Selingkuh: Sebuah Perjalanan bagi Jiwa
MEINE WELT
January 24, 2015
0 Comments
Judul: Selingkuh
Penulis: Paolo Coelho
Alih Bahasa: Rosi L. Simamora
Hak Cipta Terjemahan Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 320 halaman
Tahun Terbit: 2014
Sebelum membaca saya sudah yakin bahwa buku ini tidak akan membahas perselingkuhan dengan cara pada umumnya perselingkuhan diulas: hati yang terluka karena diselingkuhi, tokoh jahat perebut pasangan orang, serta derai air mata dan pertengkaran sebagai bumbunya. Dugaan saya benar. Namun ternyata ada banyak hal yang tidak saya duga muncul dari novel ini: novel ini tidak bicara selingkuh sebagai selingkuh.
Linda, jurnalis terkenal serta istri dan ibu yang sempurna, hidup mapan bersama suami, anak, dan karirnya. Ia tidak punya secuil alasan pun untuk depresi. Nyatanya, itulah yang dialami oleh Linda: depresi berat.
Kegelisahan dan ketakutannya itu membawanya jatuh cinta pada Jacob König, pacar lamanya yang kini menjadi politikus terkenal. Jatuh bangun Linda mengenali dan memenangi dirinya kembali inilah yang diceritakan oleh Coelho dalam novelnya kali ini.
Seperti saya sampaikan, Coelho tidak mengulas perselingkuhan seperti pada umumnya. Coelho tidak berhenti pada masalah moral. Dan, biarpun mengutip Kitab Suci di sana sini Coelho tidak membawa ini menjadi masalah keimanan. Coelho mengambil sisi manusiawi dengan segala lapisnya.
Linda, sama seperti sebagian manusia sehat lainnya, terus mempertanyakan dan mengkritisi keberadaan dirinya. Pada titik ini kemapanannya pun ia pertanyakan sampai akhirnya kegalauan tanpa ujung itu menyeret Linda pada perselingkuhan. Dengan ini Coelho seolah mau menunjukkan bahwa perselingkuhan bisa menjadi masalah semua manusia normal, tanpa mengkotak-kotakkan antara orang suci dan orang berdosa.
Tanpa pengkotak-kotakan, novel ini menjadi jauh dari penghakiman. Saya duga, bagian inilah yang akan sulit diterima oleh pembaca yang hanya membiasakan dirinya dengan sisi hitam dan putih saja. Beberapa kali dalam novel ini Coelho mengangkat tokoh Frankenstein, Dr. Jekyl, dan John Calvin untuk menunjukkan betapa terlalu sederhananya manusia bila hanya dilihat sebagai baik-jahat, setan-malaikat semata.
Inilah yang saya suka dari novel ini: tidak menghakimi, selain dari sudut pandangnya yang berbeda tentang perselingkuhan. Tidak berarti juga novel ini mendukung perselingkuhan. Ada proses yang tampaknya sangat pribadi bagi tokohnya tapi sekaligus juga sangat terhubung dengan pembacanya melalui topik selingkuh ini: perjuangan untuk menemukan dan lalu menerima dirinya, suatu perjalanan jiwa mengenali dirinya sendiri. Dalam konteks ini selingkuh tidak lagi menjadi eksploitasi seksualitas yang dangkal semata.
Lapis demi lapis penceritaan Coelho tentang pencarian Linda akan dirinya inilah yang terus mengejutkan saya. Membuat saya betah membaca, melawan gaya penceritaan Coelho yang datar, nyaris tanpa emosi. Ya, tidak ada adegan dramatis untuk topik "sedramatis" perselingkuhan. Namun, saya tidak keberatan karena saya mendapat gantinya berupa rangkaian kalimat-kalimat yang "nendang" di nyaris setiap halamannya.
Novel ini akan sangat menarik bagi yang punya pemikiran terbuka, yang berani menantang pemikiran dan idenya sendiri. Novel ini menjadi sahabat bagi mereka yang sedang berjalan menempuh pengenalan diri. Novel ini memberikan alternatif sudut pandang bagi mereka yang sedang mencoba memahami suatu pergolakan. Karenanya, bila anda merasa orang-orang yang seperti itu, anda wajib membaca novel ini.
***
Pekanbaru, 24 Januari 2015
Agnes Bemoe
@agnes_bemoe
Penulis: Paolo Coelho
Alih Bahasa: Rosi L. Simamora
Hak Cipta Terjemahan Indonesia: PT Gramedia Pustaka Utama
Jumlah Halaman: 320 halaman
Tahun Terbit: 2014
Sebelum membaca saya sudah yakin bahwa buku ini tidak akan membahas perselingkuhan dengan cara pada umumnya perselingkuhan diulas: hati yang terluka karena diselingkuhi, tokoh jahat perebut pasangan orang, serta derai air mata dan pertengkaran sebagai bumbunya. Dugaan saya benar. Namun ternyata ada banyak hal yang tidak saya duga muncul dari novel ini: novel ini tidak bicara selingkuh sebagai selingkuh.
Linda, jurnalis terkenal serta istri dan ibu yang sempurna, hidup mapan bersama suami, anak, dan karirnya. Ia tidak punya secuil alasan pun untuk depresi. Nyatanya, itulah yang dialami oleh Linda: depresi berat.
Kegelisahan dan ketakutannya itu membawanya jatuh cinta pada Jacob König, pacar lamanya yang kini menjadi politikus terkenal. Jatuh bangun Linda mengenali dan memenangi dirinya kembali inilah yang diceritakan oleh Coelho dalam novelnya kali ini.
Seperti saya sampaikan, Coelho tidak mengulas perselingkuhan seperti pada umumnya. Coelho tidak berhenti pada masalah moral. Dan, biarpun mengutip Kitab Suci di sana sini Coelho tidak membawa ini menjadi masalah keimanan. Coelho mengambil sisi manusiawi dengan segala lapisnya.
Linda, sama seperti sebagian manusia sehat lainnya, terus mempertanyakan dan mengkritisi keberadaan dirinya. Pada titik ini kemapanannya pun ia pertanyakan sampai akhirnya kegalauan tanpa ujung itu menyeret Linda pada perselingkuhan. Dengan ini Coelho seolah mau menunjukkan bahwa perselingkuhan bisa menjadi masalah semua manusia normal, tanpa mengkotak-kotakkan antara orang suci dan orang berdosa.
Tanpa pengkotak-kotakan, novel ini menjadi jauh dari penghakiman. Saya duga, bagian inilah yang akan sulit diterima oleh pembaca yang hanya membiasakan dirinya dengan sisi hitam dan putih saja. Beberapa kali dalam novel ini Coelho mengangkat tokoh Frankenstein, Dr. Jekyl, dan John Calvin untuk menunjukkan betapa terlalu sederhananya manusia bila hanya dilihat sebagai baik-jahat, setan-malaikat semata.
Inilah yang saya suka dari novel ini: tidak menghakimi, selain dari sudut pandangnya yang berbeda tentang perselingkuhan. Tidak berarti juga novel ini mendukung perselingkuhan. Ada proses yang tampaknya sangat pribadi bagi tokohnya tapi sekaligus juga sangat terhubung dengan pembacanya melalui topik selingkuh ini: perjuangan untuk menemukan dan lalu menerima dirinya, suatu perjalanan jiwa mengenali dirinya sendiri. Dalam konteks ini selingkuh tidak lagi menjadi eksploitasi seksualitas yang dangkal semata.
Lapis demi lapis penceritaan Coelho tentang pencarian Linda akan dirinya inilah yang terus mengejutkan saya. Membuat saya betah membaca, melawan gaya penceritaan Coelho yang datar, nyaris tanpa emosi. Ya, tidak ada adegan dramatis untuk topik "sedramatis" perselingkuhan. Namun, saya tidak keberatan karena saya mendapat gantinya berupa rangkaian kalimat-kalimat yang "nendang" di nyaris setiap halamannya.
Novel ini akan sangat menarik bagi yang punya pemikiran terbuka, yang berani menantang pemikiran dan idenya sendiri. Novel ini menjadi sahabat bagi mereka yang sedang berjalan menempuh pengenalan diri. Novel ini memberikan alternatif sudut pandang bagi mereka yang sedang mencoba memahami suatu pergolakan. Karenanya, bila anda merasa orang-orang yang seperti itu, anda wajib membaca novel ini.
***
Pekanbaru, 24 Januari 2015
Agnes Bemoe
@agnes_bemoe