sudah menerbitkan sekitar 44 buku, penulis yang juga tinggal di Tangerang Selatan ini pernah masuk dalam Honor List IBBY di tahun 2016 lalu. Yuk, kita simak apa dan bagaiman penulis misteri yang satu ini!


Siapa penulis yang memberi pengaruh pada karya Mbak Yovita?
Hm... penulis yang menginspirasi banyak. Tetapi dalam kapasitas sebagai penulis novel misteri maka jawaban saya ya, seperti di bawah ini :

Seperti anak-anak lain dari jaman saya yang suka membaca, saya tumbuh besar bersama cerita-cerita karangan Enyd Blyton. Sedikit banyak karya-karya Enyd Blyton seperti Lima Sekawan, Pasukan Mau Tahu, Sapta Siaga, Empat Serangkai mempengaruhi selera saya dalam bercerita. Saat tumbuh dewasa, buku-buku Enyd Blyton berganti dengan buku-buku Agatha Christie.

Lalu saat saya sudah jadi emak-emak dan membaca bersama anak saya, Si Kakak, saya suka sekali serial karangan Tony Abbot, The Copernicus Legacy. Ploting dalam novel Abbot, menurut saya sangat menarik. Kalau dari dalam negeri, penulis yang saya jadikan referensi adalah Kak Ary Nilandari. Novelnya yang berjudul “Gua Seribu Mata” dan “Lorong Seratus Hari”, banyak menginspirasi saya saat awal-awal saya mulai menulis novel misteri.



Sebutkan 3 trik/tips Mbak Yovita meng-crafting cerita misteri.

Saya sih tidak merasa punya trik khusus… hehe….
Tapi inilah yang banyak saya lakukan selama proses menulis :
1.      Banyak membaca buku referensi. Untuk menulis satu buku saja, bisa jadi puluhan buku, journal, referensi, artikel yang harus dibaca. Apalagi karena tema yang saya angkat biasanya berhubungan dengan sejarah. Semakin banyak yang kita tahu, semakin banyak variasi ide cerita, plot atau karakter yang bisa kita pikirkan.

2.      Bereksperimen dengan plot. Mungkin tidak banyak yang tahu bahwa dalam menulis satu buku saya bisa membuat hingga lebih dari 7 plot dengan ending berbeda-beda. Bebaskan saja ide, tidak usah dibendung, nanti kalau sudah dapat banyak plot tinggal dipilih yang mana yang paling sesuai, paling masuk akal, yang tidak ada lubangnya dan yang paling seru.

3.      Sabar dan hati-hati. Kalau merasa ada yang kurang pas lebih baik dipikir-pikir dulu. Kalau ada karakter yang sepertinya doesn’t belong to the story, ya dibuang saja. Kalau ceritanya sepertinya jelek, ya ditinggal dulu saja naskahnya, senang-senang dulu baru nanti dikerjakan lagi. Menulis itu bukan proses instan. Hormati juga pendapat para editor, karena mereka punya ‘mata segar’ dalam menilai tulisanmu.


Ceritakan sedikit tentang dinamikanya menulis seri cerita misteri.
Naik turun mood itu yang paling sering terjadi, hahaha. Atau ada kalanya antara mood dan ide tidak pernah bertemu di waktu yang sama. Kalanya ada Mood, idenya ngabur. Saat Ide datang, moodnya lagi hilang. Paling kesal juga jika ada satu bagian latar belakang sejarah yang tidak bisa saya temukan referensinya di manapun,seperti  ada bagian dari jigsaw puzzle yang hilang dan makanya puzzlenya tidak bisa selesai.

Biasanya kalau ini terjadi saya terpaksa membuang dan mengganti beberapa bagian cerita, sedihnya kalau bagian cerita yang terbuang itu adalah yang menurut saya paling menarik. Saya jadi sering memarahi diri sendiri kenapa tidak berhasil mendapatkan bahan rujukan.

Bagaimana ritual menulis Mba Yovita?
Proses saya menulis selalu sistematis. Walaupun ide bisa tak jinak dan tiada terbatas. Pemikiran runut dan teratur, menurut saya, sangat diperlukan untuk membuat sebuah cerita misteri. Proses saya menulis novel sudah pernah saya share di blog saya :
Begini Caray Saya Meyusun Sebuah Novel.

Pada prinsipnya ada 4 langkah yang saya lakukan :
- Membuat karakter
- Menentukan seting (bisa dibolak-balik dengan no.1)
- Menyusun schedule dan
- Membuat plot
Mind mapping ploting bisa juga dicontek dari blog saya.

Popo dan Nino, bersebelahan di Bologna Book Fair 2017

Dari mana biasanya menggali ide?
Dari mana saja. Ide bisa datang saat berkunjung ke suatu tempat, saat membaca sebuah buku yang membahas tentang suatu budaya / sejarah / keunikan suatu tempat, saat tak sengaja melihat headline menarik berita surat kabar , atau saat berdiskusi dengan teman. Paling banyak memang ide datang saat saya sedang membaca buku.

Bagaimana prospek novel anak Indonesia di pasar Asia Tenggara?
Kalau dilihat dari kondisi saat ini, buku cerita anak karya penulis Indonesia yang lebih diminati oleh penerbit luar negeri adalah yang berjenis buku cerita bergambar (picture book). Namun ini bukan alasan untuk berkecil hati apalagi berhenti membuat novel anak karena kalau dilihat dari sisi penjualan Seri Misteri Favorit dari Penerbit Kiddo – KPG cukup baik dan bahkan dicetak ulang hampir seluruh judulnya.

Pernah satu frame dengan Yovita Siswati lho! Di acara Seminar Sastra Anak, 2018 lalu. 


Pertanyaan khayalan: siapa penulis buku cerita anak (hidup atau sudah meninggal) yang paling ingin Mbak Yovita temui.
Saya ingin bertemu Julia Donaldson, pengarang The Gruffalo. Memang bukan penulis novel, melainkan pic book. Tetapi the Gruffalo-lah yang membuat saya termotivasi untuk menjadi penulis buku anak saat saya mulai menulis 7 tahun yang lalu. 

Buku terbaru Yovita Siswati adalah “Seri Binatang Pejuang” terbitan Tiga Ananda. Melihat cover-covernya, kelihatannya seru nih. Saya mau cari di tokbuk ah…!



Oke deh, begitu tentang Yovita Siswati. Semoga teman-teman yang baca tulisan ini mendapat banyak manfaat, sama seperti yang saya rasakan. Saya sepertinya banyak dapat ilmu nih :D

Btw, kalau teman-teman baca tulisan ini sampai tuntas, maka teman-teman akan sampai pada bagian yang (mudah-mudahan) seru: saya mau bagi-bagi buku "KOPRAL JONO 2: SIAPA MENCURI LUKISAN SULTAN?" untuk 2 orang pembaca yang beruntung. Tuliskan di kolom komen buku hasil karya Yovita Siswati yang jadi favorit teman-teman. Bila yang menjawab lebih daripada 2, bukunya akan diundi ya. Yuuk, saya tunggu sampai tanggal 8 April 2019 ini.



Sampai berjumpa di tulisan tentang penulis yang lain ya!

Tulisan saya yang lain tentang Yovita Siswati:
1. Resensi atas buku "Misteri Gurindam Makam Kuno", bisa dibaca di sini.
2. Belajar Membangun Karakter Tokoh Lewat Novel Misteri Karya Yovita Siswati, bisa dibaca di sini.

***

Pebatuan, 1 Aprl 2019
@agnes_bemoe

Wednesday, 27 March 2019

Mas Saiful Basor - Illustrator Seri KOPRAL JONO

March 27, 2019 0 Comments

Teman-teman perhatikan cover KOPRAL JONO 1. Di situ kan ada seperti semburat putih yang seolah-olah menggambarkan angin kencang gitu ya.


Suwer, ini salah satu bagian favorit saya akan ilustrasi Mas Saiful Basor. Ilustrasi-ilustrasi yang lain juga bikin 'meleleh'; gambarnya hidup dan seolah bercerita. Ga percaya? Lihat sendiri di buku serial KOPRAL JONO
Tak hanya karyanya oke, Mas Saiful Basor juga pribadi yang menyenangkan. Sangat enak bekerja sama dengannya di serial KOPRAL JONO ini. Oh iya, saya paham bahwa karya seni (termasuk ilustrasi) tidak bisa digesa, tapi, yang saya alami adalah ilustrasi-ilustrasi ini dikerjakan dalam waktu yang cepat. Saya sampai kaget sendiri... hahaha...

Satu lagi yang menurut saya menyenangkan adalah Mas Saiful Basor mau meluangkan waktu untuk riset (tentang setting, dll). Ilustrasi Bandara Pinang Kampai Dumai di cover KOPRAL JONO 2 itu sepentuhnya hasil searching Mas Saiful lho.


Terima kasih, Mas Saiful, buat kerja samanya dan hasilnya yang menyenangkan
Teman-teman penulis yang sedang mencari ilustrator, saya rekomendasikan Mas Saiful deh!

Teman-teman yang lain, jangan lupa beli dan baca buku KOPRAL JONO dan SIAPA MENCURI LUKISAN SULTAN? ya

***

Pebatuan, 28 Maret 2019

@agnes_bemoe

Monday, 25 March 2019

BEHIND THE SCENE [BTS]: Di Balik Layar Penulisan KOPRAL JONO 2: Sempat Terseok-seok

March 25, 2019 0 Comments


Tahun 2016 KOPRAL JONO terbit. 
Suwer, biarpun sering bermimpi dan berkhayal, tidak pernah terpikir oleh saya novel anak bertema petualangan ini akan dibuat serinya. Pertengahan tahun 2018 saya dikabari oleh Gramedia Pustaka Utama tentang rencana membuat KOPRAL JONO ini menjadi serial. Wow! Tentu saja saya seneng banget! Yippie! Yiihaa!
KOPRAL JONO 1, terbit 2016

Setelah puas joget indiaan, barulah saya sadar, ini artinya saya harus mulai merancang sebuah cerita. Ceritanya mesti nyambung dengan KOPRAL JONO 1. Di sinilah baru terasa seseknya… hehehe…. Bukannya saya tidak suka menulis cerita tapi, sejak 2014-an, sejak sakit, saya merasa kesulitan menulis (akan saya buat tulisan tersendiri tentang ini ya). Pendeknya, saya waktu itu seperti mobil yang mogok tapi harus jalan. Jadinya bueraaat dan terseok-seok banget.
Lama baru saya dapat ide. Ide pun berganti-ganti karena rasanya kurang mantap. Lalu, begitu dapat satu ide yang dirasa mantap, eksekusinya macet. Biyuh! Hehehe…. Kalau Kopral Jono 1 selesai dalam waktu 10 hari (iya, sepuluh hari), maka Kopral Jono 2 bahkan tak jelas kapan dimulainya >,<  

MACET CET CET!
Karena selalu macet, saya lalu memutuskan untuk memberhentikan semua kegiatan menulis. Jujur, duduk di depan laptop pun saya cuma bisa bengong… hehehe…. Tak ada satu kata pun yang bisa saya ketikkan. Hasilnya, saya malah tambah frustrasi. Jadi, itulah, saya memutuskan untuk menghentikan sama sekali kegiatan menulis.
Gantinya, saya baca novel-novel detektif karya Yovita Siswati (Penerbit Kiddo). Saya sudah baca buku-buku itu ratusan kali. Namun, kali ini saya membaca khusus untuk memancing semangat menulis saya (dan, psstt… mencuri ilmu menulis novel detektif… hehehe…)
Membaca novel-novel Yovita terbukti ampuh.
Saya mulai orek-orek plot-nya. P.S. saya bukan tipe penulis yang merancang plot. Biasanya, cerita mengalir begitu saja dari kepala saya lalu saya ubah di sana-sini. Nah, karena sedang sangat macet dengan ide dan eksekusi, saya berusaha membantu diri saya sendiri dengan membuat plotting dan merancang karakternya.

JAUH PANGGANG PLOT DARI API EKSEKUSINYA
Untuk karakter dan ide cerita, saya terinspirasi dari seorang teman dan anaknya, yang ndilalah anaknya ini bernama “Surya”, nama yang sama dengan tokoh utama di KOPRAL JONO. Saya pikir, asyik juga nih, kalau “Surya” ketemu “Surya”. Saya pun menyusun plotnya, termasuk detil karakter protagonist-antagonis, dll. Mantep deh rasanya.
Namun, namanya juga sedang “labil”, sewaktu mengetikkan cerita, tangan saya tiba-tiba saja enggan patuh pada plot yang sudah saya susun. Tidak hanya enggan patuh, tangan ini malah mengetikkan cerita yang 180 derajat berkebalikan dari rencana! Yang tadinya dirancang jadi pahlawan malah jadi penjahat, dan sebaliknya. Ampun deh!
Mau diganti, kok sayang… hehehe…. Jadilah saya lanjutnya dengan ide cerita yang mendadak muncul selagi mengetik itu. Itulah yang kemudian menjadi KOPRAL JONO 2: Siapa Mencuri Lukisan Sultan?


Oh iya, Kopral Jono 2 ini bercerita tentang hilangnya lukisan Sultan Syarif Qasim II, Sultan terakhir kerajaan Siak Seri Indrapura. Lukisan itu ditengarai dicuri waktu ada peristiwa kebakaran di Istana Siak. Surya terseret dalam peristiwa pencarian lukisan yang hilang ini gara-gara seorang anak bule yang namanya sama dengannya, Surya juga. Surya bule ini mencari lukisan Sultan Syarif Qasim II demi membebaskan ibunya yang disandera oleh penjahat.
Begitu deh kira-kira ceritanya.

DITERIMA, DIILUSTRASIKAN, DAN TERBIT!
Jujur lagi, sampai ketika hendak mengirimkannya, saya sendiri masih ragu dengan cerita saya itu. Rasanya kok ga mantep, gitu. Tapi, kan tidak mungkin saya tunda-tunda lagi. Saya sudah minta dua orang teman untuk proof reading. Kata mereka sih, bagus kok, seru, biarpun mereka memberi usulan perbaikan di sana-sini.
Dengan hati kebat-kebit, saya kirim naskah ini. Suwer, inilah naskah terberat yang saya kerjakan dan kirim… hiks! Puji Tuhan, naskah ini diterima!
Langkah berikutnya, mencari illustrator. Saya “jatuh hati” pada Mas Saiful Basor yang karyanya menurut saya “bercerita” banget. Proses illustrasi oleh Mas Saiful Basor juga berjalan cepat. Wah, bikin seneng dan semangat deh!
Dan akhirnya, setelah diilustrasikan, Maret 2019 naskah ini t e r b i t! Yay!


Terima kasih Gramedia Pustaka Utama. Terima kasih atas kesabarannya… hehehe…. Terima kasih, Menik Krismariana Widyaningsih   dan Ibu Ch. Mulyani A. Kurniaty yang sudah bersedia menjadi proof reader. Terima kasih pembaca semua. Jangan lupa jemput Kopral Jono 2: Siapa Mencuri Lukisan Sultan? di Gramedia ya. Mulai tersedia akhir Maret ini. Dan, saya akan sangat berterima kasih kalau teman-teman pembaca bersedia memberikan kritiknya :) Oh iya, satu lagi, tolong doakan saya sukses menuliskan KOPRAL JONO 3 ya… hihihi….

***

Pebatuan, 25 Maret 2019
@agnes_bemoe

Monday, 18 March 2019

BTS [Behind The Scene]: KOPRAL JONO CETAK ULANG!

March 18, 2019 0 Comments
KOPRAL JONO versi cetak ulang. 

Buku bisa terbit saja sudah sueneng sih, kalau menurut saya. Makanya, waktu saya dihubungi oleh GPU untuk cetak ulang novel anak "KOPRAL JONO", saya seperti mau koprol bolak-balik rasanya :D

Ibarat tumbuh kembang seorang anak, KOPRAL JONO ini perkembangannya "timit-timit" tapi ngagetin. Kembali sebentar ke akhir tahun 2016, saya dikontak oleh Gramedia Pustaka Utama (GPU), menawarkan untuk membuat sebuah novel anak bertema petualangan. Secara khusus GPU menginginkan novel anak yang tidak terlalu panjang. Nah, ini kebetulan banget karena saya punya sebuah draft naskah novel anak yang tidak saya kirim ke penerbit karena merasa terlalu pendek. Saya diamkan saja naskah itu sambil menunggu inspirasi untuk menambahi materi. Jadi, ketika ada tawaran dari GPU, saya coba ajukan naskah itu. Syukurlah, diterima. Itulah naskah KOPRAL JONO itu.

Waktu itu GPU sudah mengatakan bahwa naskah itu akan diterbitkan dalam bentuk e-book. Saya sih ga masalah. Format apapun, kan tujuannya untuk dibaca juga. Biarpun begitu... hehehe... tentu saja saya berharap bisa juga diterbitkan secara konvensional.

Harapan saya terkabul. Sekitar tahun 2017 KOPRAL JONO diterbitkan secara konvensional biarpun penjualannya masih COD. Wah, seneng banget saya! Memegang dan membaca novel KOPRAL JONO itu terasa gimanaaa gitu :D

Lalu, sekitar 2018, saya mendapat kabar lagi dari GPU, kabar yang menyenangkan! KOPRAL JONO mau dibuatkan serinya dan untuk judul pertama mau dicetak ulang dengan kaver baru! Yeaaay! Serasa melayang di udara deh! Lebih excited lagi waktu lihat kaver dan ilustrasi baru KOPRAL JONO yang dibuat oleh Mas Saiful Basor. Wow! Keren deh. Suwer!

Terima kasih, Tuhan Yang Mahakasih. Terima kasih, teman-teman pembaca KOPRAL JONO. Terima kasih, GPU.

Yang belum baca KOPRAL JONO, nanti mulai tanggal 25 Maret 2019 novel ini sudah tayang di TB Gramedia ya. Jangan lupa beli... hehehe... :D

KORAL JONO cetakan pertama


KOPRAL JONO sendiri bercerita tentang pertemuan tak terduga antara seekor pitbull liar dengan seorang anak difabel. Pertemuan itu ternyata membawa mereka pada petualangan seru memburu komplotan penyelundup orangutan. Sinopsisnya ada di sini ya.


Untuk proses kreatifnya, sudah pernah saya ceritakan di sini dan juga di sini.

Oke deh, semoga KOPRAL JONO versi cetul ini semakin digemari oleh teman-teman pembaca kecil di mana saja berada. Kalau sudah baca, kirimin saya kritiknya ya. Do appreciate that. Terima kasih :)

***

Pebatuan, 18 Maret 2019
@agnes_bemoe

Baca juga: Apa Hubungannya Lagu dengan Novel?

Wednesday, 13 March 2019

WEBSITE SUDAH PULIH LAGI

March 13, 2019 0 Comments

Sejak Desember 2018 website saya ini collaps. Stress juga saya karena tidak tahu harus berbuat apa selain bergantung kepada yang membantu saya membuatkan website ini.

Syukurlah, sejak Februari 2019 kemarin website ini sudah pulih kembali. Mudah-mudahan selanjutnya tidak ada masalah. Saya sedang sangat membutuhkan website ini soalnya.

Yang pertama hendak saya beritahukan adalah tanggal 25 bulan Maret ini akan ada dua buku saya yang terbit. Dua-duanya adalah dari Seri Kopral Jono. Buku pertama adalah "Kopral Jono". Ini merupakan cetak ulang setelah terbit pertama kalinya tahun 2016 kemarin. Yay! Yang kedua adalah "Siapa Mencuri Lukisan Sultan?"

Kedua buku ini bisa didapat di TB Gramedia. Jangan lupa beli ya :) Terima kasih.



***

Pebatuan, 12 Maret 2019
@agnes_bemoe