Follow Us @agnes_bemoe

Wednesday 26 September 2012

PECAAAAAAAATTTTSSS!!!

September 26, 2012 0 Comments
Beberapa temenku curhat: seriiiiiiiiing banget kepsek-kepsek mereka ngomongin masalah pecat. Dikit-dikit ‘pecat’. Dikit-dikit ‘pecat’. Lama-lama menjadi bukit deh… 

Contohnya nih:  
Ibu Kepsek: Baik-baik kerja, ini periuk nasi kita. Kalo tak baik-baik yayasan marah nanti. (Kedengarannya agak bagusan ya? Tapi cobak deh kalo ndengernya pagi-siang-sore-malem. Muntah jugak kan?)  

Pak Kepsek: Bapak Ibuk jangan macam-macam. Yayasan bisa ambil tindakan apa pun juga atas bapak ibuk. Apalagi yang sudah sertifikasi, bisa dua penghasilan sekaligus hilang! (Ini udah dipersingkat, dari pidato lima jam yang nggak jelas ujung pangkalnya) Deuh! Eh, belom semua. 

Ibuk Yang Terhormat: Kantor ini harus dianggap rumah sendiri. Kalau tidak, tidak akan transferan nanti tanggal 30. (Heloooww… nyambung gak sih, Buk? Dong dong dong! Tong tong tong! Glong glong glong!)  

Manusia setengah dewa (setengahnya lagi bawang pritilian!): Sampai dengan jam 12 tengah malam tanggal 12, kami masih punya hak untuk pecat karyawan! *jengjreeeng…. Musik latar a la film pocong pergi ke pasar… 

Apakah para guru itu udah segitu durhakanya sampai-sampai gak ada kata lain selain ‘pecat’? Kayaknya sih enggak, guru-guru sekarang malah manis-manis. 

Herannya, yang nggak pernah bikin administrasi, yang ngajarnya amburadul, yang nilep uang anak dan uang milik yayasan, malah nggak dipecat… Hlo! Jadi, maksut e apa toh? 

Wokeh, this brings me to a particular time, long long long looooooooooong ago… 

Para yang mulia ini juga pernah ngeluarin perintah yang sama. PECAT. Tertulis malah, pake stempel, te te de. Pokok e lengkap, resmi. Prosesnya juga pake rapat ripit yang gimana gitu. Yang dipecat adalah empat orang guru yang saat itu dituduh sebagai dalang demonstrasi. Woah… gagah ya? Hasilnya? Keputusan PHK mentah di Disnaker. Mentah dengan sukses! (Nahan ketawa…) 

Berikutnya: Masih para yang mulia yang sama, ngeluarin berlembar-lembar surat untuk memecat guru-guru yang mogok mengajar. Ada banyak tuh, puluhan! Aku ingat, nge-print suratnya aja sampe encok! Lagi-lagi, hmm… hebat banget nih, bisa mecat orang se-RT. Hasilnya? Lagi-lagi mentah dengan sak sukses suksesnya di Disnaker. (Mulai cekikikan…) Keputusan-keputusan pecat ini malah kemudian jadi tekanan balik. Pengurus didesak oleh semua pihak untuk tidak lagi mecat orang. (Gubraaakkk!! Bwahahahahahahahaha….!!! Aduh, bener-bener cucian deh lu…) 

Waktu keadaan sudah mulai mereda, pengurus mem-PHK seorang guru. Gurunya nggak terima, naik banding ke Disnaker. Tetep PHK sih, tapi dengan uang kompensasi yang jauh lebih tinggi. 

My point is: pengurus ini kenyang dengan keputusan PHK yang semuanya balik mempermalukan diri mereka sendiri! Makanya, kalo sekarang mereka (dan para dayang-dayangnya) itu doyan banget bilang PECAT, bisa dimengerti buanget: 

  1. Mereka lagi ngelampiaskan rasa ketidakberdayannya karena dulunya selalu gagal mecat orang 
  2. Mereka ingin luka di ego mereka terobati… (Aww…) 
  3. Mereka ga punya keutamaan lain selain kekuasaan untuk mecat orang. Mereka bukan orang yang berwibawa, bukan orang yang membuat orang lain respect karena karismanya, gitu deh… 
  4. Dll… hehehe… 

 Ibarat pepatah: di depan anak ayam jadi macan, di depan harimau jadi kucing kurus mandi di papan, terkaing-kaing, terkencing-kencing… (Hlo, kucing ato anjing sih? Konsisten dong!) 

================================  

Betewe eniwey baswey: aku bukannya nggak setuju guru-guru yang demonstrasi diberi sanksi. Yang aku nggak suka: arogansinya itu lho! Sekarang keadaan sudah aman, ngapa sok-sok an bilang ‘pecat’? 

Lagian, tuh sono, dayang-dayangmu dan segala sodaramu yang gak beres kerjanya tuh yang harusnya dipecat. Tapi, mana berani? Soale mereka bermanfaat untuk ngelakukan kerja kotormu kan?

***  
Pekanbaru, 27 September 2012 3:40 
Agnes Bemoe

TAWURAN PERTAMAKU

September 26, 2012 0 Comments
Tawuran (lagi) ya? 
Hmm… jadi teringat jaman dulu. Tahun1999-an kalo nggak salah. Aku kepsek di suatu SMA swasta kecil di Dumai. Sekolah baru, baru 2 taun umurnya. 

Waktu itu guru-guru pada kasak-kusuk. Ternyata mereka dilapori sama anak-anak bahwa Si A, B, C, D, dan E udah ngajak teman-temannya untuk menghadang anak dari SMK “Pujaan Hati” (nama samaran, pokoknya ini SMK Negeri pualing ngetop se-Dumai). 

Awalnya guru-guru cuman ngomongin aja, lalu lama-lama kok jadi tambah serius. Menurut info, gara-garanya ada anak putri SMA kami yang diganguin sama cowok-cowok SMK PH. Konon, mengamuklah cowok-cowok sekolah kami, ngerasa harga dirinya tercabik-cabik. Balas dendam adalah jawabannya. Deuh! 

Alkisah, pembicaraan guru-guru makin lama makin hot sehingga bikin aku takut sendiri. Iya kalo cuman gossip, kalo benar? Akhirnya, aku suruh Wakasek Kesiswaan untuk panggil anak-anak yang dicurigai punya rencana tawuran tadi. Mereka tentu aja nggak ngaku. Awalnya. Tapi, berkat tang dan rante (hihihi… nggak deeng!), pokoknya akhirnya mereka mengaku juga. Masalah itu sudah masalah lama. Awalnya ejek-ejekan kalau ketemu di jalan. Trus nambah nambah nambah… akhirnya, masalah cewek disuitin pun jadi masuk ke ranah harga diri… 

Nah, sekarang, apa yang harus kubuat? Kulirik jam, sudah nyaris jam pulang. Wes, aku mutuskan: anak-anak dan guru TIDAK BOLEH PULANG! *pake mlintir kumis nih… Aku sendiri cabut ke SMK PH, nemuin kepseknya. 

Kepseknya bapak-bapak, orangnya ferlente en masih terhitung muda. Ah, syukurlah. Pikirku, kalo sama yang masih agak mudaan lebih enak ngomongnya. Aku menceritakan bahwa ada kabar kalau anak-anak akan tawuran. Aku nanyakan, enaknya gimana, supaya tawuran ini bisa dicegah. Pokoknya sumthin’ like that lah… Tapi, apa yang terjadi? 

Pak Ferlente (begitu aja ya kita sebut namanya, soalnya aku udah lupa :D) malah ngamuk-ngamuk.  

Pak Ferlente: Ibu jangan macam-macam! (cam… cam… cam… *echo di kupingku sangking kerasnya suaranya). Sekolah ini bukan baru satu dua tahun kayak sekolah ibu! (bu… bu… bu…). Dan selama itu tidak, sekali lagi TIDAK ada perkelahian apalagi tawuran!  

Aku: Tapi, Pak….  

Pak Ferlente: Yang masuk sekolah ini semua, sekali lagi semua dites! Bukan seperti sekolah ibu, asal masuk saja!  

Aku: (Langsung tutup kuping, berharap bapak ini meledak saat itu juga dan dia broken into pieces! 

Emangnya dia pikir anak-anaknya itu anak-anak malaikat yang fresh from heaven ya?!) Akhirnya, setelah menyelesaikan pidatonya, Pak Ferlente bilang: Kalau ada masalah di sekolah ibu, tangani sendiri. Jangan libatkan sekolah kami! 

Okelah, aku pulang dengan gondok, malu, marah, jengkel, ….. semua! 

Sampe di sekolah, aku tetep tahan anak. Untungnya, mereka nggak tergantung jemputan, dan mereka bukan tipe anak-anak yang akan dicari oleh ortu, jadi aku nggak perlu okol sama ortu. Di sekolah, interogasi tetap berlanjut. Mereka (anak-anak yang diduga mau memulai tawuran itu) sampe nyembah-nyembah, bilang: enggak bu, kami nggak akan kelahi. Enggak buuuuk… Aku gak peduli! *kejem! Sorenya, setelah beberapa orang guru kusuruh memastikan keadaan jalan raya yang biasanya dilalui anak-anak sudah aman (nggak ada anak sekolahan), barulah anak-anak kulepas pulang. 

***

Beberapa waktu setelah itu (1 – 2 bulan setelahnya, kalo aku nggak salah), terjadi tawuran pertama di Kota Dumai! (Maksudku karena status ‘kota’ untuk Dumai juga baru, jadi apa-apa yang terjadi dianggap yang pertama, ya kan? :D) Iiih… jadi juga anak SMA-mu tawuran? Pasti begitu kata anda yang mbaca. Yee… BUKAAAN! :p 

Yang tawuran adalah anak-anak dari SMK PH dan sebuah sekolah swasta di Dumai! Xixixi… anak-anak malaikatnya yang lulus tes ini itu ternyata mengukir prestasi ya Pak. Pembuka rekor tawuran… :p :p :p 

Pengen rasanya ngeliat kumis tipis Pak Ferlente saat itu. Pasti pada njegrig!  

Pekanbaru, 26 September 
2012 2:05 
Agnes Bemoe

Tuesday 25 September 2012

Bu Adek

September 25, 2012 0 Comments
Kami manggilnya Bu Adek. Nama lengkapnya sih 'Sri Rhaudah Basyaar'. Orangnya cantik dan pinter nari (ya iya, wong guru tari! :D) 
Sebulan lalu (habis Lebaran) aku dapat berita: Bu Adek resign. Alasannya 'mau berobat dan kuliah lagi'. Hmm... iyakah? *curigesien mode ON 

Sudah lamaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa.... (sangking lamanya) aku mendengar berita tentang ketidaknyamanan guru di SMP. Apa sebenernya ini ya, yang jadi pendorong keluarnya bu Adek... *mikir, bertopang dagu... 

Betewe, aku jadi teringat saat-saat bu Adek pertama kali masuk ke YPR. Waktu itu lagi rame-ramenya demonstrasi guru. Guru di SMP pada mogok ngajar. Semua, bukan cuman 1 atau 2 guru. Yang nggak mogok cuman 4 guru dari 60-an guru :D (Aku masih ingat nama-namanya) Nah, jadi saat itu juga yayasan mati-matian nyari guru. Waktu itu aku mbantuin HRD (sapa ya namanya?) karena Buk HRD yang terhormat orang baru + sakit + macem-macem. Aku menawarkan diri untuk mbantu. Dan itu kulakukan voluntarily. Catet: voluntarily

Oke deh, nggak usah nyolot sendiri. Balik ke guru mogok dll. Selain yayasan buka lowongan, aku juga bergerilya nyari guru. Guru-guru yang masih baik hati sama yayasan aku mintain tolong pasang mata, nyarikan guru. Termasuk salah satunya ke Bu Irni. Ibu ini ngajar nari. Bu Irni menjanjikan akan mencarikan guru tari dari sanggar-sanggar. 

FYI aja, jaman itu, nyari guru susah. Guru yang diwawancarai belum-belum udah nanyak: "yayasannya mau ditutup ya bu?" #__# Intinya: guru-guru itu nggak percaya yayasan ini bakalan umur panjang dan mereka takut akan nasib mereka kalo jadi kerja di yayasan. Jadi, begitulah situasinya: guru lama mogok, calon guru takut masuk. Nah! Makanya, aku lebih memilih nyari guru dengan 'gerilya'. 

Colek sana colek sini. Desak sana desak sini... hihi... termasuk Bu Irni aku tanyain terus, 'mana guru tarinya?" Eh, suatu pagi yang indah, muncullah seorang ibu yang cantik rupawan. Dandannya modis, senyumnya manis. Ternyata ini dia orangnya: bu Sri Raudhah Basyar alias bu Adek. Bicara-biciri sama aku, trus aku teruskan ke yang maha kurawa Ibu HRD Yang Terhormat. Singkat kata, bu Adek diterima. 

Legaaa... satu orang guru masuk. Masih nyari puluhan guru lagi.. xixixi... Eh, ternyata bu Adek orangnya asyik. Kreatif, seneng mencoba sesuatu yang baru, selalu maunya lebih lagi lebih lagi. Sound familiar ya... ya iyalah! Akyu juga kayak gitu... hehehe... Mungkin karena itulah kami cocok. Bedanya, bu Adek ramah dan ceria. Aku sudahlah jelek, galak, hidup lagi...! wkwkwkwk! 

Setiap ada 17-an atau Sumpah Pemuda atau 10 November Bu Adek nggak pernah enggak bikin pagelaran tari dengan anak-anak. Padahal sekolah juga nggak minta lho. Beliau berinisiatif. Hasilnya, acara jadi meriah. Anak-anak senang. Event-event itu jadi berkesan. Kalo ada lomba, nggak pake ba-bi-bu lagi Bu Adek mbikin tari dan nyiapkan anak-anak. Wes, pokoknya menurutku enak banget kerja sama sama bu Adek. 

Selama kerja sama dengan bu Adek aku jarang ngerasa gondok (psst... kecuali musim mid, ujian, ato rapotan, itu memang musim gondok nasional). Mungkin-mungkin bu Adek yang musti sering ngelus dada karena aku yang .... ehem! ehem! (jahat, maksudnya... hihihi..) Cumaaaan, memang sejak kepsek ganti dari Pak Mul ke Yth. Ibu Kepsek, SMP seperti pindah dari pelukan domba ke mulutnya harimau dan buaya sekaligus. Sejak itu orang-orang sering mengeluh. Who doesn't? Seperti budak di jaman Firaun. Seperti jewish di jaman Hitler. You name it lah... 

Nah, nah, nah, waktu aku sudah out dari udara SMP, aku nggak pernah dengar lagi keluhan guru-guru SMP. Hanya beberapa gelintir aja yang masih suka curhat via BBM ato inbox fb. Terus terang, aku lega. Oooh... berarti keadaan udah berubah. Syukurlah... Makanya, bak petir di siang bolong rasanya waktu dengar bu Adek resign. What's wrong? What happened? Kalo nggak ada apa-apanya, masak iya keluar? Maksudku, bu Adek yang aku tau bukan tipe orang suka duduk-duduk mawon di rumah (biarpun secara finansial beliau mampu). Sejak awal bu Adek bilang: "Ini eksistensi Adek, bukan uang yang Adek cari..." 

Aku kembali ke masa 6 tahun lalu. Waktu yayasan susah banget cari guru. Guru lama mogok, calon guru enggan masuk. Menurutku, kesediaan bu Adek jadi guru dalam situasi itu adalah blessing buat sekolah dan yayasan. Bayangkan, yang sekarang petantang petenteng jadi Ibu Kepsek Yth. dulunya dimintai tolong ngangkut tim dari yayasan dengan mobilnya aja ENGGAN. Alasannya nggak searah. Artinya apa, ketika susah, dia milih untuk aman. Nah, ini, yang udah bersedia jadi guru, mengajarnya pun baik, disayang juga sama anak-anak, mengapa...? *duh, gak sanggup ngomongnya... 

Orang gampang lupa. Mungkin untuk yang seperti itu harus ada gegar otak langsung dari Tuhan, supaya ingat lagi. 

Btw, bu Adek, terima kasih karena dulu mau menanggapi ajakan bu Irni. Makasih karena selama kerja sama, aku selalu teringat hal yang baik dan menyenangkan. Jangan kawatir, langit itu luas, jadi selamat 'tabang hambua'! Kita ketemu dalam kreasi-kreasi kita yaaa.... Mmuahh! 

***  

Pekanbaru 
26 September 2012 11:25 
Agnes Bemoe