PROMOSI BUKU SENDIRI, PERLUKAH?
MEINE WELT
September 30, 2016
0 Comments
Ada yang berpendapat, promosi buku adalah tugas penerbit. Untuk itulah marketingnya mendapat gajinya (ini bukan kata-kata saya lho!). Selain itu, penerbit punya segala akses dan kapasitas untuk melakukannya.
Saya berpendapat, sebagai penulis tidak tabu bagi saya untuk mempromosikan buku-buku saya. Kalau promosi dari saya (sebagai penulis) membuat orang lebih mengenal saya dan karya saya, mengapa tidak.
Tapi, di tulisan ini, saya tidak mau berdebat kusir tentang dua kutub itu. Saya menghargai sesiapa dengan pendapatnya masing-masing. Karenanya, saya juga boleh yakin dan nyaman dengan pilihan saya sendiri.
Memang terus terang, sejak awal menulis dulu, ada saja yang menyikapi perbedaan pendapat ini dengan cara yang sinis dan nyinyir. Ada yang 'hanya' menyindir aktivitas promosi saya di media sosial. Ada juga yang terang-terangan menyebut nama sambil menanyakan: "memangnya mendongkrak penjualan?" Ada yang secara halus mengingatkan, promosi buku kesannya tuh kita ga terkenal.
Saya mah mesem wae.
Pertama, setelah disindir, saya pun balas menyindir. Selesai.
Apalagi, ternyata, yang menyindir-nyindir kegiatan saya mempromosikan buku AKHIRNYA juga ikut-ikutan mempromosikan bukunya sendiri. See? What's new?
Kedua, mengenai penjualan, promosi besar-besaran dari penerbit juga belum tentu menentukan penjualan karena ada banyak faktor penentu. Penjualan adalah sesuatu yang ada di luar kita. Satu-satunya yang bisa saya utak-atik adalah usaha saya sendiri sambil kemudian berharap hasil yang paling maksimal. Dalam kasus saya, saya memang tidak ahli marketing tapi saya bisa belajar dari cara teman-teman lain mempromosikan bukunya. Trial and error. Tidak mengapa, yang penting tidak berhenti. Saya tidak punya akses seluas penerbit. Tidak mengapa, untuk itulah saya memanfaatkan media sosial. Siapa yang tidak familiar dengan media sosial?
Saya boleh dibilang minus banget dalam hal marketing dan jaringan tapi saya punya hal yang bisa saya manfaatkan. Saya punya banyak waktu. Waktu berlimpah yang saya miliki ini akan saya manfaatkan semaksimal mungkin. (Terus terang, saya sendiri masih merasa kurang maksimal memanfaatkan waktu saya).
Terakhir, promosi membuat penulis terkesan kurang terkenal? Gapapa. Saya MEMANG kurang terkenal. Dan itu sama sekali tidak mengganggu buat saya. Dan itulah POINTnya saya berpromosi: supaya orang kenal saya dan karya saya. Sederhananya, kalau saya sudah terkenal, untuk apa lagi saya memperkenalkan diri?
Nah, kejadian yang saya ceritakan di atas itu terjadinya beberapa tahun lalu, ketika saya mengawali perjalanan saya sebagai penulis. Lalu, sekarang, tepatnya kemarin, saya semacam memetik buah manis dari keyakinan dan ketekunan saya.
Seorang ibu editor menghubungi saya. Beliau ingin bekerja sama untuk beberapa naskah. Salah satu yang jadi pertimbangan beliau adalah giatnya saya berpromosi. Suwer, selagi berpromosi, target saya adalah pembaca. Tidak pernah terpikir oleh saya seorang editor dari penerbit mayor akan melihat dan menilai aktivitas saya itu.
Tentu saja saya senang bukan kepalang. Yang saya tabur ada juga yang tumbuh.
Saya tuliskan ini (mungkin masih terasa sinis dan balas dendamnya ya... hehehe...) untuk teman-teman penulis muda (bukan berarti saya sudah tua ya): banyak sekali opini yang bisa menjatuhkan semangat dan rasa percaya diri kita. Satu-satunya cara adalah: tutup telinga dan jalan terus. Suatu saat, benih yang kita taburkan sambil menangis akan kita tuai dalam perjalan pulang kita. Amin.
***
Pembatuan, 1 Oktober 2016
@agnes_bemoe
Buku pertama saya |
Saya berpendapat, sebagai penulis tidak tabu bagi saya untuk mempromosikan buku-buku saya. Kalau promosi dari saya (sebagai penulis) membuat orang lebih mengenal saya dan karya saya, mengapa tidak.
Tapi, di tulisan ini, saya tidak mau berdebat kusir tentang dua kutub itu. Saya menghargai sesiapa dengan pendapatnya masing-masing. Karenanya, saya juga boleh yakin dan nyaman dengan pilihan saya sendiri.
Memang terus terang, sejak awal menulis dulu, ada saja yang menyikapi perbedaan pendapat ini dengan cara yang sinis dan nyinyir. Ada yang 'hanya' menyindir aktivitas promosi saya di media sosial. Ada juga yang terang-terangan menyebut nama sambil menanyakan: "memangnya mendongkrak penjualan?" Ada yang secara halus mengingatkan, promosi buku kesannya tuh kita ga terkenal.
Saya mah mesem wae.
Pertama, setelah disindir, saya pun balas menyindir. Selesai.
Apalagi, ternyata, yang menyindir-nyindir kegiatan saya mempromosikan buku AKHIRNYA juga ikut-ikutan mempromosikan bukunya sendiri. See? What's new?
Kedua, mengenai penjualan, promosi besar-besaran dari penerbit juga belum tentu menentukan penjualan karena ada banyak faktor penentu. Penjualan adalah sesuatu yang ada di luar kita. Satu-satunya yang bisa saya utak-atik adalah usaha saya sendiri sambil kemudian berharap hasil yang paling maksimal. Dalam kasus saya, saya memang tidak ahli marketing tapi saya bisa belajar dari cara teman-teman lain mempromosikan bukunya. Trial and error. Tidak mengapa, yang penting tidak berhenti. Saya tidak punya akses seluas penerbit. Tidak mengapa, untuk itulah saya memanfaatkan media sosial. Siapa yang tidak familiar dengan media sosial?
Saya boleh dibilang minus banget dalam hal marketing dan jaringan tapi saya punya hal yang bisa saya manfaatkan. Saya punya banyak waktu. Waktu berlimpah yang saya miliki ini akan saya manfaatkan semaksimal mungkin. (Terus terang, saya sendiri masih merasa kurang maksimal memanfaatkan waktu saya).
Terakhir, promosi membuat penulis terkesan kurang terkenal? Gapapa. Saya MEMANG kurang terkenal. Dan itu sama sekali tidak mengganggu buat saya. Dan itulah POINTnya saya berpromosi: supaya orang kenal saya dan karya saya. Sederhananya, kalau saya sudah terkenal, untuk apa lagi saya memperkenalkan diri?
Nah, kejadian yang saya ceritakan di atas itu terjadinya beberapa tahun lalu, ketika saya mengawali perjalanan saya sebagai penulis. Lalu, sekarang, tepatnya kemarin, saya semacam memetik buah manis dari keyakinan dan ketekunan saya.
Seorang ibu editor menghubungi saya. Beliau ingin bekerja sama untuk beberapa naskah. Salah satu yang jadi pertimbangan beliau adalah giatnya saya berpromosi. Suwer, selagi berpromosi, target saya adalah pembaca. Tidak pernah terpikir oleh saya seorang editor dari penerbit mayor akan melihat dan menilai aktivitas saya itu.
Tentu saja saya senang bukan kepalang. Yang saya tabur ada juga yang tumbuh.
Saya tuliskan ini (mungkin masih terasa sinis dan balas dendamnya ya... hehehe...) untuk teman-teman penulis muda (bukan berarti saya sudah tua ya): banyak sekali opini yang bisa menjatuhkan semangat dan rasa percaya diri kita. Satu-satunya cara adalah: tutup telinga dan jalan terus. Suatu saat, benih yang kita taburkan sambil menangis akan kita tuai dalam perjalan pulang kita. Amin.
***
Pembatuan, 1 Oktober 2016
@agnes_bemoe