Begitu kira-kita inbox dari beberapa teman.
Ya sudah, saya ceritakan saja proses kreatifnya sekaligus ya, daripada saya ulang-ulang. Saya jarang memaparkan proses kreatif karena terus terang sangat sederhana. Mungkin malah terlalu sederhana untuk disebut "proses". Tapi okelah, here we go.
LAGU DAN POTONGAN CERITA
Seperti saya sebutkan, dua novel saya, "Aubrey dan The Three Musketeers" dan "Kopral Jono" berawal dari lagu, yakni "Aubrey" (Bread) dan Kopral Jono (Ismail Marzuki). Kedua lagu itu mengiang-ngiang terus di kuping saya tanpa bisa saya hentikan.
Terpapar terus menerus dengan lagu memunculkan atmosfer tertentu. "Aubrey" menimbulkan suasana mellow, syahdu, dan dalam. Sementara "Kopral Jono" memunculkan perasaan bersemangat, berjuang, dan riang.
Saya ceritakan saja yang "Kopral Jono" ya.
Nah, atmosfer itulah yang memunculkan potongan-potongan cerita di kepala saya. Potongan-potongan itu tidak runtut tetapi jelas sekali.
Di "Kopral Jono" adegan Surya terbelit rumput liar sementara ia dikejar penjahat adalah potongan yang pertama kali muncul. Setelah itu adegan penutup (adegan ini tidak jadi ditulis karena perubahan isi cerita). Lalu ada adegan Surya bertatapan mata dengan seekor anjing liar.
Mereka berlompat-lompatan di kepala saya minta ditulis.
SERBA DI KEPALA
Saya tipe penulis yang tidak menuliskan rancangan/kerangka cerita. Saya tipe yang menumpahkan begitu saja apa yang ada di kepala (lalu nanti dibolak balik lagi). Jadi, saya tidak menuliskan potongan-potongan cerita itu. Saya ingat-ingat saja.
Saya, ketika sedang menulis, seperti yang orang lihat |
Saya mulai menulis dari awal, dengan teknik mulai dari titik nol (alur maju). Sama seperti plot, saya juga biasanya tidak menuliskan rencana karakter. Karakterisasi saya pikirkan sambil menulis.
(Sekarang, anda paham kan, kenapa saya tidak pernah menceritakan proses kreatif saya. Proses kreatif saya tidak ada "bukti fisiknya". Semuanya berputar-putar di kepala).
Untuk "Kopral Jono", karakter pertama yang "datang pada saya" adalah Surya. Anak lelaki kelas V SD yang baik, cerdas, dan cacat kakinya. Dalam pikiran saya, bisa tidak ya, seorang yang cacat jadi tokoh cerita detektif/misteri? Tentu bisa. "Mrs. Maple"-nya Agata Christie sudah membuktikan. Namun, ini cerita untuk anak-anak yang saya pikir butuh tantangan fisik lebih banyak.
Saya akhirnya berkeras pada kondisi keterbatasan fisik Surya dan membuatnya jadi tantangan penceritaan buat saya.
Untuk mengimbanginya saya butuh sosok "kuat". The Muscles. Di sinilah saya menemukan jodoh bagi lagu "Kopral Jono". Sosok kuat ini harus bernama "Kopral Jono", batin saya.
Karakter antagonis dan pendukung kemudian muncul begitu saja sambil menulis. Karakter "Pak Imam" sempat berubah-ubah beberapa kali karena saya mengubah jalannya cerita. Dan, boleh percaya boleh tidak, karakter "Gerombolan Si Kucel"adalah karakter yang muncul last minute.
LAST MINUTE
Saya sudah dalam keadaan puas setelah membaca untuk kesekian kali naskah "Kopral Jono" ketika tiba-tiba ada yang menggelitik. "Kalau begini, gimana ya?" Begitu kata saya kepada saya :D Saat itulah "datang" karakter Gerombolan Si Kucel.
Yang juga last minute adalah alur. Sedari awal, saya sudah menetapkan alur maju untuk naskah ini. Persis ketika hendak mengirim, saya mendapat ide untuk mengubah alurnya. Maka, saya bongkar lagi naskahnya. Tidak banyak sih, dan lumayan membuat naskah tambah cakep... (hehehe....)
JADILAH SEBUAH NOVEL
Maka, begitulah "Kopral Jono" diciptakan. Dari lagu ke novel. Yang satu nada, yang lain kata. Mudah-mudahan atmosfernya (perjuangan, semangat, keriangan) tertangkap dan disukai pembacanya ya.
***
Pembatuan, 13 September 2016
@agnes_bemoe
No comments:
Post a Comment