Follow Us @agnes_bemoe

Tuesday 14 March 2017

MEMBAYAR HUTANG PADA ATUK TENAS

March 14, 2017 10 Comments
Saya suka belajar. Karenanya, senang sekali bisa ikut kegiatan Bimbingan Teknis Penulisan Cerita Rakyat dari Direktorat Kepercayaan kepada Tuhan YME dan Tradisi Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan yang diadakan 6 - 8 Maret 2017 lalu di Bekasi, Jawa Barat.
Awalnya, saya dicolek oleh Mas Iwok Abqary di grup Forum Penulis Bacaan Anak (FPBA). Rupanya, Kemendikbud bekerja sama dengan FPBA sedang mencari penulis untuk proyek penulisan Cerita Rakyat dan Tradisi untuk 7 provinsi di Sumatera, termasuk Riau. Singkat cerita, saya ikut mengirimkan Curriculum Vitae (CV) dan CV saya itu diterima.

NINO dan 'HUTANG' PADA PAK TENAS
Jujur, waktu menerima email dari Kemendikbud tentang proyek ini saya langsung teringat pada 'Nino, Si Petualang Cilik', buku saya yang terbit tahun 2013.

Seperti Nino, proyek ini juga mengumpulkan berbagai tradisi Nusantara dan mengemasnya menjadi sebuah cerita (Sudah pada baca Nino kan ya? :D)

Waktu menyusun Nino itu, sempat terpikir oleh saya alangkah baiknya kalau lebih banyak budaya dan tradisi Nusantara yang bisa diceritakan. Tak nyana, universe conspires, dua tahun setelahnya Kemendikbud mengeluarkan ide yang sama (proyek ini dimulai tahun 2015).

Mengenai Nino, sekitar tahun 2014 saya berkesempatan bertemu dengan Budayawan Riau, Alm. Tengku Nasruddin Effendi (Tenas Effendi). Saya berikan buku 'Nino, Si Petualang Cilik' buat beliau. Beliau sangat senang karena ada buku anak-anak yang peduli dengan budaya Nusantara. Terlebih beliau senang karena Riau juga diangkat. Namun demikian, beliau berpesan untuk tidak melupakan karakteristik budaya Riau. Budaya Riau, menurut beliau, adalah budaya yang berbasis air; laut, sungai, rawa. Alangkah baiknya kalau digali lagi budaya yang berkaitan dengan air ini.

Mendengar petuah itu, dalam hati saya menetapkan keinginan untuk suatu saat menyusun cerita budaya Riau yang berbasis air. Sebagai catatan, dalam Nino saya menulis tentang  'Bakar Tongkang Bagansiapiapi'. Ini tradisi masyarakat Tionghoa di Bagansiapiapi, Riau, untuk memperingati kebulatan tekad mereka untuk tinggal dan berdiam di Bagansiapiapi dengan jalan membakar tongkang yang mereka naiki dari daratan Cina Selatan.

Lagi-lagi, sepertinya universe conspires, dari berbagai pilihan topik, saya mendapat jatah menuliskan tentang Pacu Jalur Sungai Kuantan. Luar biasa senangnya saya! Akhirnya, saya dapat kesempatan menuliskan tentang budaya Riau yang berbasis air! Biarpun bukan buku pribadi, tulisan ini ingin saya persembahkan buat Bapak Tenas Effendi. Kalau bukan karena 'pe-er' dari beliau, mungkin saya tidak sampai ke proyek ini.

KE BEKASI
Beberapa mentor dalam Bimtek ini merupakan nama-nama besar yang sudah malang melintang di dunia perbukuan anak. Salah satunya adalah Sofie Dewayani. Bertemu lagi dengan Sofie Dewayani yang ramah sangat menyenangkan. Terakhir kami bertemu di acara Singtel Asian Picture Book Award 2013 di Singapura. Kami sama-sama menjadi nominee.

Sofie Dewayani menekankan pentingnya mengenali segmen pembaca termasuk kebutuhannya. Sofie juga menegaskan perlunya mengambil sudut pandang anak dalam setiap penulisan buku anak. Penekanan semacam ini penting buat saya yang masih suka egois memaksakan konsep saya sebagai penulis pada pembaca anak.

Saya juga bertemu dengan Pradhika Bestari, editor yang menjadi 'bidan' bagi "Aubrey dan The Three Musketeers" (terbit 2013 di Penerbit Kiddo. Sudah baca juga, kan?) Saya berharap, mbak Dhika berkenan blak-blakan membuka rahasia menyusun cerita berbasis budaya a la Seri Misteri Favorit kesukaan saya. Tapi lalu saya sadar, tidak sesederhana itu menyamakan dua kegiatan ini :D

Namun demikian, ini hal-hal yang saya jadikan pegangan untuk mengumpulkan data dan menyusunnya menjadi cerita. Pertama adalah '5 W + 1 H'. Kumpulkan sebanyak mungkin data terkait tempat, waktu, pelaku, latar belakang, serta bagaimana berlangsungnya. Selanjutnya, kumpulkan juga hal-hal menarik di luar tradisinya, misalnya makanan, pakaian, permainan, atau apa saja yang jadi ciri khas daerah tersebut. Saya rasa, ini menuntut saya untuk jadi lebih peka dan jeli dalam mengamati tradisi yang hendak saya tulis.

BHINEKA TUNGGAL IKA
Yang super menarik buat saya adalah penekanan terus menerus dari Bpk. Sri Guritno, mewakili Direktorat Kepercayaan kepada Tuhan YME dan Tradisi. Beliau menekankan bahwa kebhinekaan Indonesia ini adalah fakta yang harus terus menerus diperjuangkan dan dipertahankan. Untuk itulah Kemendikbud melalui direktorat terkait getol menyiapkan dan menyusun buku tentang tradisi dan cerita rakyat Indonesia ini. Buku yang nantinya disalurkan ke sekolah-sekolah ini diharapkan membuka wawasan anak Indonesia tentang hakikat bangsa dan negara Indonesia.

Sungguh, dalam arus radikalisme agama yang menjamur serta menyusupi Indonesia, yang potensial menghancurkan Indonesia, saya merinding mendengar ada orang pemerintah yang menyuarakan pentingnya menegakkan kebhinekaan Indonesia.

Hal ini diperkuat oleh paparan Bpk. Semiarto Aji Purwanto, Antropolog dari Universitas Indonesia, yang menegaskan perlunya penulis berdiri secara obyektif dalam menulis ulang sebuah tradisi. Dalam obyektivitas itu penulis tidak boleh menghakimi suatu tradisi berdasarkan kepercayaan pribadinya. Dengan itu, kita mendapatkan kumpulan tradisi yang unik dan khas, yang kemudian menjadi kekayaan budaya Indonesia.

Mudah-mudahan hal ini bisa saya pahami benar-benar dan saya terapkan dalam tulisan saya nantinya. Saya cinta Indonesia dan seluruh kekayaan budayanya dan saya tidak mau melihatnya hancur. Saya rasa, saya diberi kesempatan hadir dan belajar adalah untuk menulis hal yang benar tentang Indonesia yang bhineka, bukan yang lainnya.

BIG SURPRISE!
Yang mengikuti buku-buku saya pasti tahu bahwa ada satu nama ilustrator yang hampir selalu ada di buku saya. Benar: InnerChild Std! Tak sangka, saya bisa bertemu dengan Kang Dwi InnerChild di kegiatan itu! Rupanya beliau salah seorang pembicara juga.

Saya penulis baru yang tidak punya pengalaman ketika pertama kali bertemu InnerChild. Namun, InnerChild membuat segalanya mudah buat saya: enak komunikasinya, kerjanya profesional, dan hasil ilustrasinya bagus. Saya bersyukur mengenal InnerChild Std. Lebih bersyukur lagi bisa bertemu langsung! Bayangkan, selama ini hanya 'ribut' di email atau Blackberry (dulu) :D

LALU, PINGGANG BAGAIMANA?
Ini hal pertama yang saya tanyakan pada diri saya sendiri: kuat tidak, mengikuti kegiatan ini. Saya harus duduk sepanjang waktu, sementara duduk adalah musuh besar saya.

Saya mempersiapkan diri. Berenang setiap hari dan refleksi. Saya juga menetapkan, tidak akan memaksa diri. Bila tidak kuat, saya ke kamar dan istirahat.

Hari pertama berlalu dengan mulus. Keesokan paginya saya sempat berenang. Hari kedua, saya sempat kesakitan. Ada beberapa kali -tidak banyak-saya kabur ke kamar buat meredakan pinggang. Biarpun tidak mulus-mulus amat, saya rasa pinggang saya berhasil melewati hari-hari Bimtek ini dengan aman.

TANGGUNG JAWAB
Bangga karena 'terpilih'? Hehehe... senang, pasti. Tapi, saya sadar, kemungkinan faktor minus malum ada. Jadi, saya harus banyak-banyak refleksi. Dan yang terpenting, ini bukan tentang saya. Ini tentang naskah /buku yang nantinya jadi sumber belajar anak. Saya memiliki tanggung jawab profesional dan moral di sini.

Saya berterima kasih atas kesempatan yang luar biasa ini. Semoga saya dapat mengemban tanggung jawab saya dengan sebaik-baiknya.

***

Pembatuan, 14 Maret 2017
@agnes_bemoe