Follow Us @agnes_bemoe

Saturday 22 June 2024

Menyikapi AI

June 22, 2024 0 Comments

 



"Gadis berkebaya Siti Julaika... 


Setiap bulan menabung bersama

Untuk sebuah rumah cinta

Ketika lahir anak pertama

Mereka sudah tidak bekerja

Pabrik gula kurangi tenaga kerja

Mesin-mesin telah tiba..." 


Yang nenek-nenek (atau kakek-kakek) mungkin familiar dengan lagu Franky & Jane ini. Lagu ini berkisah tentang buruh pabrik gula. Di akhir lagu dikisahkan mesin-mesin pengolah tebu didatangkan. Biarpun tak diceritakan di dalam lagu, pendengar mengerti bahwa Siti Julaika dan buruh yang lain kehilangan pekerjaan. 


Dan zaman semakin maju, semua sektor digatikan dengan mesin. Tenaga manusia diganti mesin. Semua pihak -termasuk yang dirugikan- pelan-pelan menerima kenyataan itu. 


Lalu, datanglah AI. Merunut sejarahnya AI bukan barang baru. Namun, sepertinya baru belakangan ini digunakan secara lebih umum. 


AI secara ringkas adalah mesin pintar yang bisa berpikir sendiri layaknya manusia. Salah satu karakter AI adalah dia mengambil kepintarannya dari DATA YANG SUDAH ADA. Dia memang bisa menyesuaikan data tersebut sesuai kebutuhan tapi dia akan 'bego' atau keliru kalau tidak ada data sama sekali atau datanya keliru. --> Mudah-mudahan saya tidak keliru meringkas profil AI ini. 


Saya langsung saja ke penggunaan AI untuk bidang kepenulisan. 


Dalam kepenulisan AI bermanfaat untuk membantu penulis dalam hal pembetulan tata bahasa, mencari kata yang tepat, mendapatkan persamaan kata yang lebih canggih, dll, yang sejatinya sudah banyak juga dilakukan oleh penulis (paling tidak, saya) dengan memanfaatkan Google dll. 


Sampai pada batas ini saya sangat setuju bahwa AI memang membantu. 


Ternyata, kemampuan AI 'membantu' penulis tidak hanya sampai di situ. AI bisa menuliskan ISI buku asalkan kita memberikan kata kunci yang tepat dan, itu tadi, data tentang isi yang kita harapkan tersedia di si AI ini. 


Di sinilah saya mulai tidak cocok dengan AI. 


Itu berarti AI bisa mencari ide, alur cerita, tokoh, setting, konflik, intinya dari hulu ke hilir dan menyusunnnya menjadi sebuah cerita. Si 'penulis' tinggal ' tambah-tambahi sendikit'. Syaratnya hanyalah point-point yang di atas itu SUDAH ADA sebelumnya. 


Kalau sudah ada sebelumnya, berarti seorang (atau sekian orang) penulis BENERAN sudah pernah menuliskannya (dan dia unggah di dunia maya). Karya atau potongan karya penulis beneran inilah yang diolah ulang oleh AI menjadi cerita baru. 


Oke, baik, sebelumnya, untuk ide, memang tidak ada ide yang baru di bawah matahari. Saya setuju. Selama ini ketrampilan seorang penulis diuji dari caranya mengeksekusi ide. Nah, sekarang eksekusinya pun diserahkan ke mesin. Si mesin MENGAMBIL dari yang sudah ada, yang dibuat oleh penulis manusia, yang kemudian dia olah lagi sesuai permintaan pemakai AI. 


Seperti saya katakan tadi, di titik inilah saya mulai mempertanyakan penggunaan AI.

Apakah ini tindakan yang benar? Menyerap karya (atau potongan karya) yang sudah ada lalu mengolahnya lagi?  Apakah fair bagi penulis beneran yang karyanya 'menginspirasi' si AI? 


AI tidak hanya mengganti tangan dengan mesin. Bukan semacam penggantian canting dengan mesin cap. Bukan sekadar mengganti tangan pak tani dan kerbau dengan traktor. Bukan penggantian secara teknis. AI menggantikan seluruh proses pikir (belum lagi olah bathinnya) yang unik milik manusia (penulis). AI menggantikan penulis (beneran). 


Siapa saja bisa jadi penulis. Penulis AI. 

Mungkin-mungkin, (amit-amit, jangan), penerbit bakalan tak butuh penulis (beneran). Sudah ada AI. 

Atau masyarakat tak butuh penerbit/tak butuh buku beneran. Kalau ingin dihibur dengan bacaan, bikin saja sendiri. 


Apakah saya takut tersaingi? Ya! 

Banyak yang berpendapat (termasuk saya dulu), kemampuan mesin pastilah tak secanggih otak manusia.

Dengan kemampuannya mencari, menggolah data dan 'berpikir secara kretif' untuk menyusun data  tidak butuh waktu lama bagi AI untuk bisa memproduksi tulisan yang keren dan luwes, terutama karena asupan data di dunia maya juga tidak tampak akan terhenti. 


Saya belum punya contoh dalam bidang kepenulisan tapi beberapa waktu yll di AS heboh penipuan via telefon. Si suara di telefon plek ketiplek suara orang yang kita kenal (keluarga, teman, dll). Ternyata itu suara produksi AI. AI dengan kecerdasannya punya potensi untuk memperbaiki dan menyempurnakan 'karyanya'. 


Kembali ke topik kita. 


Ada juga yang berpendapat situasi ini akan menguntungkan bagi penulis (beneran). Penulis beneran akan semakin kompetitif sehingga hanya penulis yang karyanya benar-benar disukai yang bertahan. Buku pun demikian. Buku akan menjadi barang yang adiluhung, yang akan menaikkan nilai ekonomisnya. 


Jujur, untuk konteks masyarakat Indonesia saya lebih suka buku menjadi barang yang merakyat. Terjangkau dan banyak dibaca. Bukan elitis. Buku, dalam hemat saya, masih jadi sarana pencerdasan, asupan gizi bagi pikiran, selain tentu saja hiburan. Kalau dibuat menjadi barang elit, wah....  


Saya yakin akan ada banyak orang yang membela AI ini. Saya memilih jalur yang lain. Bila sampai pada bantuan teknis di kepenulisan (koreksi tata bahasa, dll) saya mendukung. Namun bila lebih dari itu, berat bagi saya memberikan dukungan bagi AI. 


Bagi saya dalam kepenulisan AI ini:

1. Tidak benar secara moral karena secara tidak langsung mengambil karya orang lain (hm... belum kalau kita lihat sisi plagiasi yang super mengerikan sebelum ada AI)

2. Tidak etis karena menggantikan nyaris seluruh proses pikir manusia. 

3. Tidak adil bagi penulis yang karyanya terambil. Tidak adil bagi penulis yang memang serius mau menulis dengan baik. 


Rasanya kita perlu bicarakan dulu baik-baik tentang AI ini. 


Menolak AI sama sekali? Jelas tidak bisa. Inilah situasi terkini yang dihadapi. Hanya saja, saya berharap akan ada pengaturannya atau apapun bentuknya yang mengatur penggunaan AI ini. 


Jujur tulisan ini berangkat dari iklan di fb yang menawarkan penulisan buku dalam waktu satu hari dengan menggunakan AI. Ekses semacam inilah yang sebaiknya kita hindari. Memanfaatkan teknologi, sementara normanya belum jelas, dan malah secara terang-terangan mempromosikannya. Ayolah, mau jadi apa dunia perbukuan kita? Budaya baca belum tercapai, budaya menulis juga masih begitu-begitu saja. Malah kebiasaan nyontek dan mentalitas instan yang disuburkan.


Pebatuan, 4 Juni 2024

Agnes Bemoe 

Tuesday 30 January 2024

PELATIHAN MENULIS MAKALAH

January 30, 2024 0 Comments

 

Dengan Kepala Sekolah dan Tenaga Pendidik SMA Santo Taricisius Dumai

Biasanya saya memberikan pelatihan menulis cerita anak tapi di tahun 2023 kemarin selain beberapa kali membuka kelas menulis cerita anak, saya mendapatkan kesempatan memberikan pelatihan menulis … makalah!


Saya diundang oleh SMA Santo Tarcisius Dumai dan memberikan pelatihan menulis sebanyak dua kali; pertama untuk para siswa di bulan September kedua untuk para guru di bulan Desember. Sekarang ini sekolah dituntut untuk menggiatkan budaya berliterasi. Dalam rangka itulah SMA Santo Tarcisius Dumai mengadakan pelatihan menulis. Dipilih makalah sebagai bahan tulisan karena baik siswa maupun guru (sekarang disebut ‘tenaga pendidik’) pada suatu titik dituntut untuk menyusun makalah.


Baik kepada para siswa maupun guru saya memberikan gambaran posisi makalah di antara jenis-jenis tulisan ilmiah lainnya. Secara umum terdapat tiga golongan tulisan ilmiah; popular, semi-formal, dan formal. Makalah digolongkan ke dalam tulisan ilmiah semi-formal bersama jurnal dan laporan penelitian.


Selanjutnya saya memberikan rambu-rambu penyusunan makalah, mulai dari menyusun judul hingga merumuskan simpulan dan saran.


Memberikan dua kali pelatihan penyusunan makalah membuat saya sampai pada kesimpulan bahwa pada umumnya baik siswa maupun guru sudah tahu teori tentang penyusunan makalah. Beberapa guru bahkan telah membuat makalah dengan sangat baik! Para siswa pun tidak kurang tajam dalam mengupas permasalahan yang akan diangkat menjadi topik makalah. Saya yakin dengan membiasakan diri menulis, para siswa dan guru pasti akan semakin luwes dalam menyusun makalah. Biar bagaimanapun juga menulis adalah kebiasaan.


Di akhir kegiatan masing-masing menyusun semacam ‘proposal makalah’ yang terdiri dari judul, latar belakang masalah, serta hipotesis.  


Sangat salut dengan inisiatif dan upaya SMA Santo Tarcisius Dumai untuk giat literasinya. Mudah-mudahan kegiatan yang seperti ini bisa berlanjut; sekolah menjadi tempat pembibitan kegiatan membaca dan menulis dan kemudian menghasilkan lulusan (ataupun guru-guru) yang terampil berbahasa baik lisan maupun tulisan.


Terima kasih kepada Ibu Kepala Sekolah SMA Santo Tarcisius Dumai, Ibu Rehna Tarigan, S. Pd. atas kesempatan yang diberikan. Terima kasih juga untuk rekan guru terkasih, di antaranya Ibu Mahida Sitinjak, S.E., Ibu Rosdiana Siagian, S. Pd. Ibu Rita Dwi Wahyuni, S. Pd., Bapak Edipin Sihombing, S. Pd., dan semuanya. Tentu saja salam hangat saya untuk siswa-siswi SMA Santo Tarcisius Dumai yang keren! Sangat senang bertemu dengan siswa-siswi yang kritis dan penuh semangat. 


Btw, saya membuka kesempatan bagi teman-teman yang hendak mengundang saya untuk kegiatan pelatihan penulisan. Silakan kirim email ke abemoe@gmail.com.

 

***

Pebatuan, 31 Januari 2024

 

Sunday 21 January 2024

HATI-HATI BEKERJA SAMA DENGAN PENERBIT TERTENTU

January 21, 2024 0 Comments



Kelegaan besar tahun 2023 adalah saya bisa mengambil kembali hak atas naskah saya di suatu penerbit.


Sebenarnya miris ya, naskah kita tapi kita mesti bertempur dengan jeleknya untuk bisa mendapatkannya kembali. Saya katakan 'bertempur dengan jeleknya' karena memang saya, sebagai pemilik naskah, mesti berusaha mati-matian mengambil kembali naskah saya. Dikata-katain sampai didiamkan tak ditanggapi, itu yang saya alami. Dan itulah yang bikin miris. 


Bagaimana bisa penerbit bisa membuat keputusan yang berat sebelah dan memaksa penulis menyetujuinya. Bagaimana penerbit merasa berada di atas penulis. Apa yang diputuskan penerbit harus diikuti penulis tanpa bisa dinegosiasikan sedikitpun. Duh! Hubungan penerbit dan penulis itu kerja sama yang setara. Tak ada satu pihak yang berada di atas atau di bawah yang lainnya.


Penerbit ini mengatakan, kami hanya bermasalah dengan Ibu. Dengan penulis lain kami tidak ada masalah. Okay, saya bukan penulis lain. Kalau penulis lain merasa nyaman dengan ketidakadilan itu, silakan. Saya tidak. Masing-masing penulis punya pertimbangan tersendiri.

 

Akhirnya, Puji Tuhan, saya bisa mengambil kembali naskah saya. 


Saya teringat lagi akan kejadian ini karena beberapa waktu yll saya baca artikel tentang lagu "I Will Always Love You" karya Dolly Parton. Di tahun 70-an lagu itu akan di-cover oleh Elvis Presley, Sang Raja. Waktu itu Dolly Parton "belum apa-apa" berbanding Elvis Presley.


Miss Parton tentu saja senang. Bayangkan, The Elvis Presley akan menyanyikan lagunya. Bayangkan publikasi yang ia dapatkan dan tentu saja uang yang menyertai publikasi itu. Namun, di tengah prosesnya dia diberi tahu bahwa pihak Elvis meminta separuh hak publikasi.

Biarpun sangat berat, Miss Parton menolak. Menurutnya karyanya itu adalah 'anaknya', yang suatu saat akan berdampak pada anak cucunya kelak. "You have to take care of your work," kata Miss Parton.


Dolly Parton tidak salah. Bertahun-tahun setelahnya lagu itu melekat dengan nama Dolly Parton dan menjadi semakin terkenal.


Kira-kira seperti itulah yang terjadi pada naskah saya dengan penerbit. Saya menolak ketika ada indikasi naskah saya akan sulit saya dapatkan kembali. Kalau dibandingkan dengan kisah Dolly Parton di atas, Dolly Parton yang jelas-jelas akan mendapat keuntungan finansial yang tidak sedikit saja memilih mempertahankan lagunya. Nah, dalam kasus saya, apa yang ditawarkan oleh penerbit ini? Uang, jelas tidak. Nama? Berbanding penerbit itu, mungkin nama saya lebih dulu dikenal.

 

Dan saya BERSYUKUR saya berkeras untuk mempertahankan naskah tetap pada saya. Jelek atau bagus naskah saya itu, entah saya penulis kemarin sore atau terkenal, saya rasa pihak manapun tidak bisa mengambil keputusan sepihak dan memaksa saya menyetujuinya. "You have to take care of your work."


Pelajaran penting buat saya adalah kenali penerbit, terutama penerbit yang belum kita ketahui track record-nya. Baca baik-baik surat perjanjian penerbitan SEBELUM bekerja sama (kalau itu penerbit yang belum kita kenal).


Pelajaran berharga di tahun 2023 buat saya sebagai penulis. Bersyukur sudah berlalu dan semoga di tahun-tahun mendatang akan lebih baik untuk kerja dan karya saya.


Selamat menyambut tahun baru 2024


***


Pebatuan, 31 Januari 2023

Tuesday 9 January 2024

TANGGAPAN ATAS PETISI PENULIS BUKU ANAK

January 09, 2024 0 Comments


Syukurlah ada tanggapan baik dari Pusbuk tentang Sertifikasi Penulis (silakan baca di post Mbak Ruwi Meita di fb ya)


Ini tentu sebuah langkah maju.
Mudah-mudahan pihak Pusbuk benar-benar memahami keresahan penulis bacaan anak atas Sertifikasi Penulis ini. Mudah-mudahan Pusbuk dan semua pihak yang terkait memiliki integritas yang tinggi sehingga memegang teguh apa-apa yang sudah dikatakan.

Mudah-mudahan ini tidak hanya menjadi semacam 'kempeng' (pacifier) untuk mendiamkan sementara penolakan dari penulis buku anak.
Amin.

Sebenarnya, kalau memang tidak ada tujuan dan manfaat yang mendesak, kenapa tidak dicabut saja dulu ya. Ini juga terkait dengan tingkat reliabilitas yang masih belum jelas.
Kalau Sertifikasi Penulis masih dijalankan (biarpun tidak wajib, bukan penentu, dll), bukannya memberi peluang bagi sertifikasi ini untuk tetap punya kaki dalam perbukuan anak di Indonesia. Orang-orang yang secara ekonomi diuntungkan oleh program ini tetap dapat menikmati, atau paling tidak, tetap punya harapan untuk bisa mengambil keuntungan finansial dari para penulis.

Tetapi mudah-mudahan tidak seburuk itu ya. Mudah-mudahan karena ketidaktahuan saya saja 🙏

Yang jelas, akan tetap terus berkarya, semampunya 💪



***


Pebatuan, 9 Januari 2024


BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: ABDUL DAN HARIMAU

January 09, 2024 0 Comments

 



:: Buku ke-7 yang dibaca tahun 2024



Abdul dan Harimau
Penulis: Tyas Widjati
Illustrator: Dinni Tresnadewi NF
Penerbit: SIBI Kemdikbud
ebook


Ini cerita yang seru, kocak, ringan, tapi juga dalam maknanya. Tentang Abdul yang menundukkan harimau bukan dengan kekuatan fisik atau kepintaran akal semata tapi lebih dari itu dengan ketulusan dan kebaikan hati.


Mbak Tyas pintar sekali merangkai cerita. Cerita mengalir lancar, jeli, dan terampil dengan penyelesaian yang tidak gampangan.


Untuk ilustrasinya, tidak buruk tapi juga tidak wow sekali.


Secara keseluruhan saya tak segan merekomendasikannya. 4/5🌟


***


Pebatuan, 7 Januari 2024

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: BIJI SEMANGKA AJAIB

January 09, 2024 0 Comments

 



:: Buku ke-6 yang dibaca tahun 2024



Biji Semangka Ajaib
Penulis: Futri Fuji Wijayanti
Illustrator: Dewi Tri Kusumah Handayani
Penerbit: SIBI Kemdikbud
ebook


Yang bagus dari buku ini adalah ilustrasinya. Sangat memanjakan mata dan imajinasi. Artistik sekaligus membumi, bertaut cantik dengan cerita.


Ceritanya sendiri pada umumnya baik, tentang sifat murah hati versus kikir yang diwakilkan pada dua kakak beradik sebagai karakternya.


Hanya saja, ada pesan yang cukup membingungkan buat saya. Si kakak yang kikir digambarkan punya persiapan dan perencanaan matang dalam berbisnis sehingga ketika hal buruk terjadi si kakak lebih siap. Apakah hal ini dikelompokkan dalam sifat yang kurang baik?


Saya rasa meromantisir sifat murah hati juga kurang bijaksana bagi pembaca anak.


***


Pebatuan, 6 Januari 2024

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: BENDA-BENDA BERTA

January 09, 2024 0 Comments




:: Buku ke-5 yang dibaca tahun 2024



Benda-Benda Berta
Penulis: Astri Riyadi
Illustrator: Hanny Juwita
Penerbit: SIBI Kemdikbud
ebook



Saya sedang memcari-cari judul yang menarik di SIBI Kemdikbud ketika mata saya tertumbuk pada judul ini. Kok sepertinya menarik ya. Dan, saya tidak kecewa.



Ceritanya bagus. Super bagus malah. Tentang si kecil Berta dan nokennya yang ternyata berisi segala macam benda unik yang punya cerita tersendiri.



Penceritaannya ringan, riang, dan lancar. Mengangkat lokalitas (Papua) tanpa stereotyping. Bercerita tentang lokalitas dan mengawinkannya dengan situasi terkini. Dan yang paling saya suka, amanat cerita disusupkan dengan sangat cerdas tanpa menggurui. Twist di akhir cerita pun terasa sangat menghangatkan hati.



Ilustrasi juga luar biasa bagus. Artistik, hidup, dan bercerita.



Kalau saya guru SD saya akan download dan bagikan cerita ini untuk anak-anak karena ceritanya memang bagus.



Saya tak ragu-ragu memberikan 5/5 🌟🌟🌟🌟🌟


***


Pebatuan, 5 Januari 2024

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: MEMOTRET MALAM

January 09, 2024 0 Comments



:: Buku ke-4 yang dibaca tahun 2024


Memotret Malam
Penulis dan Ilustrator: Iwan Yuswandi
Penerbit: Mizan
ebook (baca di aplikasi BukuAku)


Gajah ingin menikmati malam tapi ternyata harus meladeni teman-temannya yang hebat tapi sombong.


Hal yang baik dari buku ini adalah ilustrasinya. Ilustrasinya super imut. Artistik tapi tetap inosen.


Pesan ceritanya yang membingungkan, seolah-olah teman-teman Gajah ada benarnya bersikap sombong.


Mungkin saya yang kurang paham tapi begitulah kesan yang saya dapatkan.


***


Pebatuan, 4 Januari 2024 

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: KLONTHONG KLINTHING

January 09, 2024 0 Comments

 



:: Buku ke-3 yang dibaca tahun 2024



Klonthong Klinthing
Penulis: Wahyu Kuncoro
Illustrator: Khoirul Anwar
Penerbit: Literaloka
ebook (dibaca dari BukuAku)


Kerbau dijauhi teman-temannya di peternakan karena lonceng di lehernya yang menimbulkan kebisingan. Ternyata lonceng itu ada manfaatnya, termasuk bermanfaat bagi teman-teman Kerbau juga.


Yang langsung tertangkap mata menarik perhatian dari buku ini adalah ilustrasinya. Dan memang di sepanjang cerita ilustrasinya imut banget! Bergaya inosen dan lucu. Ilustrasinya sangat tepat buat pembaca anak.


***


Pebatuan, 3 Januari 2024

Monday 8 January 2024

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: CHRISTMAS IN PNG

January 08, 2024 0 Comments

 




:: Buku ke-2 yang dibaca tahun 2024


Christmas in PNG

Penulis: Tandi Jackson

Illustrator: Michael John

Penerbit: Let's Read

Ebook

9 Halaman


Natal adalah peringatan sangat meriah di Papua Nugini karena 98% penduduknya beragama Kristen. Tapi meriahnya di sini bukan seperti tipikal meriah Natal negara-negara Barat. Cara bernatalan masyarakat Papua Nugini inilah yang diceritakan di picture book ini.


Orang-orang yang tinggal di pantai menghiasi kano mereka dengan bebungaan. Mereka pergi ke gereja menggunakan kano tersebut. Yang tinggal di perbukitan lain lagi.


Asyik juga mengetahui cara bernatalan di luar salju, Jack Frost, mistletoe, dll.

Yang jelas, semuanya sama-sama pergi ke gereja, berdoa dan bernyanyi bagi Bayi Yesus yang lahir di kandang.

 

***


Pebatuan, 2 Januari 2024

Sunday 7 January 2024

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: TWELVE MONTHS IN CAMBODIA

January 07, 2024 0 Comments

 



:: Buku ke-1 yang dibaca tahun 2024


Twelve Months in Cambodia
Penulis: All Children Reading
Illustrator: Sin Thuokna
ebook
Let's Read
14 Halaman

Picture book non-fiksi yang memaparkan tentang peristiwa penting dan hari libur dalam 12 bulan di Kamboja. Disampaikan dengan imut dan ringan.
Seru juga mengetahui jenis-jenis hari libur di Kamboja. Negara ini ternyata merayakan tahun baru di bulan April.

Picture book dengan ilustrasi yang super imut ini jadi bacaan yang asyik untuk membuka tahun.

Selamat Tahun Baru 2024!

Pebatuan, 1 Januari 2024

Wednesday 3 January 2024

TOLAK SERTIFIKASI PENULIS

January 03, 2024 0 Comments




Bahwa penulis mesti bermutu, menjaga mutu, dan tidak asal-asalan, saya setuju. Dan semua harus setuju. Tapi apakah penjagaan mutu itu harus lewat sertifikasi, itu yang harus dibicarakan.

Pertama, seperti yang disebutkan di pengantar petisi ini, alat ukur dalam sertifikasi penulis belum reliabel. Kalau belum reliabel, bagaimana saya, sebagai penulis, nyaman menjalaninya.


Kedua, sepenangkapan saya, sertifikasi adalah alat uji, alat untuk memindai kemampuan menulis lalu menempatkannya sebagai (katakanlah) "baik" untuk yang lolos, "belum baik" untuk yang tidak. Itu dengan asumsi alat ukurnya valid dan reliabel. Lalu, di mana di proses ini para "belum baik" ini diubah menjadi baik? Tidak ada. Kalau memang prihatin akan mutu penulis, saya lebih setuju dengan pendapat seseorang yang saya baca di postingan Mas Noor H. Dee (maaf sekali, saya lupa namanya, nanti saya cari lagi 🙏🙏): lebih baik membuat kelas-kelas menulis dengan topik yang luas dan variatif. Saya tambahkan: retret/workshop kepenulisan (seperti Room to Read) atau residensi yang entah kenapa dihilangkan. Itu langsung menyasar pada kebutuhan untuk menjadi penulis yang lebih baik.


Ketiga, lagi-lagi ini saya baca dari sebuah komentar dan saya setuju: ada beda antara kompetensi dan karya (fiksi). Saya setuju ini karena menurut saya kompetensi itu obyektif dan karenanya dapat diukur sedangkan karya itu subyektif. Baiklah, karya bisa dianalisa/diulas. Tapi bagaimana sesuatu yang subyektif bisa distandarkan?


Konon sertifikasi ini mendesak. Baiklah, secara pribadi saya setuju tidak sedikit penulis yang menulis dengan kurang baik. Tapi itu pengamatan pribadi. Saya tidak bisa memaksakannya ke orang lain. Sama juga dengan hal ini. Kalau mau dituangkan ke dalam suatu keputusan (bahkan sudah berbentuk perundangan) yang berdampak pada BANYAK ORANG apa tidak sebaiknya ada penelitian yang mendalam yang menunjukkan tingat kemampuan penulis Indonesia sehingga secara mendesak butuh penanganan, dan penanganannya harus berupa sertifikasi. Ini supaya kita semua yakin, ini yang dibutuhkan. Bahwa ini bukan sekedar opini satu dua orang.


Konon, sertifikasi tidak wajib, paling tidak untuk saat ini (tapi di lain tempat dikatakan "tuntutan undang-undang"). Tapi untuk ikut program peningkatan literasi dari pemerintah seorang penulis mesti punya sertifikat penulis. Ini bukannya bentuk mewajibkan secara halus ya? Seorang penulis jadi tak punya pilihan, mau tak mau ikut program sertifikasi kalau mau terlibat di program pemerintah.


Berikutnya lagi, masalah biaya. Konon berkisar 2 - 4 juta dan sertifikasi mesti diperbaharui per 3 tahun. Harga bisa relatif ya. Dua juta kalau saya dapat hasil yang memadai, akan terasa 'murah'. Berlaku sebaliknya.
Jadi, dengan dua juta ini saya dapat apa? Balik lagi ke atas: saya bayar hanya untuk tahu saya ini penulis baik atau belum baik. Per 3 tahun saya ulangi. Buat saya pribadi, untuk apa? Apa otomatis kalau pegang sertifikat saya lolos GLN atau diprioritaskan? Semoga tidak ya, tambah runyam nanti 🤣 Lalu, untuk apa?
Katanya untuk kerja sama dengan luar negeri. Saya ingin sekali mengetahui contoh kasusnya di dunia penulisan buku anak untuk memahami urgensi dan nilai sertifikasi.


Ngomong2, kalau saya diberi rezeki punya 2-4 juta per tiga tahun, mungkin saya akan ikut kelas menulis Mbak Leila S. Chudori yang biayanya juga sekitar angka itu. Buat saya pribadi itu akan membantu memperbaiki kemampuan menulis saya. Uang yang saya keluarkan setara dengan manfaatnya.


Terakhir, di antara sekian banyak permasalahan, kenapa mesti sertifikasi yang didulukan. Penulis sudah putus urat lehernya berteriak-teriak soal pembajakan. Tak ada tindakan apapun. Beberapa tahun yll malah pembajakan dimasukkan ke delik aduan. Artinya, kalau penulisnya tidak mengadu ke polisi, pembajakan atas buku itu dianggap tidak/belum melanggar hukum. Jadi, penulis (atau siapapun yang berkepetingan) yang mesti tunggak tunggik mengurus masalah hukum atas bukunya. Dengan kondisi hukum di negara ini tidak heran kebanyakan penulis memilih diam. Pencurinya alias pembajaknya boleh tenang-tenang sambil terus membajak buku. Bukannya ini yang perlu kita urus dulu?


Begitulah. Dengan segala hal yang masih belum jelas ini mudah-mudahan sertifikasi penulis ditangguhkan.


Teman-teman bisa membantu dengan ikut menandatangani petisi di link berikut ini: Dukung Penulis Buku Anak Berkarya TANPA Sertifikasi