Follow Us @agnes_bemoe

Sunday 27 December 2015

HELL BLESSED!

December 27, 2015 0 Comments
Tahun 2015 saya mulai dengan berat. Secara fisik,  masih belum pulih dari HNP. Karena kondisi itu, saya tidak bisa menulis (dan tidak/belum bisa ke gereja, ke pasar, dll). Secara psikis kondisi saya memburuk di triwulan pertama sampai saya perlu menemui psikiater dan psikolog lagi.

Perubahan terjadi dengan amat sangat perlahan dan nyaris tidak terasa. Sungguh luar biasa ya, kita mengalami perubahan yang begitu kecil sehingga tidak terasa, tetapi begitu signifikan hasil akhirnya.  
Pelan-pelan berat badan saya naik. Dari 35 kg setelah sakit, menjadi 36, 37, 39, lalu 40. Lalu masih naik lagi sampai sekarang berat badan saya di kisaran 47 – 48 kg! Saya butuh menambah berat badan karena terbukti badan saya yang kurus waktu itu (40 kg, tinggi 161 cm) tidak membantu ketika sakit.
Pelan-pelan saya bisa memperluas aktivitas fisik. Saya tahan duduk agak lama, bisa sampai 1 – 2 jam. Biasanya saya masih merasa sedikit kemeng menjurus ke cekot-cekot dan kesemutan kalau duduk. Lama-lama, rasa kemeng itu hilang.
Saya bisa kembali masak di dapur. Biasanya saya tidak tahan berdiri untuk mengiris atau menggoreng. Sekarang saya bisa melakukannya kembali. Yang belum bisa saya lakukan adalah menguleg. Pinggang saya kembali nyeri kalau saya pakai untuk menguleg.
Terakhir, saya kembali bisa jongkok! Hehehe… sepele ya? Buat saya ini hal besar. Sejak sakit, saya tidak bisa jongkok. Sekitar sebulan lalu, saya membetulkan komputer dan harus berjongkok. Ternyata saya bisa melakukannya dengan mulus, tanpa sakit. Saya seperti penari ballet yang bisa melakukan pointe untuk pertama kalinya. Yeay!
Hal-hal di atas adalah hal-hal kecil yang saya dapatkan lagi secara perlahan di tahun 2015. Ada beberapa hal yang belum bisa saya lakukan, seperti membawa sesuatu yang berat, memakai sepatu berhak, atau mengucek/menguleg. Tapi, tidak mengapa. Saya yakin suatu saat saya bisa melakukannya lagi.

Secara psikis, saya juga merasakan perubahan. Lagi-lagi bukan perubahan a la sulapan yang terjadi dalam sekejap. Saya merasakan perbedaan. Contohnya, dulu, kalau ditinggal sendirian di rumah, saya sering cemas. Cemas kalau-kalau ada kecelakaan atau bahaya, atau apa saja yang tidak mengenakkan. Yang saya lakukan adalah terus-terusan berbisik: “pintu ada di sana. Kalau terjadi apa-apa, pintu ada di sana…” Saya butuh waktu amat sangat lama untuk merasa tenang dan yakin bahwa tidak akan terjadi bahaya apa-apa.
Hal lainnya, setiap pagi tetangga selalu menghidupkan mesin cuci sekitar pukul 9. Entah mengapa, dengung mesin cuci itu kedengaran sangat tidak nyaman di telinga saya. Saya merasa harus lari dari dengung itu.
Nah, saya juga tidak sadar kapan berhentinya gangguan-gangguan itu. Tahu-tahu saya saya tidak lagi merasa takut atau terganggu. Suatu saat saya menyadari bahwa saya sedang sendirian di rumah. Dan eh, tidak ada lagi tuh dorongan untuk lari. Begitu juga dengan dengung mesin cuci tetangga. Saya tetap mendengar suara dengung halus mesin itu, tapi kali ini saya biasa-biasa saja. Puji Tuhan!

Tahun ini saya juga pelan-pelan menulis lagi. Menulis naskah, bukan “hanya” menulis status di facebook atau tulisan di blog. Ada teman menawari menulis naskah cerita anak. Saya jelaskan kondisi saya, bahwa saya tidak bisa menulis panjang, tidak bisa menulis dengan target halaman serta deadline. Sangat tidak ideal untuk penulis. Puji Tuhan, teman tersebut tidak memberikan target, tidak memberikan deadline, dll. Oke deh, saya setuju kalau begitu. Maka, saya mulai menulis lagi, dengan kemampuan menulis setengah jam sehari (dan belum tentu setiap hari bisa menulis :D)

Ketika hendak menutup tahun 2015 ini kondisi kesehatan saya membaik, baik kesehatan fisik maupun psikis. Kemampuan menulis pun meningkat, selain kemampuan-kemampuan fisik lain seperti yang saya sebutkan di awal tulisan. Belum lagi saya mendapati kenyataan bahwa saya didampingi oleh orang-orang yang luar biasa sabar, pengertian, dan selalu berpikir positif. Pendampingan mereka membuat saya bertahan dan bangkit kembali.
Oleh karenanya, tidak ada kata lain yang bisa saya ucapkan selain TERIMA KASIH, TUHAN. Ada saatnya Engkau memberi awan hitam penuh hujan dan badai. Namun, setelahnya ada langit biru yang segar dan cerah.

Apakah tidak ada kekecewaan dan kesedihan di tahun 2015 ini? Tentu saja ada. Memangnya saya malaikat yang problem-free. Hanya saja, saya belum bisa menuliskannya tanpa menimbulkan rasa luka (dan mengacaukan kondisi emosi saya). Mudah-mudahan kalau sudah bisa merelakannya, akan saya tuliskan.


Sekarang ini saya bersyukur untuk semua yang terjadi pada saya. Bersyukur untuk orang-orang baik di sekeliling saya. Tahun ini saya tutup dengan gembira dan dengan pemikiran “how blessed I am”. And yes it is true, I am hell blessed! 

***

Pembatuan, 28 Desember 2015
@agnes_bemoe







Tuesday 15 December 2015

BEHIND THE SCENE [BTS]: KISAH SANTO SANTA DAN BINATANG

December 15, 2015 0 Comments

Kisah Santo Santa dan Binatang, terbitan Kanisius, November 2015

TERTARIK PADA RIWAYAT HIDUP SANTO SANTA
Waktu kecil ibu saya sering bercerita tentang para kudus. Diantaranya yang saya paling ingat adalah kisah tentang Santo Christophorus yang memanggul Yesus di pundaknya. Cerita itu terasa epik benar di ingatan saya.

Lalu, waktu SD, Suster yang mengajar agama sering bercerita tentang para kudus: Santa Agnes, Santo Agustinus, dan Santo Nikolaus (Santa Klaus). Saya jadi semakin tertarik dengan kisah-kisah para kudus ini. Saya menemukan serial berjudul “Sahabat-Sahabat Yesus” di perpustakaan SD saya (kalau tidak salah buku ini terbitan Kanisius). Saya langsung jatuh cinta dengan buku yang isinya riwayat hidup para kudus ini.

BUKU PERTAMA
Ketika mendapat kesempatan menulis di penerbit mayor untuk pertama kalinya, naskah yang saya kirim adalah tentang santo-santa. Puji Tuhan, naskah ini terbit dengan judul “Kumpulan Kisah Santo Santa”. (Silakan baca info tentang "Kumpulan Kisah Santo Santa" di sini.)

Saya lalu keranjingan menulis tentang para kudus. Menurut saya, kisah tentang para kudus adalah sumber cerita (dan tentunya sumber iman) yang tidak ada habisnya, dilihat dari jumlah para kudus dan angle yang bisa diceritakan.

Salah satu angle yang saya temukan adalah relasi para kudus dengan binatang. Semakin saya baca semakin saya tersentuh dengan kisah-kisah indah para kudus dengan binatang ini.

Santo Antonius dari Padua memberkati para ikan yang tekun mendengarkan kotbahnya.
Peristiwa ini membuat warga Rimini bertobat dan memeluk agama Kristen. 

Mengumpulkan dan menulis naskah para kudus dan binatang ini tidaklah terlalu sulit buat saya. Kedengarannya saya mengulang-ulang menuliskan ini: saya menulis dengan asyik. Tapi, memang itulah yang saya rasakan. Senang sekali menulis kembali kisah-kisah indah, unik, dan menyentuh tentang hubungan para kudus dan binatang. Ambil contoh tentang kisah Santo Rocco yang secara ajaib ditolong oleh seekor anjing. Atau, Santo Antonius yang membuat seekor keledai menyembah Hosti. Sungguh menyentuh!

Menerbitkannya yang butuh perjuangan, doa, dan air mata… aih, lebay! Hehehe….

DITOLAK, TERKENDALA ILUSTRATOR, SAKIT, NYARIS TIDAK TERBIT…
Ya, naskah ini sempat ditolak oleh sebuah penerbit mayor umum dengan alasan pangsa pasarnya kecil. Oke deh. Saya tinggalkan naskah ini dengan patah hati. Sampai suatu saat saya terpikir untuk menawarkan ke penerbit buku rohani. Saya mengincar Kanisius, penerbit buku rohani yang bacaannya jadi favorit saya sejak kecil. Namun, saya dengar, menerbitkan buku rohani di Kanisius itu super duper triple sulit. Naskah harus melewati seleksi ketat terkait isi dan kebenarannya sesuai dengan ajaran Gereja Katolik.

Dengan berpikiran “tidak ada salahnya mencoba” saya pun mengirimkan naskah ini.  Puji Tuhan, Kanisius menerima naskah ini.

Beres? Belum… hehehe…. Selain beberapa revisi, ada kendala mengenai illustrator. Karena illustrator sepenuhnya dari Kanisius, saya tidak bisa membantu banyak. Saya menunggu saja (tentu saja sambil menulis naskah lain).

Lalu, akhir 2013 saya sakit. Saya nyaris “melupakan” semua naskah yang saya kirim, termasuk naskah santo-santa ini. Awal 2015, saya diingatkan dengan naskah ini karena ada sebuah penerbit yang minta naskah anak kristiani. Pikir saya, kalau Kanisius tidak jadi menerbitkannya, akan saya alihkan ke penerbit yang meminta naskah ini. Syukurlah, biarpun ada kendala, Kanisius tetap bersedia menerbitkannya.

Namun demikian di Agustus 2015 saya menyerah. Saya mengambil keputusan menarik naskah ini. Tampaknya naskah ini memang tidak berjodoh dengan Kanisius. Betapa terkejutnya saya ketika mendapat balasan bahwa naskah ini akan terbit Oktober 2015. Contoh cerita pertamanya bahkan sudah diterjemahkan ke Bahasa Inggris dan akan diikutkan ke Frankfurt Book Fair 2015.
"The Story of Animals and Saints" di Frankfurt Book Fair 2015

TERBIT!           
Memang molor satu bulan ke November 2015, tapi akhirnya buku ini terbit juga! Betapa bersyukurnya saya. Terima kasih Penerbit Kanisius, khusunya ibu Erny Setiawati dan ibu Victima Paska. Terima kasih pada Rm. Adam Soen, Pr yang sempat saya tanyai tentang kebenaran isi naskah.

Terima kasih pada para santo santa yang telah memberikan inspirasi melalui kisah hidup mereka. Dan tentu saja, terima kasih tak terhingga buat Tuhan Yesus dan Bunda Maria.

Mudah-mudahan buku ini disukai oleh siapa saja yang membacanya. Amin.


***

Pembatuan, 15 Desember 2015

@agnes_bemoe

Info detil tentang buku ini baca di sini.

Saturday 12 December 2015

Hampir Natal

December 12, 2015 0 Comments
Hampir Natal.
Rumah-rumah sudah mulai meriah dengan pohon Natal dan harum kue kering. Lagu-lagu Natal mulai menyelip dimana-mana.

Natal sepertinya tak kenal duka, seperti seharusnya.

Seharusnya. (Pahit juga mendengar kata itu.)
Semua orang bergembira, seharusnya, termasuk aku. Sayang sekali, sulit bagiku menemukan alasan buat gembira. Sebaliknya, tak bisa kutahan sesak yang menggigit dadaku, dan yang lagi-lagi membuat mataku basah.

Di awal tahun ini kita sempat bertemu. Persis di hari ulang tahunmu. Rasanya seperti mimpi, bisa melihat langsung wajahmu. Merasakan sendiri dirimu, yang lembut tapi juga periang dan lucu....

Betapa tak terduganya waktu mengukir nasib.

Kini, ketika tahun ini hampir berlalu, ketika kita semua seharusnya bergembira menjelang Natal, aku malah kehilanganmu....

Andai aku punya kata-kata untuk melukiskan betapa limbungnya duniaku. Betapa tak ingin aku melihat matahari esok hari. Betapa berat rasanya udara yang kuhela.

Andai aku punya kata-kata, untuk menahan pergimu sejenak saja....

Sampai-sampai terpikir olehku, andai aku masih layak memohon pada Santa Klaus, aku akan minta dirimu.

Tapi, ah, sudahlah...
Berharap dan berkhayal hanya menambah luka.

Hampir Natal.
Dimanapun kamu berada, kuharap kamu selalu dipenuhi kebahagiaan. Kegembiraan dan kebahagiaan.

Selamat (menjelang) Natal.

***

Pembatuan, 13 Desember 2015
@agnesbemoe



Thursday 26 November 2015

Love You, Still....

November 26, 2015 0 Comments
Heran ya, akhir-akhir ini kita sering sekali bertengkar.

Aku tak tahu bagaimana dengan dirimu. Namun, dari diriku, aku merasa ada yang berubah denganmu. Buatku, kamu jadi orang yang makin tak kukenal. Hari ke hari aku mencoba mencari seraut wajah lembut yang penuh senyum, kata-kata sejuk dan manis, pelukan hangat, atau malah cengiran "menyebalkan" bersama candamu.

Entah bagaimana, aku kehilangan semua itu.

Tenggelam di antara lelah dan permasalahan hidup yang kita hadapi setiap hari. Terhisap oleh kenyataan keras dan beratnya kehidupan.

Aku tak meminta banyak. Aku hanya berkhayal waktu bisa kembali membawa kita ke saat-saat itu, saat kita saling bicara, saling dukung, dan dengannya saling mempersembahkan cinta.

Sebaliknya, aku merasa sesak dengan kenyataan ini: kita malah saling memanfaatkan satu sama lain sambil mengambil keuntungan untuk diri sendiri. Kita saling menggerogoti, menghabisi satu sama lain, dan akhirnya terjerembab kekelahan oleh besarnya beban cinta diri pada ego kita sendiri.

Dan, di sinilah kita, dengan percik salah paham dan kemarahan yang tak berkesudahan. Melelahkan. Sangat melelahkan.

Malam ini aku sendirian, memikirkan kembali semuanya. Mengumpulkan keping demi keping kenangan bersamamu. Mereka-reka, dengan keping yang manakah cinta ini akan kukayuh.

Kamu sendiri entah di mana. Aku tak berani menduga. Aku pun tak berani menunggu. Aku yakin kamu tahu yang terbaik buatmu.

Namun, apapun yang akan terjadi dengan kita, satu hal yang aku yakini: aku tidak pernah menyesali keputusanku mencintaimu. Aku akan selalu menyayangimu. Aku menyayangi kelembutanmu, keceriaanmu, kesabaranmu, kecerdasanmu. Sama seperti aku menyayangi keusilanmu, ketengilanmu, juga keras kepalamu. Semuanya, yang sebentar lagi hanya akan jadi kenangan buatku.

Bila cinta ini tak berhasil buat kita, aku ingin kamu mengingat saat-saat ini dengan bingkai yang lebih indah.

Sebelum semuanya ini berakhir, aku ingin sekali lagi mengatakan: aku mencintaimu.
I do love you.... Still....

***

Pembatuan, 27 November 2015
@agnes_bemoe


Saturday 31 October 2015

Hujan Bulan Juni. Sapardi Djoko Damono

October 31, 2015 0 Comments
Menyusuri lorong toko buku itu dengan pinggang menggigit -iya, aku terlalu pede menggotong sendiri beberapa potong buku yang barusan kupilih- kutemukan buku itu. Hujan Bulan Juni. Sapardi Djoko Damono.

Kuraih kumpulan puisi bergambar butiran hujan itu. Lalu, semuanya berkelebatan menyerbu kepalaku.

Waktu itu, hari serasa jadi sahabat terbaik kita. Aku menikmati menit demi menitnya, berada di sisimu, dekat denganmu.

Kulingkarkan tanganku di lenganmu, berharap selalu sedekat itu denganmu. Berharap engkau tak akan pernah jauh dariku.

Menyusuri lorong toko buku, mencari buku kesukaanmu.  Hujan Bulan Juni. Sapardi Djoko Damono. Lantas kau memilih dengan sangat hati-hati, satu dari sekian buku itu. Mengamati, menelisik, membolak-balik, lalu kembali mengamati. Engkau ingin buku itu dalam kondisi sempurna.

Herannya, aku yang biasanya tak sabaran, kali itu malah geli dalam hati melihat tingkahmu (iya, aku takut tertawa beneran. Takut kau tersinggung). Jujur, aku malah "menikmati" kecerewetanmu memilih buku.

Akhirnya, kau temukan juga salah satu copy yang menurutmu paling sempurna. Satu copy yang mirip dengan yang sedang kupegang sekarang. Hujan Bulan Juni. Sapardi Djoko Damono.

Lalu aku tersadar. Aku tidak sedang bersamamu. Kita berjauhan. Hati kita berjauhan. Sangat jauh. Pertengkaran yang buruk memisahkan kita.

Dan, seperti buku Hujan Bulan Juni, aku adalah copy yang penyok di sana-sini, penuh bercak dan bintik di tiap lembarku, kusam di kaverku. Tidak heran, kau tidak kembali dan memasukkanku di keranjang belanjamu. Kali ini aku tidak bisa menahan geli. Aku menggigit tangisku.

Tanpa sadar, kuraih telepon genggamku dan memeriksanya. Berharap ada pesan darimu. Ponselku bisu. Menatapku kelu.

Tiba-tiba lewat sepasang kekasih di belakangku. Mereka saling berbisik, kemudian tertawa. Si gadis melingkarkan tangannya ke lengan kekasihnya. Mereka kembali tertawa.

Sesuatu menusuk ulu hatiku. Sepertinya mereka menertawakan kami: aku dan lamunanku.

Kuletakkan kembali buku itu. Hujan Bulan Juni. Sapardi Djoko Damono. Kutinggalkan toko buku itu.

Di luar ternyata hujan. Hujan hari terakhir bulan Oktober.

Engkau tak akan ada lagi di hari-hari di depanku. Di hujan ataupun cerahku. Beberapa kali pesan singkatku tak kau balas. Teleponku pun tak berjawab. Aku ingin minta maaf. Aku menghancurkan semuanya. Aku berniat memperbaikinya. Namun, tampaknya kesempatanku sudah habis. Maka, aku harus belajar menyusur hari tanpa dirimu.

Kudekap erat "Hujan Bulan Juni", novel Sapardi Djoko Damono yang sudah lama kujanjikan untukmu, dan baru sempat kubeli tadi.

Kurasakan hujan memburamkan mataku. Menyesakkan dadaku.

Kugigit bibirku. Menembus hujan di depanku.

***

Pembatuan, 31 Oktober 2015
@agnes_bemoe


Thursday 15 October 2015

BEHIND THE SCENE [BTS]: KUMCER FABEL KASIH SAYANG

October 15, 2015 4 Comments


Setahun lalu, sekitar bulan Juni, saya ditawari menulis naskah oleh Mas Didit Kurniawan dari Tiga Serangkai. Tawaran yang menyenangkan tentu saja! Apalagi pilihan idenya menarik banget. Saya langsung tertarik dengan ide tentang kasih sayang induk hewan pada anaknya. Entah kenapa, langsung terbayang beberapa cerita ketika melihat tawaran ide itu.

Oke deh, deal dengan ide itu, saya lantas searching tentang perilaku induk hewan di alam nyata. Ngeri-ngeri sedap sebenarnya, karena saya suka sekali membaca tentang kehidupan binatang atau alam pada umumnya tapi juga sambil takut melihat bentuknya (misalnya, buaya) atau membaca fakta alam yang kadang-kadang lumayan “buas”.   

Namun, seperti saya bilang di awal, ide ini begitu menarik sehingga seolah-olah memancing banyak cerita di kepala saya. Tidak heran, ketika saya merasa sudah cukup mendapatkan fakta alamnya, saya menuliskan ceritanya dengan cukup lancar. Saya akhirnya mendapat delapan cerita tentang perilaku induk hewan untuk melindungi anaknya.

Dan, syukurlah, kedelapan cerita itu diterima oleh Mas Didit. Mas Didit malah minta dibuatkan sekitar tujuh cerita lagi. Okelah! Sapa takut?! Pikir saya.

Malang tak dapat ditolak untung tak dapat diraih. Ketika mau mengerjakan tambahan cerita, saya jatuh sakit. Saya bolak-balik masuk keluar rumah sakit sampai kurang lebih tiga kali. Keluar dari rumah sakit, saya harus bed-rest total. Tidak bed-rest pun saya waktu itu sangat kesakitan. Menggerakkan tangan untuk mengambil minum di samping saya pun saya tidak mampu. Apalagi kalau harus duduk untuk mengetik atau searching data. (Baca cerita tidak lengkapnya di sini ya.)

Mas Didit memang memberi waktu pada saya, menunggu sampai saya pulih kembali. Namun, saya sendiri yang akhirnya “menyerah”. Melihat kondisi saya, rasanya tidak yakin bisa pulih dengan cepat sementara naskah tidak bisa terkatung-katung begitu lama.

Saya minta mundur dari pengerjaan naskah itu atau kalau memungkinkan menggandeng penulis lain untuk menyelesaikannya. Mas Didit menyetujui untuk minta bantuan penulis lain. Saat itu saya langsung teringat pada Yovita Siswati. Ini penulis favorit saya. Tulisan-tulisannya segar, tulus, dan cerdas. Mengingat jam terbang Yovita yang sangat tinggi, saya sempat kawatir dia tidak bisa membantu menyelesaikan naskah ini.  

Syukurlah, Yovita setuju. Puji Tuhan!

Cerita-cerita yang dibuat Yovita pun beyond my expectation! Sederhana, manis, menyentuh, tapi juga ringan dan lucu.

Selanjutnya, saya akui, saya memang tidak mengikuti perkembangan naskah ini. Seperti saya bilang sebelumnya, proses pemulihan saya ternyata berjalan lambat. Sampai awal November saya baru bisa bergerak pelan-pelan (berjalan atau berdiri sekitar 5 – 10 menit). Itu membuat saya tidak bisa melakukan kegiatan tulis menulis seperti biasa. Hari-hari saya lebih banyak diisi dengan pengobatan dan terapi, baik fisik maupun mental.

Saya pun “lupa” akan naskah ini.

Sampai beberapa hari yang lalu Yovita memention saya di sebuah postingan. Ternyata itu postingan bukti terbit Kumcer Fabel Kasih Sayang! Woaa! Rasanya ingin loncat sampai tembus ke langit! Senang! Super excited!

Teringat lagi bahwa saya hampir mundur dari naskah ini, membuat saya terharu. Luar biasa rasanya melihat hasil akhir dari terbitnya naskah ini. Kaver unyu buatan InnerChild Std. membuat saya tambah berbunga-bunga.

Ilustrasi oleh InnerChild Std.


Terima kasih sekali buat Mas Didit Kurniawan dan Tiga Ananda atas kepercayaannya pada saya. Jutaan terima kasih buat Yovita Siswati  atas kesediaannya membantu *peyuuuukkk*. Terima kasih juga buat InnerChild Std. yang membuat buku ini bertambah imut.

Mudah-mudahan Kumcer Fabel Kasih Sayang ini diterima baik oleh anak-anak Indonesia ya.

***
Pembatuan, 16 Oktober 2015
@agnes_bemoe

Baca info detail tentang buku ini di sini.

Wednesday 30 September 2015

Lunatic Side of Me [LSoM]: Rindu

September 30, 2015 0 Comments


Bagaimana lagi,
Sulit bagiku melupakanmu…
September pergi, membawa senyummu
Lalu, kuukir tiap sudut kamarku dengan senyummu,
Berharap jadi keabadian di situ…

Bagaimana lagi,
Sulit bagiku melupakanmu…
Lagu yang kuputar membawaku kepadamu,
Lembar buku yang kubaca tak mengalahkan bayanganmu,
Bahkan,
Orang-orang asing yang baru saja kutemui tiba-tiba punya bentuk tubuh dan wajahmu…

Bagaimana lagi,

Sulit bagiku melupakanmu…

***

Pembatuan, 1 Oktober 2015
02.59
@agnes_bemoe

Thursday 27 August 2015

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: Dari Urat ke Jakarta

August 27, 2015 1 Comments
Judul Buku                              : Tuan Ringo
Penulis                                     : Fidelis R. Situmorang
Cover                                      : Dapur Naurah
Penerbit                                   : Penerbit Sinar David
Genre                                      : Kumpulan Cerpen
Jumlah Halaman                      : 81 halaman
Tahun Terbit                            : 1 Mei 2011




Keluarga. Apa yang terbayang di benak anda ketika mendengar kata tersebut? Wajah orang-orang tercinta yang selalu setia memberikan pelukan hangat? Ataukah wajah dari orang-orang yang sering membuat anda kecewa dan terluka?
Itu kutipan pengantar di kumpulan cerpen “Tuan Ringo” karya Fidelis R. Situmorang (FRS). “Tuan Ringo” adalah buku kedua penyair berdarah Batak ini.
Bicara mengenai keluarga rasanya masyarakat Batak salah satu yang memiliki sistem kekerabatan yang mapan. Konsep Dalihan Na Tolu dengan tarombo dan marga kait mengait di dalamnya jadi bukti lengkap dan mapannya kekerabatan di masyarakat Batak. Dari prinsip Hagabeon keluarga merupakan salah satu ukuran kesuksesan masyarakat Batak. Walaupun tidak menceritakan kekerabatan Batak dalam setiap cerpennya, kelihatan FRS berangkat dari norma dan nilai tersebut.
Cerpen  “Tuan Ringo” membuka buku berisi sepuluh cerpen ini. Diceritakan dengan gaya pop, cerpen ini menceritakan kembali silsilah marga Situmorang. Unik bahwa silsilah itu malah dipaparkan dari sudut pandang perempuan, dalam hal ini Boru Sitompul, istri Tuan Ringo. Entah apa maksud penulis memakai tokoh perempuan untuk menceritakan sebuah masyarakat yang patriarki ini.
Dalam cerita-cerita selanjutnya konsep Hagabeon seolah bertransformasi menjadi lebih kekinian: pergolakan hidup dalam keluarga -suami-istri, orang-tua anak- dengan permasalahan sehari-hari, dan bukannya melulu pada romantisme masa lalu seperti di cerpen pertama. Namun demikian, sambil membaca kita tetap merasakan sapuan halus pengaruh nilai Hagabeon di kesembilan cerita lainnya itu.
 “I Love You More” adalah salah satu contohnya. Dalam cerpen yang mengaduk-aduk perasaan ini si “Aku” harus merelakan kepergian anak laki-laki satu-satunya. Si “Aku” tidak hanya kehilangan buah hatinya, namun juga kesempatan untuk melanjutkan nama keluarga –hal yang sangat kritikal dalam keluarga Batak-.
Demikian selanjutnya cerpen-cerpen dalam “Tuan Ringo” mengulas satu persatu problema dalam keluarga. Ditulis dengan bahasa yang manis, khas FRS, cerita-ceritanya mengajak kita kembali ke ruang keluarga, dimanapun itu pernah berada.
Tidak selalu, memang, FRS berkisah tentang keluarga baik-baik. Dalam “Lembur” pembaca diberi kejutan yang cukup menyentak. Dikaitkan dengan tema keluarga sebagai hasil peradatan dan budaya, cerpen ini memang seolah-olah “berada di tempat yang salah”.  Namun, saya menilai, cerpen ini mengingatkan kita semua: inilah yang mulai dihadapi keluarga-keluarga sekarang. Konsep keluarga konvensional akan banyak mendapat benturan dari konsep-konsep yang menyelinap muncul, terlepas dari benar salah dan semua pertimbangan moralnya.
Selain mengenai adat istiadat, kesepuluh cerpen di “Tuan Ringo” ini juga membawa kita pada berbagai permasalahan sosial yang sehari-hari kita lihat di masyarakat: dari kekejian pelaksanaan masa orientasi sekolah sampai penculikan anak. Kesemuanya diceritakan dengan gaya bertutur yang sederhana, manis, dan menyentuh tanpa menghakimi pihak manapun. FRS malah mampu menghadirkan sisi humanis yang lembut dalam cerita yang berlatar kelam.  Baca saja “Mei”, yang menyinggung kerusuhan Mei 1998.
Sayangnya, hanya ada sepuluh cerita. Jujur, saya kurang puas. Namun demikian, dengan kepekaan penulisnya akan masalah-masalah sosial sehari-hari, termasuk keluarga, dan keterampilannya mengolah kata, kesepuluh cerita pendek itu tidak hanya membawa pembaca berkelana dari Urat (tempat asal Tuan Ringo) ke Jakarta tapi juga menjadi asupan yang nikmat buat mengisi ruang bathin, apapun situasi keluarga yang dihadapi oleh pembaca.



Pekanbaru, 28 Agustus 2015

Agnes Bemoe

Saturday 1 August 2015

[Book Through My Eyes - BTME]: Kalau Imajinasi Berpetualang

August 01, 2015 0 Comments
Judul: Glooob - Petualangan Makhluk Ajaib, Buku #1
Penulis: Naning Chandra
Desainer Sampul, Penata Isi, Ilustrator: Hutami
Penerjemah: Pipit MP
Genre: Fiksi Anak
Penerbit: PT Grasindo



Guli, Gina, dan Gogo adalah tiga Glooob yang mengalami peristiwa-peritiwa seru di Pohon Smara, tempat tinggal mereka di hutan. Glooob adalah makhluk makhluk aneh yang mirip monster tapi jauh lebih imut.

Biarpun mirip monster, kisah mereka lebih mirip manusia. Misalnya, Gogo mengalami cegukan parah dan demam panggung hebat.

Asyik sekali membaca tiga buah cerita dalam buku ini. Hal pertama yang menakjubkan adalah ilustrasinya. Ilustrasinya hidup dan segar. Karakter Glooob menjadi karakter yang unik dan punya kepribadian. Karenanya cerita-cerita di dalam buku ini menjadi menarik buat dibaca.

Setting dan karakterisasi dalam kumpulan cerita ini juga menyegarkan sekali. Makhluk-makhluk rekaan semacam Glooob dan dunia kecil tempat tinggal mereka menjadi bagian yang memanjakan imajinasi pembaca.

Cerita-cerita di dalamnya, biarpun jelas punya amanat, tapi jauh dari kesan menggurui. Penulis terampil menyisipkan amanat tanpa membuat bosan dan muak para pembacanya. Buku ini bagus karena melatih kepekaan pembaca kecil menyingkap makna tersirat sebuah cerita dan bukannya mencekoki mereka dengan hal-hal yang gamblang tersurat.

Melihat ilustrasi dan karakterisasinya, buku ini adalah pesta imajinasi yang meriah sekali. Salut untuk penulis dan ilustratornya.

Bila ada hal yang sedikit mengganggu buat saya ketika membacanya adalah terjemahannya. Ada beberapa (tidak banyak) yang menurut saya bisa dicarikan padanan kata yang lebih baik. Misalnya, panggilan "Kakak" dalam Bahasa Indonesia saya kira tidak serta merta menjadi "Brother" dalam bahasa Inggris. Sejauh yang saya tahu, masyarakat berbahasa Inggris tidak punya kebiasaan memanggil "Kak" atau "Dik". Panggilan "Brother" atau "Sister" malah berkembang menjadi sesuatu yang dianggap rasis sebelum menjadi bagian dari budaya pop di Amerika.

Namun demikian, buku ini menurut saya sangat patut dibaca oleh anak-anak Indonesia. Buku ini menjadi semacam asupan yang bergizi sekali untuk daya imajinasi anak-anak. Dan seperti kata Albert Einstein yang dikutip di bagian awal tulisan: "Imagination is everything. It is the preview of life's coming attractions." (db)

***

Pembatuan, 2 Agustus 2015
@agnes_bemoe


Tuesday 28 July 2015

Those Sweet Little Things

July 28, 2015 0 Comments
Although you are an author and a word-genius one, especially when it comes to romantic words, it is not your big words that melt me. It is the sweet little things you do that make me stay. 



It was my birthday, my first time with you. You came up with the idea to sing the Happy Birthday's Song through the phone, in the middle of the night, for me! Your sweet baritone voice warmed my heart. It was absolutely my best birthday surprise ever! I was like a five years old girl, having her first birthday party. Definitely, it made me smile all day long.



From the very beginning it is clear that I am the one with attitude. You actually have more than thousand reasons to give up on me. But you didn't. On the contrary, every time I lost my temper, you come and give me your big warm tight hug. 



I was horribly hospitalized. However, it was your every day company that helped me walk through that dark tunnel. Your being funny and half-full minded encouraged me, second by second. You never let me feel lonely, painful, or sad. I just couldn't thank you enough for that. 


It was raining dog and cat that day, when we had to rush ourselves to see a doctor. None of us brought an umbrella. You looked for a dry spot for me in front of a store and asked me to sit on that area while you managed yourself to find a taxi, in the pouring rain! 



Walking home from the doctor I mentioned prior, we found a little stall that sold meatballs and beverages. You, as usual, had a cup of coffee while I enjoyed drinking a cup of hot lime juice. It turned out that the coffee was so delicious that you asked me to taste it. And as if it was not gracious enough, you let me empty your cup. 

I do not have pictures to describe every little things you did to me. I wish I had. However, I remember every single things you've done to me. How you gave me your shoulder when I was tired and sleepy. How you brought my girly red hand bag through the mall since it was too heavy for my broken spine. How you stroke my head when I clumsily bumped my head toward the car's deck. 

I hope it will never end. But, as we both know, life become a tricky game for us. If only we just had the chance :(

I wish you luck. I wish you happiness. I wish you all the best. 

God loves you, and I do too....

Pembatuan, July 29th, 2015
@agnes_bemoe


Friday 3 July 2015

Selamat Ulang Tahun

July 03, 2015 2 Comments
Jiwa ini bukan milik diri semata. Ada pemilik sesungguhnya yang benar-benar mengasihinya.
(Butir-Butir Hujan, Fidelis R. Situmorang)

Akhirnya, kata-kata penulis di atas itulah yang aku ucapkan berkali-kali untuk meredakan rasa tidak terima atas ketidakadaanmu. Jiwamu yang cantik itu sudah kembali ke pemiliknya. Dia, Si Pemilik Jiwamu, lebih tahu apa yang terbaik buatmu.

Tapi, seandainya, aku boleh berandai-andai, ingin rasanya sejenak menarikmu dari surga tempatmu beristirahat kini. Kini, hari ini, persis di tanggal kelahiranmu.

Lalu kita bikin mie instan sama-sama. Telur-nya satu, sayurnya sedikit, tapi cabenya... segenggam. Hehehe... kamu masih suka yang pedas-pedas, kan?

Atau kita cari cake yang kecil-kecil itu? Kamu tahu, aku paling suka itu. Di setiap kesempatan ke Padang, kamu pasti belikan mini cake buatku.

Eh, tapi, ini kan ultahmu. Harusnya tentang segala sesuatu yang jadi kesenanganmu.

Dan itu dia yang aku tidak bisa lupa: mudah sekali membuatmu senang. Sederhana sekali keinginan dan cita-citamu. Tak pernah aneh-aneh, tak pernah neko-neko. Hal paling kecil pun bisa membuat matamu berbinar dan senyummu mengembang ceria.

Bersamamu, makanan sesederhana mi instan atau karedok bisa jadi istimewa. Oh iya, aku ingat kamu suka sekali dengan karedok. Karedok dan telur dadar. Sekarang aku sudah lebih pandai memelintir telur supaya terdadar dengan cantik. Bukan seperti dulu, asal cemplung, asal matang... hahaha....

Hanya ada satu saat dimana kamu begitu cerewet dengan makanan. Waktu itu kamu minta dibuatkan sayur kangkung. Bukan hanya sekali, hampir tiap hari! Beugh, aku sudah curiga. Dan, Puji Tuhan, aku benar. Kamu lagi ngidam, ngidam kangkung... hihihi.... Biarpun sudah separuh eneg, aku rela. Senang malah! Akhirnya buah hati yang kamu tunggu-tunggu datang juga. Kalau melihat jagoanmu itu sekarang sudah jadi pemuda tampan, aku selalu teringat sayur kangkung... hahaha...!

Kehidupan kita naik turun. Aku senang, kamu hidup dengan sangat layak dan bahagia. Aku lebih senang karena dalam kondisi yang berkecukupan kamu tidak berubah. Tetap orang periang, penyayang, sederhana, dan manis seperti yang kukenal dulu.

Sayang sekali, waktu kita buat bersama di dunia ini sangat sebentar. Kamu pergi duluan. Pergi ke Sang Pemilik Jiwamu.

Di hari ini, hari ulang tahunmu, aku sampaikan doa dan rinduku. Tuhanku, jagalah sepotong jiwa cantik yang sekarang ada di RumahMu.

Mudah-mudahan suatu saat kita bertemu lagi. Kita makan mi instan, dengan cabe segenggam ya....

***

Pembatuan, 4 Juli 2015
@agnes_bemoe

Yenny Mulyani
Bandung, 4 Juli 1972 - Padang, 31 Janjari 2014

Tuesday 23 June 2015

Welcome Home

June 23, 2015 0 Comments
Do you believe that all dogs go to heaven? I do.
Do you believe that we can still communicate with our beloved one in heaven? I DO.

Thirteen days ago I lost my baby boy, Gabriel Oscar. It has been the most devastating 13 days of my life. Oscar was a super sweet lad. A clever and nice one as well. It's just so unfair that he was leaving so early.

Then, this morning I got this beautiful picture. Aniek Soetaryo, a dearest friend of mine posting it onto my fb's wall.

Receiving this, I was like chocking. The picture of Lord Jesus hugging a simple dog brought many tears to my eyes. It was about ten minutes after starring only to the picture when I found then words printed right on the top side. "Welcome home", it is said.

I was beyond speechless!

It was like my beautiful Oscar himself whispering to me: "Mami, I'm home. I'm with Him. He hugs and kisses me every single minute, just like you did."

Oh my! Am I able to finally release him? I don't know. But, knowing that he is now Home is huge to me. What is better than Home and Lord Jesus Himself? This thought eased my broken heart. Oscar is no longer around. However, we are still connected in all possible way we can imagine. I just cannot challenge my Lord Jesus in this point.

Through my dear friend, he spoke to me. For your record, my friend sent me the picture without knowing that I am in an ugly grief of loosing my sweet heart. She sent it just because she knows I am a frantic fan of dog. That it turned out to be something greater than just a picture, I think I know Who did this.

***

Pembatuan, June 23rd 2015
@agnes_bemoe


Friday 19 June 2015

Sweet Surprise

June 19, 2015 0 Comments
"Sebagai ucapan rasa syukur atas kebaikan Tuhan di hari ulang tahunmu ini, kukirim cerita untukmu. Iya, satu buku cerita, seperti apa yang sekarang dirimu kerjakan dan persembahkan dalam hidup ini..."

Bohong berat kalau aku tidak melonjak senang membayangkan sebuah hadiah darimu. Bukan, bukan karena hadiah itu sendiri, karena hadirmu dalam hidupku sudah merupakan hadiah terindah yang pernah kuterima. Ada, atau tidak ada hadiah itu, aku bahagia. Aku bahagia, karena segala tentang dirimu membuatku bahagia.

Namun, jujur, sebuah buku darimu di hari istimewaku tentu membawa kehangatan tersendiri di hatiku. Makanya, aku sangat tidak sabar menanti kedatangannya.

Dan hari inilah harinya.

Ketika kubuka bungkusnya, aku hampir tidak bisa bernapas!

"Aku mendapatkan buku cerita itu di toko buku dekat rumah. Waktu melihat judul buku itu, aku seneng banget, yakin (berharap), bahwa dirimu akan suka menerimanya."

Seharusnya kamu melihat sendiri ekspresi wajahku. Aku bukan hanya suka, aku suka sekali. Amat sangat suka! Ini sebuah buku klasik, buku yang nyaris menjadi "kitab suci" dalam dunia bacaan anak-anak -dunia yang sedang aku geluti sekarang-.

Mendapat buku ini, di hari ulang tahunku, dari orang sespesial dirimu, seperti sebuah inaugurasi buatku. Buku ini sendiri semacam impian terpendam yang jarang aku ungkapkan (karena tidak yakin bisa mendapatkannya). Sekarang kamu tahu, kan, kenapa aku sampai tidak bisa bernapas? Dadaku bertambah sesak ketika teringat kata-katamu: kamu langsung teringat padaku, begitu melihat buku ini....

Sambil membelai buku baruku, aku teringat ceritamu ketika membelinya. Buku itu ternyata ada bercak-bercak kuningnya. Karenanya, kamu merasa tidak elok memberikannya sebagai hadiah.

Ah, kamu yang perfeksionis kalau sudah mengenai buku.
Kamu sempat bimbang antara mencari judul lain atau bertahan di buku yang menurutmu kurang bagus kondisinya itu.

Menurutmu, dalam kebimbangan seolah ada sesuatu yang menarikmu kembali pada buku itu. Kamu pun memutuskan untuk mencari copy yang lebih bagus.

Aku membayangkan, kamu menyisihkan waktu untuk memilih satu persatu dari sekian banyak buku, memeriksanya dengan amat sangat teliti, serta membandingkan satu dengan yang lainnya. Aku membayangkan  kamu sengaja mengabaikan kecemberutan pemilik toko ketika membongkar rak buku -padahal kamu adalah tipe orang yang sangat menenggang perasaan orang lain-. Semua itu kamu lakukan demi mendapatkan buku dengan kondisi yang paling baik untuk dihadiahkan buatku.

Aku rasa, sampai kapanpun aku tidak akan berhasil meyakinkamu, bahwa buku yang kuterima itu sangat bagus kondisinya. Seandainya kurang bagus pun, aku tidak memedulikannya. Senyum lebarmu yang menempel di setiap sudut buku itu membuatku tidak sempat memikirkan hal lain selain ingin segera membacanya.

Puas membelai, kupeluk erat-erat buku setebal 600-an halaman itu. Andaikan bisa kusampaikan secara langsung rasa terima kasihku....

"Sekali lagi, selamat ulang tahun ya... Berbahagialah!"

Bagaimana mungkin aku tidak berbahagia kalau aku punya penyemangat dan pendukung sepertimu?

Terima kasih buat kadomu. Terima kasih buat apa yang sudah kamu lakukan buatku.

"Semoga Tuhan yang Maha Baik itu memberikan kekuatan dan rahmat yang tak pernah putus dan tak terhitung banyaknya untuk dirimu."

Tuhan yang Maha Baik itu memang memberikan kekuatan dan rahmatnya. Ia mengirim dirimu, sebagai hadiah buatku.

***

Pekanbaru, 19 Juni 2015
Agnes Bemoe


Sunday 24 May 2015

Bersahabat dengan HNP

May 24, 2015 4 Comments
Persis dua bulan sejak saya berobat ke Pak Yuyun, seorang akupunkturist di Jakarta.
Sejak pulang dari tempat Pak Yuyun, saya merasakan perubahan yang cukup signifikan. Malahan, sehari setelah berobat saya kuat jalan-jalan ke mall (yang mana agak mustahil bagi saya di waktu-waktu sebelumnya). Namun demikian, saya tidak mau buru-buru senang. Saya memutuskan untuk menunggu sampai beberapa waktu. Saya takut kecewa.

Selama sebulan setelahnya saya merasakan badan saya enakan. Bangun tidur tidak lagi sakit, jalan tidak sakit, batuk dan bersin juga tidak sakit. Saya lebih kuat duduk, baik untuk menulis maupun menyetir. Saya sudah ingin menuliskan kemajuan ini ketika saya kembali merasakan sakit. Itu hampir sebulan setelah saya berobat ke Pak Yuyun.

Waktu itu, merasa agak sehat, saya melanjutkan kegiatan mengedit naskah yang sudah lama saya tinggalkan dan sudah berulang kali ditagih oleh para penulis naskah (mereka tidak tahu kalau saya sakit). Selain itu, saya juga mencoba menulis naskah cerita anak-anak untuk sebuah penerbit.

Entah bagaimana cara saya mengetik/duduk, saya kembali merasakan nyeri di pinggang sampai ke telapak kaki. Saya memutuskan untuk istirahat total. Mencegah stress yang bisa memicu depresi, saya menghabiskan waktu dengan mendengarkan musik, nonton film, dan ngobrol dengan teman baik saya (lewat dunia maya, tentunya). Puji Tuhan, setelah semingguan istirahat, nyeri pun hilang. Selanjutnya, saya praktis tidak lagi merasakan nyeri (kecuali kemarin waktu saya ke Gramedia. Mungkin saya kelamaan di sana :p).

“SEMBUH” BUAT PENDERITA HNP
 Tanpa bermaksud mengecilkan semangat, mengecilkan perjuangan sesama HNP-ers, buat saya sembuh total dari HNP itu “nyaris mustahil”. Saya beri tanda kutip karena frasa ini butuh penjelasan.
Saya percaya pada kesembuhan. Namun, sepertinya saya harus punya pandangan lain terhadap HNP. Kondisi syaraf saya sudah “cacat”. Yang bisa dilakukan adalah semaksimal mungkin mengupayakan supaya kecacatannya tidak bertambah parah. Untuk itulah saya berenang (untuk menguatkan otot punggung dan perut) dan menjaga posisi badan termasuk tidak mengangkat beban terlalu berat (untuk mencegah syaraf semakin teriritasi).

Berenang dll bukan obat untuk kesembuhan. Ini untuk membantu memperkuat otot, memperkecil potensi iritasi, dan karenanya meminimalisir kecacatan. Upaya ini harus saya lakukan terus menerus tanpa mengenal kata “sembuh” (kalau sudah baikan lalu berhenti). Tidak heran kalau Ari Wijaya, salah seorang penderita HNP yang mendirikan sebuah grup, menamakan grup-nya “Bersahabat dengan HNP”. Saya memang harus melihat Mr. HNP ini sebagai sahabat saya. Saya harus mulai belajar hidup dengannya dan mengakrabinya. Walaupun tetap yakin bisa sembuh total, saya tetap memposisikan diri sebagai yang “selalu berusaha sembuh” supaya tidak kecewa dan frustrasi.

Tentu saja HNP dapat sembuh total. Caranya dengan operasi. Namun, bagi saya, operasi sangat tinggi biayanya.
dr. Syafruddin

CARA SAYA BERSAHABAT DENGAN HNP
HNP memberikan pengaruh luar biasa dalam hidup saya; fisik dan mental. Secara fisik saya sempat bed-rest berbulan-bulan. Secara mental saya terkena depresi. Menyadari bahwa saya harus hidup berdampingan dengan HNP entah sampai kapan, maka saya mulai menata diri.
Ini adalah beberapa hal yang saya lakukan dalam persahabatan saya dengan HNP:
  1.  Berenang, 3 kali seminggu. Berenang tidak hanya menguatkan otot badan saya saja tapi juga mengurangi stress. Kata orang, air adalah wahana pengurang stress. Manfaat lain, di kolam renang saya berekenalan dengan orang baru. Ini baik untuk kebutuhan saya untuk bersosialisasi. Ujung-ujungnya, mengurangi stress juga.
  2. Pijat Refleksi, ini saya lakukan seminggu sekali. Manfaat yang saya rasakan sama seperti berenang; badan saya terasa ringan, stress saya berkurang, saya bisa tidur nyenyak, makan banyak.
  3. Latihan Pernapasan dan Meditasi Ringan, ini saya lakukan setiap hari di pagi hari. Terus terang, ini adalah latihan yang berat. Sering kali saya “gagal”. Tapi saya berkeras melakukannya setiap pagi. Manfaat yang saya rasakan adalah saya lebih tenang, tidak gampang takut (kalau depresi kambuh, saya mudah ketakutan).
  4. Senam HNP, saya lakukan dua hari sekali. Baru sebulan ini saya mempraktikan senam HNP (saya cari dari internet). Terasa memang saya lebih kuat dalam beraktivitas. Merasakan manfaatnya, saya malah merencanakan mau mengikuti yoga khusus untuk low-back pain. Mudah-mudahan kuat! :D
  5. Menata lingkungan saya, ini lebih ke manfaat secara mental. Saya bukan orang yang pemilih atau super sensitive dalam berteman. Tapi entah kenapa, semenjak terkena depresi, saya kurang kuat menghadapi pemikiran atau pembicaraan negatif cenderung toxic. “Lingkungan” pertama yang saya tata tentu saja diri saya sendiri. Saya berjuang keras menghindari berpikir negatif, berpikir tegang, atau mellow. Saya menghindari bacaan-bacaan atau tontonan-tontonan yang potensial membuat saya cemas atau mellow. Saya tidak kuat menonton tayangan berita tentang kecelakaan dan kematian. Saya juga tidak bisa membaca novel-novel mellow (padahal beberapa di antaranya favorit saya). Sudah hampir sebulan ini saya meng-unfriend beberapa teman di fb. Pemikiran sektarian dan selalu memicu permusuhan yang tertuang dalam status mereka tidak cocok untuk kondisi saya sekarang. Fb saya sekarang “monoton” dan “sepi”. Tapi, saya tidak lagi tegang dan terhenyak dikagetkan oleh status-status negatif. Termasuk juga saya jadi pemilih dalam berteman dengan sesama penderita penyakit. Jangan salah sangka, bukannya saya “berdarah dingin” tidak mau berempati dengan sesama yang sakit. Ada yang mengeluh secara proporsional lalu berupaya mencari cara mengatasinya. Namun, ada juga yang mengeluh tidak ada habisnya. Lalu, bukannya menjalani atau melakukan terapi/pengobatan/atau kondisi sakitnya dengan tenang dan dewasa, malah asyik membicarakan penyakitnya. Seolah-olah yang bersangkutan “senang” dengan kondisi sakitnya karena dengan begitu bisa jadi “selebritis” biarpun sesaat. 
    Sr. Maristella, JMJ
  6. Menikmati Hidup Saran ini sudah sering didengungkan. Namun bagi saya (yang selalu over-thinking dan ribet) alangkah susahnya menikmati hidup, terutama saat saya tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa berbuat apa-apa. Saya diingatkan tentang hal ini persis ketika saya berobat ke psikolog. Bukan, bukan oleh psikolognya, tapi oleh seorang kakak asrama di Duri yang secara kebetulan saya temui di depan ruang praktek ibu psikolog. “Satokkin hidup i, ndang pola dipikiri sude!” begitu kata kakak asrama saya yang boru Batak ini. Artinya kira-kira: hidup ini sebentar saja, jadi jangan diberatkan dengan pikiran yang bukan-bukan. “Hidup itu, Dik, senang-susah-senang-susah, lalu mati.” Dia menyarankan saya untuk melakukan apa yang saya suka: berdandan, jalan-jalan, mau makan bakso ya beli bakso, mau karaoke ya pergi ke karaoke, dll. Intinya, nikmati hidup. Saya rasa, saya harus mulai mencoba hidup dengan cara itu. Selama ini, terus terang, pikiran saya tersedot oleh sakit saya. Saya jadi malas lalu takut melakukan apa-apa. Saya malas keluar rumah, malas tampil rapi, takut nyetir, takut jajan (kawatir mengganggu keuangan), dll. Mencerna berulang kali kata-kata kakak asrama saya itu, saya pikir, mungkin itu yang seharusnya saya lakukan. Kerjakan apa yang ingin saya kerjakan dan harus mulai melatih diri saya untuk lebih rileks, tidak over-thinking.
  7.  Bersyukur, Bersyukur, Bersyukur. Banyak hal “sepele” sehari-hari yang tidak pernah saya syukuri. Saya bersyukur sudah bisa lebih mandiri (mengambil makan-minum sendiri sampai menyetir sendiri, dll). Saya bersyukur masih bisa berobat, baik kedokteran modern maupun alternatif. Saya bersyukur masih bisa “bersenang-senang” (jajan bakso/rujak/gado-gado, atau jalan-jalan ke Alam Mayang, atau main gitar sambil bernyanyi, dll). Saya bersyukur dipertemukan dengan dokter-dokter yang baik yang memberikan saran profesionalnya dengan luar biasa bertanggung jawab (harusnya saya punya tulisan tersendiri tentang ini). Dari awal sakit sampai sekarang saya dipertemukan dengan dokter yang baik: dr. Syafruddin, dr. Elly Anggraini Ang, dr. Juwanto. Saya bersyukur dipertemukan dengan Suster Maristella, JMJ yang kata-katanya meneguhkan dan menguatkan iman saya yang ambrug berkeping-keping (hasyahh… lebay ya…) Saya bersyukur atas orang-orang baik yang ada di sekeliling saya. Entah bagaimana saya kalau yang di dekat saya bukan orang-orang yang sekarang ini. Mereka merawat saya dengan luar biasa sabar dan tetap ceria. Saya juga bersyukur atas para sahabat dari dunia maya yang terus menerus memberi support. Menghitung begitu banyak berkat itu membuat saya merasa “kaya” J
dr. Elly Anggraini Ang


MASIH JADI PENULIS?
Daftar kegiatan di atas tidak menunjukkan kegiatan menulis saya. Apa saya masih jadi penulis?
Masih dong!

Hampir dua tahun saya tidak menulis apa-apa. Saya anggap ini fase turun mesin saja. Saya memang harus istirahat. Mudah-mudahan pelan-pelan saya bisa kembali seperti dulu lagi: rutin menulis setiap hari dan menerbitkan buku. Tuhan yang Maha Baik pasti tidak akan membiarkan saya tidak mengerjakan kegiatan yang saya sukai itu.

***
Pembatuan, 25 Mei 2015

@agnes_bemoe

Baca juga: Berobat ke Jakarta 

Monday 4 May 2015

Izinkan Aku Menciummu dengan Sisa Purnama Semalam

May 04, 2015 0 Comments

Aku terjaga waktu bulan masih bergelayut manis di bahu malam. Pucuk-pucuk bambu meniupkan nyanyian di telingaku:

Akan tiba waktunya angin kemarau datang kembali, menderu lembut menemui sabana. Menjemputnya menembus malam-malam berhujan ribuan bintang. Membelainya dengan nyanyi paling mesra. Membisikkan rindu terdalam, persis di jantung buah hatinya.

"Dan engkau tidak akan sendiri lagi,"
"Engkau tidak pernah akan sendiri lagi,"
Rindu tunai sudah.
Rindu menjelma purnama....


Kutunggu waktunya engkau akan datang kembali. Menjemputku pada malam-malam berhujan ribuan bintang. Kita akan saling membisikkan rindu tertahan. Membentangkan satu-satunya semesta yang kita tahu: kau dan aku.

Sampai saat itu tiba
Aku akan selalu mengenangmu dengan penuh cinta

Dan kini, izinkan aku menciummu dengan sisa purnama semalam

Pembatuan, 5 Mei 2015
@agnes_bemoe



Sunday 3 May 2015

Membangun Kecerdasan Emosional Anak Melalui Cerita

May 03, 2015 0 Comments
Review Buku Cerita Anak
Membangun Kecerdasan Emosional Anak melalui Cerita


Judul : Bo dan Kawan-kawan di Peternakan Kakek Ars
Penulis : Agnes Bemoe
Bahasa : Indonesia dan Inggris
Penerbit         : Bhuana Ilmu Populer (BIP) kelompok Gramedia
Tahun : 2014
Kota : Jakarta




Kecerdasan emosional bukan monopoli orang dewasa. Anak-anak, bahkan sejak mereka usia dini perlu dilatih memiliki ketahanan emosional ketika menghadapi situasi sulit. Begitulah kira-kira pesan yang saya tangkap dari kumpulan cerita Bo dan Kawan-kawan (BDKK) di Peternakan Kakek Ars.

Buku cerita anak BDKK yang ditulis oleh Agnes Bemoe (AB) mengisahkan delapan cerita menarik tentang persahabatan yang terjalin antara Bo Sapi, Penny Kutilang, Titi-Tata-Teti Bebek, Pepe Domba, Lily Ayam, Obi Anjing Gembala, Angelita Itik, dll., di sebuah peternakan milik Kakek Ars. Bagaimana keseruan kisah-kisah mereka menghadapi persaingan, kecurangan teman, sikap mementingkan diri sendiri, dan rasa rendah diri karena memiliki kekurangan, dijalin melalui pribadi-pribadi yang saling berinteraksi. Penulisnya (AB) menggambarkan tokoh-tokoh dalam ceritanya melalui sekumpulan hewan hewan lucu. Karakter hewan menurut AB dianggap lebih menarik (cute) buat anak-anak dan membuat anak-anak tidak merasa terlalu digurui. Namun demikian, anak-anak tetap bisa mengidentifikasikan diri mereka dengan karakter-karakter itu, tulis Agnes dalam pesannya.

Kisah pertama diawali dengan Penny Kutilang yang murung. Penny sejak lahir sudah tidak bisa melihat (buta). Waktu Penny diajak main oleh Bo Sapi, Penny tidak mau. Bo tahu bahwa Penny memiliki suara yang merdu. Lalu ia mengajak Penny bernyanyi dan mendahului menyenandungkan lagu-lagu. Awalnya Penny tidak peduli. Mungkin saja burung kecil masih sedih. Tetapi karena Bo tak kenal lelah mengajaknya bernyanyi, akahirnya Penny mau juga bernyanyi. Rupanya nyayian mereka berdua didengar oleh kawan-kawan hewan yang lain. Mereka memuji suara merdu si burung mungil Penny, Suaramu bagus ....” (hal. 12). Kawan-kawannya ingin diajari bernyanyi, dan Penny dengan senang hati mau mengajari mereka menyanyi.

Hari itu di peternakan Kakek Ars, Bo, Penny dan teman-teman bergembira. Meskipun Penny tidak bisa melihat, tapi memiliki suara yang merdu. Bo memang bijaksana. Ia mau mengajak Penny dan kawan-kawan melupakan kekurangan mereka. Ini adalah pesan yang bagus untuk memotivasi anak-anak suaya lebih mengembangkan talenta mereka masing-masing ketimbang memikirkan kekurangannya. Selain itu, sosok Bo yang pantang menyerah juga menjadi pendidikan karakter yang baik bagi anak-anak kita.

Ada lagi cerita tentang si Obi Anjing Gembala yang dicurangi Frans, temannya yang membuat surat palsu utuk Kakek Ars atas nama dirinya. Frans menulis bahwa ia tidak bisa mengikuti pemilihan regu anjing penjaga karena kakinya sakit (hal. 26). Bagaimana sikap Obi yang dicurangi? Dia memang marah tapi tidak membalas kecurangan temannya. Ia belajar menahan diri atas nasihat si Bo. Tak  ada gunanya marah-marah ketika kita menerima perlakuan buruk. Suatu saat kebenaran akan terungkap, hibur Bo (hal. 31). Akhirnya dia dipakai kembali oleh Kakek Ars sebagai anjing penjaga setelah Frans tidak sanggup menggembalakan domba-domba milik Kakes Ars.

Anak-anak yang secara fisik kurang menarik, boleh dihibur melalui kisah persahabatan Angelina dan Bo. Angelina adalah itik yang merasa dirinya kurang cantik dan gendut, sehingga pada suatu malam ia hendak pergi dari peternakan Kakes Ars. Angelina sudah tak tahan karena Loretta Angsa dan teman-temannya selalu mengejek Angelina jelek dan gendut. Untunglah Bo yang baik hati dan mau berasahabat dengan siapa saja, melihat Angleina dan mengajaknya duduk, lalu berbicara dari hati ke hati. Bo mengatakan bahwa tidak ada salahnya kalau Angelina gendut, apalagi dia itik yang baik hati. Tetapi Angelina masih belum percaya. Ia berdalih bahwa menjadi anak gendut dan jelek itu tidak enak, seperti yang kerap dibilang oleh Loretta. Lalu Bo menyanggah, Mengapa kamu begitu percaya pada perkataan Loretta?” Bo lantas mengibur Angelina dengan sebuah cerita rekaan; tentang Vicky Kelinci yang tidak bisa mengerjakan PR Menulis. Sahabatnya yang bernama Angelita membantu Vicky sampai bisa bisa menulis. Bukan hanya Vicky, Angelita juga membantu Ari dan Ira Ayam, membantu kakek Ars, dan yang lain sehinga banyak sekali yang suka pada Anglita. Tapi Angelita termakan oleh pendapat teman-teman yang tidak menyukainya daripada yang menyayanginya (hal. 132-134).

Kisah rekaan yang disampaikan Bo ternyata menyadarkan Angelina itik sehingga ia tidak jadi pergi. Bo yang baik hati dan bijaksana berhasil membangun sikap peraya diri sahabatnya itu.

Pesan penting dari cerita ini adalah memupuk perilaku yang baik itu lebih bermanfaat daripada memikrkan penampilan yang cantik (hal. 137).



Aman dari Unsur Kekerasan
Saya bukan pembaca atau penyuka buku (cerita) anak. Apalagi penulisnya(. Saya ‘melihat’ buku BDKK dari sudut pandang pembaca yang --meski tidak berada dalam dunia anak-anak-- memberi penghargaan yang sebesar-besarnya kepada para bapak dan ibu, para guru, pengasuh, dan pendamping anak. Sebelumnya banyak hal yang tidak saya pahami tentang dunia anak. Bahasa yang sederhana namun kaya dengan visualisasi dan tidak perlu pemaparan detil adalah beberapa hal baru yang saya pelajari di sini.

Kumpulan cerita Bo dan Kawan-kawan memberikan banyak pesan moral yang baik. Dikemas dalam suatu bangunan cerita dengan tokoh sentral si Bo Sapi dan tokoh-tokoh pendampingnya (Kakek Ars dan sekumpulan hewan) di sebuah peternakan. Agnes menulis BDKK untuk pembaca anak-anak usia 7-12 tahun. Melalui cerita ini mereka dilatih memiliki keberanian, kejujuran, kepatuhan, sikap pantang menyerah, dan karakter-karakter positif lainnya sebagaimana yang saya tulis di bagian awal.

Satu lagi yang tidak kalah pentingnya adalah, tidak ada unsur kekerasan dalam isi cerita. Saya menemukan beberapa buku cerita anak yang meskipun dipersonifikasi dari tokoh binatangtetapi mengadopsi unsur kekerasan. Misalnya pertarungan fisik.

Dari sisi kemasan, buku ini cukup mewah; berwarna dan menggunakan kertas kualitas bagus. Apakah buku BDKK ditujukan kepada anak-anak dari kalangan kelas menengah ke atas? Agnes Bemoe (AB) menjelaskan bahwa BDKK tidak diarahkan kepada  kelompok masyarakat tertentu. Sebab, keberadaan buku-buku di Indonesia, terlepas dari kemasan, sudah dianggap barang sekunder dan mewah. Di pihak lain menurut Agnes, biasanya golongan masyarakat kelas menengah ke ataslah yang lebih dulu punya kesadaran untuk membaca dan membeli buku. Kemasan dibuat bagus untuk menarik minat pembaca karena anak-anak masih ada dalam tahap visual.

Daya tahan dan konsentrasi anak yang terbatas mungkin hanya sanggup kalau anak membaca satu judul/cerita sehari. Jadi, BDKK bisa dinikmati oleh anak-anak untuk satu minggu pelajaran. Di setiap akhir cerita ada lembar aktivitas yang bermanfaat melatih kecerdasan kogntif anak.


Membudayakan Mentoring Penulis Cerita Anak
Ada satu nama yang disebut oleh AB pada halaman depan bagian dalam sesudah lembar judul: Dian Kristianti. Dian adalah sesama penulis cerita anak yang pernah menjadi mentor AB. Saya takjub karena dunia mentoring juga meluas di kalangan penulis cerita anak. Semoga mentoring pencipta karya untuk anak semakin membudaya. Sehingga tersedia bacaan, tontonan, dan lagu-lagu bermutu untuk anak-anak di setiap generasinya. Kelak anak-anak akan kembali ke dunianya, tidak lagi ditawan oleh karya-karya orang dewasa lewat berbagai tayangan di media-media populer. (erna manurung).



Erna Manurung
Pemerhati Masalah Sosial
Tinggal di Kendari