Follow Us @agnes_bemoe

Tuesday 27 August 2013

Santo Agustinus, Pujangga dari Afrika

August 27, 2013 0 Comments
 
Santo Agustinus, dari Pendosa menjadi Orang Kudus


Melihat beberapa penulis yang membuat promosi lewat video, saya kok jadi kepingin.

Saya coba-coba buat untuk buku anak tulisan saya "Kumpulan Kisah Santo Santa".

Kebetulan hari ini adalah Pesta Peringatan Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja. Kisah Santo Agustinus ada dalam buku saya tersebut. Saya suka cerita Santo Agustinus karena luar biasa pertobatannya! Sebenarnya saya nge-fans sama ibundanya, Santa Monica. Santa Monica berdoa tak kunjung putus buat putranya yang hidupnya amburadul; mabuk-mabukan, penjudi, menelantarkan anak dan istri. Doa tak kunjung putus itu ternyat berbuah manis. Santo Agustinus bertobat, dan bahkan menjadi orang kudus.


Ngomong-ngomong, videonya bisa disimak di sini: Santo Agustinus, Pujangga dari Afrika.

Selamat Pesta Santo Agustinus!

Pekanbaru, 28 Agustus
@agnesbemoe

Thursday 22 August 2013

MENGENANG BAPAK

August 22, 2013 0 Comments

Hari ini, 26 tahun yang lalu, Bapak meninggal.
Bapak, selalu dan always, tergambar sebagai orang yang kaku dan keras buatku. Padahal, kalau aku gali lagi kenangan-kenangan masa kecil, Bapak tidak selalu seperti itu.

 
Bapak, bir Bintang, dan rokok Gudang Garam

PIANO KECIL
Ini mungkin yang pertama bisa kuingat. Aku tidak tahu berapa umurku. Yang jelas, belum sekolah karena kami masih tinggal di Surabaya. Hari itu aku ulang tahun. Bapak tidak ada. Sepertinya ada tugas ke luar kota.
 

Malam hari baru Bapak datang. Bapak tidak lupa bahwa aku ulang tahun. Beliau bawa sebuah piano mainan, piano kecil sebesar sebuah keyboard. Jaman itu, yang seperti itu adalah yang paling super duper kerennya! Aku ingat, kakak-kakakku iri berat.

RECEHAN DARI KALIMANTAN
Waktu aku SMP Bapak ditugaskan di Samarinda. Kami tidak ikut. Jadi, aku di Pasuruan, Jawa Timur, Bapak di Samarinda. Bapak jarang pulang. Suatu kali, Bapak pulang. Bapak bawa oleh-oleh yang aneh bin ajaib.
 

Kumpulan recehan disimpan di kaleng biskuit!
 

Recehan ini rupanya berasal dari kembalian Bapak kalau beli rokok. Jadi begini, harga rokok waktu itu tidak pas, selalu ada kembalian Rp. 50,-. Nah, setiap kali mendapat kembalian, Bapak menyimpan kembalian itu. Tidak disangka, setelah sekian lama (setahun lebih kalau aku tidak salah) recehannya terkumpul sampai sekaleng penuh biskuit Nissin!
 

Aku merasa, Bapak pasti teringat anak-anaknya biarpun sejauh apa pun beliau ditugaskan.

WAKTU AKU MERAJUK
Ini ceritanya aku SMP. Pas dapat tugas jadi pasukan Paskibra untuk Kabupaten Sumba Barat. Salah satu kewajibannya adalah punya seragam putih-putih, sepatu hitam, kaus kaki putih, dasi hitam, kaus tangan, dll.
 

Apa daya, pas aku lagi sibuk dengan kebutuhanku, pas juga ibuku sibuk dengan Dharma Wanitanya. Beliau tidak sempat mengurusi keperluanku. Maka, merajuklah diriku.
 

Aku berkurung di kamar, marah, menangis, menyesali nasib dengan lebaynya… hehehe…
Sampai malam, akhirnya aku tertidur sendiri.
 

Lalu, aku tidak tahu sudah jam berapa, Bapak masuk ke kamar. Beliau tanya apa saja yang jadi kebutuhanku. Aku bilang blah blah blah… (tentu saja sambil cemberut). Lalu, aku tidur lagi.
 

Besok paginya, aku kaget setengah mati. Di atas meja belajarku sudah ada seragam, kaus kaki, sepatu, dasi, dll. Hah? Berarti Bapak mencari semuanya itu malam-malam? Ya, ampuun!
 

Sampai sekarang, dasi yang dibelikan Bapak masih aku simpan lho! 


LIMA SEKAWAN
Aku dan Bapak dalam perjalanan dari Waikabubak, Sumba Barat ke Malang. Kami berhenti sebentar di Denpasar. Saat itu aku barusan lulus SMP dan mau lanjut SMA di Malang.
 

Di Denpasar kami jalan-jalan ke toko (yang mana, BUKAN kebiasaan Bapak. Bapak tidak suka jalan-jalan). Bapak bilang, cari kebutuhan untuk di Malang (maksudnya pakaian, dll). Oke, aku cari dan dapat. Ternyata Bapak menawarkan lagi: cari buku yang aku suka. (Wow, kejutan! Tumben martumben.)
 

Aku langsung memilih 1 set Lima Sekawan. Ya bener, tidak salah baca: 1 set (sekitar 15 buku kalau aku tidak salah). Pikirku, kalau tidak dikabulkan, ya sudah.
 

Ternyata, Bapak cuma melihat lalu membayar, tanpa komentar, yang mana amat sangat ajaib. Baru sekali itu aku ditraktir Bapak besar-besaran gitu… hehehe…

PENGUMUMAN KE ORANG SEKAMPUNG
Seperti aku bilang, Bapak bukan orang yang ekspresif.
Nah, kali ini ceritanya kami di kampung halaman Bapak di Maget Baomekot di Maumere, Flores. Aku baru saja naik dari kelas 1 SMA ke kelas 2.
 

Di suatu malam, ada pertemuan dengan keluarga di kampung. Tahu tidak apa yang Bapak lakukan? Bapak membawa, memegang, dan menunjukkan raporku ke keluarga di kampung! Sambil beliau bilang, betapa bangganya beliau padaku karena bisa meraih ranking di SMA. Beliau bilang aku dari SMP kampung (maaf ya, SMP Katolik Waikabubak…) tapi bisa mendapat ranking di SMA favorit di Malang.
 

Bapak begitu berapi-api. Hwadoh, di satu sisi aku malu, di sisi yang lain aku bangga bukan kepalang!

BERUSAHA BANGUN
Bapak sudah sakit keras. Kena kanker usus besar stadium akhir.
Aku sendiri sibuk untuk keberangkatanku dari Malang ke Yogyakarta karena aku diterima di IKIP Yogyakarta melalui jalur PMDK.
 

Aku mengurus keberangkatanku sendiri. Mulai dari mendaftar ulang, mencari tempat kos di Yogya, membayar ini itu, semua aku urus sendiri. Bapak, yang biasanya mengurusi kami, sedang sakit berat. Jangankan berjalan, beranjak dari tempat tidur pun sudah tidak bisa.
 

Pagi itu, aku mau berangkat. Travel sudah datang menjemput. Aku langsung ke kamar untuk berpamitan pada Bapak.
Dan, apa yang aku lihat: Bapak duduk bersandar di tempat tidurnya!
 

Ya, mungkin gerakan bersandar itu biasa saja buat yang sehat. Tapi buat Bapak yang sudah hampir bulanan “lumpuh” itu sangat tidak masuk akal!
 

Sampai sekarang, aku belum bisa membayangkan bagaimana Bapak menarik tubuhnya supaya bisa duduk untuk mengantarkan kepergianku. 



 

AKU DI JOURNAL BAPAK
Banyak sekali kenangan akan Bapak. Aku rasa tidak cukup sehari, atau selembar dua lembar untuk menuliskannya.
Yang satu ini adalah favoritku.
 

Aku membongkar-bongkar barang-barang Bapak ketika kutemukan agenda Bapak. Isinya semacam journal: kegiatan kerja sehari-hari. Oh, ya, agenda itu adalah agenda tahun 1968, tahun kelahiranku. Penasaran, aku menuju ke bulan Juni.
 

Di tanggal 15, hari Sabtu Wage, Bapak menulis (dengan tulisan kunonya yang khas): Du’a lahir.

***

Terima kasih, Tuhan, sudah memberiku Bapak yang luar biasa: kesannya saja tegas, kaku, diam, padahal penuh letupan cinta. Tuhan, izinkan Bapakku beristirahat dalam damai. Percayalah, Bapak sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik. I love you, Bapak.


***

Mengenangmu dengan cinta:
Du'a

Pekanbaru, 23 Agustus 2013

Monday 19 August 2013

Pray for Egypt

August 19, 2013 0 Comments
Semoga yang bertikai, berdamai.
Semoga kerendahhatian didahulukan daripada kecongkakan
Semoga kelemahlembutan mengalahkan kemarahan.
Damai, buat semua saja, untuk segala kelompok.
Semoga, mampu melihat manusia dalam diri orang lain yang berbeda golongan.

Photo Credit: Agnes Bemoe
Pekanbaru, 20 Agustus 2013
@agnesbemoe

Tuesday 13 August 2013

BUKAN CERITA ANAK: Singa Tua yang Bertobat

August 13, 2013 0 Comments
Sumber Gambar: http://images5.fanpop.com/image/photos/28900000/Scar-vs-Simba-the-lion-king-28921890-429-347.png


Thor, seekor singa tua yang sangat disegani, membuat keputusan mengejutkan.
"Aku mau bertobat! Aku akan bergabung dengan kawanan kerbau dan keledai." Ia berseru lantang dari batu karang tinggi tempatnya berdiri. "Aku tidak akan berbuat kejahatan lagi!"

Kawanan kerbau dan keledai menyambut Thor dengan suka hati. Mereka bersyukur, Thor yang kejam akhirnya bertobat.
"Ini adalah tanda kehebatan kaum kita. Lihatlah, seekor singa yang sangat buas dan kejam bisa kita pertobatkan!" Petuxa, pemimpin kerbau berseru.
"Mulai sekarang, tidak ada yang boleh mengganggu Thor. Dia harus kita lindungi!" Govlax, pemimpin keledai ikut menambahkan.

Thor, singa tua yang dulunya kejam dan jahat, hidup aman bersama kawanan kerbau dan keledai.

***

Di suatu pagi yang indah, Thor tidak sengaja bertemu dengan Hongak, seekor macan tutul yang jadi kawannya dulu. Hongak juga sudah sangat tua.
"Hei, kawanku! Selamat! Engkau sudah bertobat dan menemukan kedamaian."
"Kedamaian? Pfftttt!!"
Hongak melongo.
"Yang kucari adalah keamanan. Dulu, waktu masih muda, aku bisa mempertahankan diriku. Sekarang, aku sudah tua. Aku harus mencari tempat berlindung. Kalau tidak, bisa-bisa umurku tidak sepanjang ini..."
"Jadi? Selama ini engkau menipu kawanan kerbau dan keledai?" Hongak mengernyitkan dahirnya.
Thor mengangkat bahu.
"Mereka tidak merasa tertipu kan? Malahan, mereka merasa bangga karena sudah berhasil mempertobatkan aku" Thor membuat tanda kutip dengan sepasang telunjuk dan jari tengahnya.
"Wah, engkau sangat pandai, kawan!" seru Hongak.
"Heuheuheu... aku memang tua, tapi tidak bodoh. Ayo, ikut bersamaku. Bertobat... hahaha...!"
Hongak pun  mengikuti jejak Thor.

***

Pekanbaru, 14 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Friday 9 August 2013

Belajar Mencintai dari film "Brave"

August 09, 2013 0 Comments
Sumber: http://www.imdb.com/title/tt1217209/
Saya terhitung amat sangat lambat nonton film ini. Baru nonton kemarin di HBO.

Merida melakukan kekeliruan besar ketika ia melawan tradisi keluarganya. Ia sebenarnya hanya merasa muak dengan tradisi yang dirasakannya terlalu mengekang dirinya. Butuh waktu lama sampai akhirnya ia menyadari bahwa egonyalah yang menimbulkan kekacauan: ibunya berubah menjadi beruang, adik-adiknya juga, ayahnya menghadapi ancaman kudeta dari pendukungnya.

Yang langsung saya nikmati dalam film ini adalah pesannya. Ayah atau ibu bisa menjadi sosok yang dominan dan kaku karena suatu sebab. Ini potensial menimbulkan perlawanan di hati anak-anaknya. Namun, pada akhirnya, cinta kasih orang tua (yang kemudian menular pada anaknya) menyelamtkan keluarga dari kehancuran. Pesan cinta inilah yang pertama-tama membuat saya suka pada film ini.

Biarpun digambarkan sebagai sosok yang sangat cerewet, kuno, dan konvensional, saya yakin ibu Merida mendidik anak-anaknya dengan jiwa demokratis. Kalau tidak, tidak mungkin ia mendapatkan seorang anak seperti Merida. Kalau tidak ada demokratisasi dalam keluarga, pasti karakter Merida adalah anak "manis", "penurut", "jauh dari masalah", dll. Pilihan ayah dan ibu Merida untuk mendidik anak-anaknya dalam suasana demokratis ini adalah hal lain yang membuat saya senang.

Beberapa cerita (buku, dalam hal ini) sering menggambarkan keluarga ideal adalah keluarga tanpa masalah. Bila ada masalah maka penyelesaiannya adalah dengan memuaskan ego masing-masing (sambil membungkusnya dengan kata-kata indah semata). Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah cerita yang isinya kurang saya setujui. (Baca: Buku Cerita yang Bikin Saya Emosi). Film ini seperti jadi "pengobat" kedongkolan saya karena adanya buku-buku semacam itu.

Film "Brave" menggambarkan bahwa anggota keluarga bisa saja terdiri dari orang-orang yang jauh dari sempurna. Tetapi, mereka penuh cinta. Cinta yang tulus, bukan yang manipulatif. Cinta yang memberi untuk orang lain, bukan meminta orang lain untuk berkorban bagi diri sendiri.

Bila film "Brave" sering dikaitkan dengan keberanian Merida mencari takdirnya, saya malah mengasosiasikannya dengan cinta tulus di dalam hatinya kepada keluarganya. Cinta itu tentu saja tidak tumbuh begitu saja. Melalui kecerewetan dan kekunoannya, ibu Merida sudah duluan mengirimkan pesan cinta itu pada anak-anaknya.

Hasilnya, keluarga ini bisa menemukan jalan keluar dari permasalahannya dengan luar biasa: ketika semua anggota keluarga bersedia berkorban buat yang lain, ketika itulah "kutukan" terpatahkan.

Pesan yang luar biasa inilah yang membuat saya menyukai film ini.

Saya berharap semakin banyak orang mau mencari hal yang benar dan tidak lagi bersembunyi pada hal-hal manipulatif semata.

***

Pekanbaru, 10 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Selamat Hari Raya Saraswati

August 09, 2013 0 Comments
Hari raya Saraswati adalah hari turunnya Ilmu Pengetahuan. Umat Hindu Dharma di Bali merayakannya setiap 210 hari sekali pada Sabtu (Saniscara), Umanis (Legi), Watugunung. Pada hari saraswati dilakukan pemujaan pada Dewi Saraswati sebagai Dewi Ilmu Pengetahuan dan Seni. (Sumber: Wikipedia)

Sumber Gambar: http://hindubatam.com/upacara/dewa-yadnya/hari-saraswati.html
***

Pekanbaru, 10 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Wednesday 7 August 2013

Buku Cerita yang Bikin Saya Emosi

August 07, 2013 0 Comments
Kemarin saya baca satu buku anak yang bikin emosi berat! Sumpah, saya tidak akan pernah mau memberikan buku itu pada anak perempuan mana pun yang saya temui.

Hampir seluruh isinya bertentangan dengan apa yang saya yakini benar. 

Buku ini menceritakan tentang anak korban perceraian kedua orang tuanya. Penulis tidak memilih pendekatan ilmu pengetahuan dalam bacaan ini. Tidak ada penggambaran anak sebagai korban perceraian secara spesifik (penggambaran psikologis, maksud saya). Hanya digambarkan tokoh merasa sedih (yang mana bisa dialami oleh semua anak, entah dia kehilangan pensil kesayangannya, atau kehilangan teman).

Yang membuat saya mutung berat adalah pesan yang amat jelas dari cerita itu yang mengajak pembaca kecilnya untuk menerima begitu saja perceraian. Tokoh dalam cerita itu digambarkan begitu mulia karena bisa memahami hati ibunya dan menerima (dengan mudahnya, tanpa sedikit pun efek psikologis) ketiadaan ayahnya.

Mengapa anak yang dipaksa untuk dewasa dan menerima situasi tidak enak itu? Mengapa bukan kedua orang tuanya yang nota bene umurnya tiga-empat kali lipat dari si anak yang belajar untuk mengatur hidupnya menjadi lebih dewasa (termasuk diantaranya ialah fighting for their marriage)?

Kita hidup di zaman yang mendevaluasi nilai-nilai perkawinan. Menikah gampang. Bercerai pun gampang. Pernikahan bukan sesuatu yang worth a struggle. Yang membuat saya sangat sedih adalah sejak dini anak sudah "dipersiapkan" untuk menjadi the quiters. Terimalah, Nak, upahnya adalah gelar "anak baik" :p 

Orang tua mereka boleh egois mencari kesenangan dirinya sendiri. Supaya anak tidak protes, maka sedini mungkin mereka sudah dicekoki untuk menerima perceraian itu perilaku mulia. God! Manipulasi sejak dini!


Sumber Gambar: http://static6.depositphotos.com/1150740/673/v/950/depositphotos_6737332-Cartoon-happy-family-on-walk.jpg

Tidak menafikan bahwa menghidupi pernikahan tidak gampang. Namun, saya sangat mempertanyakan mengapa tidak dibangun sisi lain dari kesulitan hidup karena perselisihan keluarga itu? Misalnya, anak melihat ayah dan ibunya bertengkar (seperti dalam cerita yang saya baca), suasana tidak enak, ayah-ibu-anak jadi seperti orang asing. Tapi lalu ada usaha melalui komunikasi intens yang cerdas dan dewasa sehingga anak belajar: orang tua pun bisa bermasalah namun mereka bisa menyelesaikannya dengan cantik dan elegan. Mengapa bukan sisi ini ya yang ditonjolkan?

Saya sangat menyesalkan ada penulis yang tega menuliskan hal ini. Saya juga menyesalkan ada penerbit yang tega menerbitkan buku ini. Maaf seribu maaf, menurut saya buku ini adalah manipulasi dan pembodohan. 

Sampai dengan pagi ini saya masih merasa dongkol dengan buku dan pemikiran di dalamnya. 

Lalu saya teringat akan pembicaraan dengan seorang teman: kita hidup dalam heterogenitas. Tidak hanya suku, agama, ras, atau kelompok, tetapi juga ide. 

Sangat besar kemungkinan kita berbeda pendapat, ide, dan keyakinan. Menjadi gondok adalah hak saya, tetapi kemudian berlarut-larut dengan membenci penulisnya ataupun penerbitnya, rasanya juga bukan tindakan yang pantas. 

Yang perlu saya lakukan adalah menerima kenyataan bahwa saya dan penulis punya pemikiran berbeda. Itu fakta. Menerima, itu tantangan yang tidak ringan buat saya. 

Mudah-mudahan dengan ini saya bisa belajar untuk semakin menerima kenyataan bahwa perbedaan pendapat tidak bisa dielakkan: saya tetap tidak setuju pendapatnya, tetapi tidak berarti saya tidak bisa terus membaca karya-karyanya ataupun bersilaturahmi dengan penulisnya (sambil inhale dan exhale....)

***

Pekanbaru, 8 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Selamat Hari Raya Idul Fitri 1434 H / 2013

August 07, 2013 0 Comments

Semoga saudara-saudariku yang Muslim diberi berkat dan rahmat dari Tuhan Yang Maha Esa. 
Semoga kita semua saling hormat menghormati dan saling sayang menyayangi dalam keberagamanan kita.
Aku juga mau berdoa buat saudara-saudariku yang jadi korban Lapindo, yang ada di daerah bencana, yang ada di daerah konfik. Tuhan memberkati kita semua. Amin

Salam,
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Monday 5 August 2013

Ngobrol yang "sesuatuh" dengan Eva Nukman

August 05, 2013 0 Comments
Paparon's, 5 Agustus 2013
Nyaris tak jadi bertemu karena saya menyangka Eva sedang istirahat ketika telepon saya tak berjawab. Ketika saya sudah di daerah Gramedia, Eva balik menelpon. Oke, saya pun putar haluan, kembali ke daerah Awal Bros.

Ini merupakan pertemuan kedua saya dengan Eva. Pertemuan pertama waktu di Singapura Mei lalu. Waktu itu kami (tentu saja) tidak sempat ngobrol panjang lebar. Kali ini ternyata berbeda.

Sehabis mencari oleh-oleh khas Riau di Mekarsari, kami nongkrong di Paparon's Pizza.

Untuk early warning (hehehe...) saya ini sebenernya bukan tipe pembicara. Intinya, kemampuan tulis saya lebih bagus daripada kemampuan lisan. Kalau menulis mungkin (mungkin lho) saya kelihatan luwes gitu ya. Padahal, kalau ketemuan untuk bicara, saya suka mendadak gagu.

Eh, ternyata, berhadapan dengan Eva, rasanya seperti lupa kalau saya pengidap gagu akut! Hehehe....

Banyak point penting dan menarik yang saya pelajari dan saya resapkan. Banyak hal bisa saya buat untuk bahan refleksi saya. Beberapa di antaranya saya sharing-kan di sini ya.

  1. Ada tanggung jawab yang tidak ringan, ada idealisme yang harus terus dihidupkan dalam menulis cerita anak. 
  2. Bersinergi dengan semua pihak adalah cara yang paling masuk akal untuk meningkatkan kualitas bacaan anak di Indonesia.
  3. Ke dalam, penulis (saya, maksudnya) harus terus menerus belajar. Jangan pernah puas dengan keberhasilan sesaat. Jangan terjebak dalam euforia semata. --> Untuk point ini, kedengarannya sudah sering disebutkan ya. Yang menjadi masalah adalah daya refleksi dari masing-masing orang dan keingingan untuk menginternalisasikannya.
  4. Anak adalah proyek hidup yang tidak main-main (karena tanggung jawabnya kepada Tuhan). Bila kepada anak ditanamkan yang jahat (dengan bungkus yang "indah") maka suatu saat kelak kita semua akan menuai banyak kejahatan (atau, sudah ya?). Itu berarti berlaku pula sebaliknya. 
Mungkin ada beberapa hal yang terlewat. Namun, itu tidak menutupi kenyataan bahwa obrolan sore itu benar-benar obrolan yang sangat saya nikmati. Point-point di atas mungkin terasa biasa. Memang benar. Yang luar biasa adalah detil-detil pembicaraan (yang sayangnya off the record untuk kepentingan FBI.... bhwahahaha....!!)

Andaikan, andaikan saja, lebih banyak orang Indonesia berpikir dengan pola pikir Eva Nukman, mungkin kita bisa mendapatkan lebih banyak anak-anak yang lebih cerdas (dalam artian yang sangat luas, bukan sekedar tahu calistung, atau pintar berbahasa Inggris).

Ada empati, ada kerendahhatian, ada wawasan, ada perpektif yang bervariasi dalam pembicaraan sore itu. Saya rasa, atmosfer semacam inilah yang perlu terus dihidupkan. Tidak hanya dalam pembicaraan antara orang dewasa, tetapi juga dalam cerita-cerita anak yang kita tulis. Atau, mungkin dibalik yah? Jangan hanya gagah dalam tulisan anak, tapi sebaiknya hidupkan dulu dalam penerapan pribadi penulisnya.

Sayangnya, waktu jualah yang memisahkan kita (cie! klise berat!) Malam itu Eva berangkat ke Padang menuju ke rumah orang tuanya. Saya sendiri harus menjalankan tugas negara sebagai supir pribadi. 

Saya tutup tulisan ini dengan sepenggal lirik sebuah lagu Minang berjudul "Pasan Mandeh". Liriknya tidak ada hubungannya dengan isi pembicaraan. Saya tuliskan hanya karena potongan lirik ini adalah potongan favorit saya:

Nan bak pasan Mandeh, usah takuik, Nak, jo ombak gadang
Riak nan tanang, oi Nak Kanduang, mambawo karam
Biar luko dek sambilu, cek gak diubek nan jo pilarang
Ratok malereng, oi Nak Kanduang, bisonyo tajam

 
***

Pekanbaru, 6 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Saturday 3 August 2013

DEWS of LIFE [DoF]: Sirih Belanda

August 03, 2013 0 Comments

 Dia mengamati daun-daun sirih belanda yang menjulur memenuhi taman kecil di belakang rumahnya. Dia sungguh tak menyangka tumbuhan itu akan bertahan hidup.
Beberapa waktu yang lalu, tumbuhan itu tertimbun bahan bangunan. Ya, ia harus merenovasi rumahnya. Akibatnya, beberapa tanaman kesayangannya harus dikorbankan, termasuk sirih belanda itu. Dia merasa sayang sebenarnya. Sirih belanda itu hadiah dari sobatnya sendiri.
 


Di suatu pagi yang cerah ia melihat keajaiban yang tak berani diharapkannya: sepucuk kecil sirih belanda muncul dari sisa-sisa bahan bangunan. Sirih belanda itu ternyata tidak mati! Berikutnya, pucuk-pucuk kecil yang lain bermunculan dari balik sisa bahan bangunan itu.

Dia menghela napas. Sangat dalam. Sirih belanda pemberian sahabatnya itu bertahan di bawah tekanan sisa bahan bangunan. Namun, persahabatannya tidak.
 

Dia teringat ketika masa suram itu datang menimpanya. Ia diberhentikan dengan semena-mena dengan tuduhan bermacam-macam: koruptor, pencuri, penghasut, dan lain sebagainya. Semuanya itu karena ia tidak mau ikut-ikutan bermain kotor di kantornya. Ganjarannya adalah pengucilan sampai dengan pemecatannya.
 

Saat itu adalah saat yang sangat gelap buatnya. Namun, yang lebih membuatnya terkejut adalah ketika menyadari bahwa orang-orang di sekelilingnya ternyata tidak seperti yang diduganya. Sahabatnya itu, ikut-ikutan juga melempar batu kepadanya ketika ia sedang jatuh terpuruk.
 

Kenyataan di depannya itu telak menampar kepercayaannya selama ini. Selama ini ia yakin, tidak mungkin hal-hal duniawi mengalahkan nilai-nilai persaudaraan dan persahabatan. Ternyata, ia keliru. Bila disuruh memilih, orang ternyata lebih suka pada pilihan pragmatis. Sahabatnya itu harus ikut-ikutan melempar batu, atau kehilangan jabatannya.

Sekarang, bila sedang sendirian di taman belakangnya itu, mau tak mau ia teringat kembali semuanya. Ia sudah kehilangan semuanya, termasuk sahabatnya.  Namun, rimbun sirih belanda di sana seolah membisikkan sesuatu yang lain. Sebenarnya ia telah mendapat ganti yang luar biasa. Ia mendapat pelajaran hidup dari tanaman hijau segar itu: hidup adalah melanjutkan perjuangan. (db)


Pekanbaru, 9 Pebruari 2012
Agnes Bemoe 


====================

Tulisan ini pernah dimuat di Majalah Sekar, Maret 2012 di rubrik Kata Hati dengan judul "Kenangan Sirih Belanda"

Agnes Bemoe
@agnesbemoe

Friday 2 August 2013

MARIANO, IN LOVING MEMORY

August 02, 2013 0 Comments

Mariano, lahir di Dumai, 31 Agustus 2001, berangkat di Pekanbaru, Jumat, 26 April 2013.Hari ini adalah 100 hari kepergiannya.

***
Pagi ini di facebook saya menemukan cerita yang luar biasa berjudul Hanger. Teringat pengalaman-pengalaman dengan Nino.


Catatan: gambar-gambar di atas bukan gambar Mariano. Tetapi, sangat mirip dengan Mariano. Mariano adalah seorang border collie.


Yang merindukanmu, yang menyayangimu,

Mami

Thursday 1 August 2013

MY THOUGHTS [MT]: Berterima Kasih pada Miss Nyebelin

August 01, 2013 4 Comments
Sumber Gambar: http://writerunboxed.com/wp-content/uploads/2011/06/OHI0007-CatWriterLaptop-500.jpg


Saya punya naskah yang hampir bulanan tertunda! Benar-benar otak rasanya buntu buat meneruskannya. Setelah memaksakan diri beberapa kali dan tetap tidak berhasil, akhirnya naskah itu saya tinggalkan dulu. Saya melanglang buana ke naskah lain dan rajin menulis di blog... hehehe...

Lalu, sudah dua hari ini saya mulai lagi mengintip naskah macet itu. Lumayan, dari yang bumpet sama sekali, sekarang dapat tiga cerita. 

Apa yang membantu saya?

Kegiatan melanglang buana jelas sangat membantu menyegarkan pikiran saya. 

Yang kedua, rasa tanggung jawab sama mbak editor membuat saya merasa tidak enak setiap kali melirik folder naskah tersebut. 

Yang terakhir inilah yang tidak saya duga: ingatan akan beberapa orang menyebalkan di sekitar saya ternyata membantu menyumbangkan ide cerita!

Terus terang, saya jadi asyik sendiri ketika menuliskan cerita berdasarkan pengalaman saya bertemu dengan orang-orang menyebalkan. Seolah-olah saya sedang bergossip melalui cerita yang saya tulis. That made me feel good. Even better!

Silakan dianalisa deh, perilaku saya ini wajar atau tidak.

Saya hanya berpikir, saya bisa mendapat ide dari mana saja, termasuk dari orang-orang yang bersikap tidak menyenangkan kepada saya. 

Melalui tulisan pendek ini saya malah mau berterima kasih pada mereka. Perilaku mereka menyumbang ide yang tidak sedikit buat saya. Eits, bukan berarti saya menyetujui perilakunya ya. Saya hanya berusaha to take the sad song and make it better (Hey, Jude! - The Beatles)

Mudah-mudahan selanjutnya saya menulis dengan lebih lancar lagi deh!

***

Pekanbaru, 2 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: (Per) Jodoh (an) di Tangan Tuhan

August 01, 2013 8 Comments
Judul       : Finding You
Penulis    : Yudith Fabiola
Genre      : Novel
Penerbit   : PT Bhuana Ilmu Populer 




Jodoh di tangan Tuhan, kata orang. Sedangkan perjodohan dianggap di tangan manusia. Novel berkaver biru lembut ini sepertinya menawarkan ide berbeda. Perjodohan terkadang adalah skenario dari Tuhan juga.

Contohnya adalah Sekar Alamanda. Sekar Alamanda adalah gadis yang selalu diganjal oleh perjodohan.

Tedi, kekasihnya, menikahi gadis lain pilihan orang tuanya. Sejak itu, ia makin benci  kata "perjodohan". Ia lalu bertemu dengan Adi, yang ternyata adalah sepupunya. Ketika ia mulai merasa jatuh hati dengan pemuda super usil itu, ternyata ibunya datang dengan berita bahwa mereka memang dijodohkan. Sekar tentu saja tak terima! Ia ingin menikah dengan Adi karena keduanya memang saling mencintai, bukan karena perjodohan.

Lalu, muncul dokter Danny, mantan dosennya, yang diam-diam mencuri perhatiannya. Seperti terkena kutuk oleh kata "perjodohan", dokter Danny pun ternyata sudah dijodohkan. Nah! Sekar Alamanda, dokter gigi muda yang cantik, pintar, kaya, harus gigit jari dengan nasib percintaannya.

Novel ini sangat enak dibaca. Gaya berceritanya halus, lembut, dan santun dengan selipan joke-joke ringan di beberapa tempat. Setting tempat di Cina dan Singapura membantu membangun sisi romantis dari novel ini. Apalagi penulis juga piawai menyelipkan bahasa Mandarin yang kedengaran eksotis bagi saya yang tidak familiar dengan bahasa ini.

Yudith Fabiola, penulisnya, menyusun ceritanya dengan gaya seolah-olah sedang bermain puzzle. Ia meletakkan sepotong demi sepotong cerita dengan rapi. Cerita pun terbangun dengan beberapa kejutan di sana sini.

Yang agak mengganggu buat saya adalah karakterisasi tokoh-tokohnya; dokter Danny, Adi, dokter Angelika, Nining, dan akhirnya Sekar Alamanda sendiri.  Pola "dua tokoh utama berlawan jenis yang sangat sempurna fisik dan perilaku" ditambah "tokoh antagonis yang sirik" lalu "pemeran pembantu yang ngocol, berantakan, dll" sepertinya adalah pola yang sudah sangat umum. Tidak ada yang salah dengan pemakaian pola seperti ini. Tidak lantas membuat cerita menjadi buruk. Hanya saja, akan lebih menyenangkan kalau ada alternatif karakterisasi yang lain.

Tapi, di luar itu semua, novel ini sangat layak untuk dikoleksi. Ringan, manis, dan sangat menghibur.

***

Pekanbaru, 1 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe