BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: WHERE DO I BEGIN TO TELL THE STORY OF HOW GREAT THE LOVE CAN BE
Judul: Kekasih Jepang (The Japanesse Lover)
Penulis: Isabel Allende
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama, 2017
Where do I begin
To tell the story of how great a love can be
The sweet love story that is older than the sea
The simple truth about the love she brings to me
Where do I start....
Entah kenapa, sambil baca novel ini terngiang-ngiang lagu milik Andy William di atas. Lagu itu sepertinya cocok menyarikan kisah cinta Alma Mendel dan Ichimei Fukuda.
Childhood sweetheart. Berpisah gara-gara Perang Dunia II. Bertemu kembali bertahun-tahun setelahnya dengan cinta yang ternyata bukan sekadar cinta monyet. Namun, takdir punya jalannya sendiri. Biarpun masih saling mencinta, mereka tak dapat bersatu. Norma dalam masyarakat saat itu yang tak menerima perkawinan beda ras adalah salah satu penyebabnya. Ketakutan Alma untuk hidup miskin jadi salah duanya.
Kisah cinta semacam ini bisa jatuh menjadi picisan di tangan orang yang tak tepat. Untunglah tidak terjadi di novel ini. Isabel Allende tidak menuliskan cinta untuk memanfaatkannya sebagai bahan dramatisasi. Beliau menuliskan kisah hidup manusia, yang kebetulan cintanya tersandung takdir.
Saya suka gaya bercerita Isabel Allende yang lempeng, tidak mendramatisir suasana atau memperpanjanglebarkan kalimatnya dengan kata-kata "indah". Kematangan semacam ini malah membuat novel ini menarik.
Novel ini sarat konflik moral tapi saya suka beliau tidak menjudge karakter-karakternya. Beliau memberikan konteksnya dan mempersilakan pembaca menilai sendiri. Saya geram waktu Alma ragu-ragu menikah dengan Ichi karena takut kehilangan kemapanan sebagai orang berada. Dalam angan saya cinta itu 'berani' menghadapi apapun. Namun, melihat lagi latar belakang masa kecilnya, saya bisa memahami keputusan Alma. C'est la vie, konon kata orang Perancis. Hidup punya logika sendiri. Tak semua hal selesai dengan cinta. Karena dekatnya dengan kenyataan hidup inilah novel ini jadi punya daya hujam yang luar biasa ke ulu hati pembaca.
Kisah kehidupan Alma dan Ichi dari kecil hingga menua (80 tahun) inilah yang diceritakan di novel ini, lengkap dengan latar belakang sejarah dunianya; serbuan Nazi Jerman ke negara-negara Eropa disusul pembantaian warga Yahudi, serangan Jepang ke Pearl Harbour, kekalahan Nazi oleh front Ukraina & pendaratan sekutu di Normandia.
Tak hanya peristiwa geo-politik saja, pembaca juga disuguhi perubahan norma dan moral masyarakat dari masa ke masa; perkawinan satu ras/kelas sosial menjadi perkawinan antar ras, seksualitas yang heterogen menjadi terbuka pada homogen, perkawinan yang satu dan tak terpisahkan menjadi permisif pada perceraian dan atau berganti pasangan. Norma/moralitas ternyata subyektivitas kolektif, mungkin itu yang mau dikatakan oleh novel ini.
Namun, novel ini tidak hanya bercerita tentang Alma & Ichi saja. Nyaris semua karakternya punya kisah masing-masing yang tak kalah mengejutkannya. Irina Bazili dengan masa kanak-kanaknya yang penuh teror. Nathanael Belasco dengan rahasianya yang paling dalam, atau Samuel Mendel yang hidup kembali. Biarpun 'rame', tidak sampai merebut perhatian pembaca pada Alma & Ichi.
Ah, tentang novel ini rasanya saya hanya menemukan kebaikan dan keasyikan. Di luar cerita, penerjemahannya juga bagus. Penjilidannya kuat, tidak 'bodol' di beberapa tempat.
Yang saya juga sangat suka adalah kavernya. Kavernya sangat sederhana; bunga gardenia berlatar biru. Tanpa mengetahui jalan ceritanya, kaver ini sudah menarik buat saya. Sederhan, anggun, elegan. Apalagi setelah tahu ceritanya. Tahu apa makna bunga gardenia dan warna biru buat Alma dan Ichi. Salut berat buat desainer sampulnya!
Singkat kata, ini novel recommended banget. 5 / ***** dari saya. Saya penggemar baru Señorita Allende.
***
Pebatuan, 29 September 2020