Follow Us @agnes_bemoe

Friday 13 December 2013

My Writer's Block Moment

December 13, 2013 2 Comments
Selamat pagi :)

Saya bukan orang yang percaya sama "writer's block". Saya suka geregeten kalau ada yang membesar-besarkan masalah ini.

Tapiiii.....

Begini, sudah terhitung beberapa bulan ini otak saya buntu. Buntu. Hasrat untuk mengetikkan sesuatu seperti raib begitu saja. Saya pikir saya pasti jenuh dengan tulisan fiksi. Saya pun mencoba menulis naskah non-fiksi.

Ternyata, setengah mati saya berusaha mencambuk diri saya untuk menulis, tapi rasanya tetap mampat! Yang paling membuat sedih adalah naskah tersebut bukan naskah saya sendiri, tapi naskah seorang teman baik saya. Jadi, alih-alih membantu teman, saya malah lebih merepotkannya lagi. Sungguh, tidak ada yang bisa menggantikan kekacauan yang sudah saya buat. I felt terribly bad.

Walaupun demikian, saya masih juga berkeras. Setiap pagi membuka komputer dan mulai mengetik kata-kata pertama yang terpikir. Berhasil? Tidak.

Saya mencoba berkelana ke media sosial. Cerita beberapa teman tentang refreshing dengan bantuan media sosial layak saya coba. Bagi saya cara ini ternyata belum membuahkan hasil. Otak saya masih juga buntu.

Sampai ketika saya tidak bisa lagi duduk dan terpaksa berbaring seharian di tempat tidur.

Kerjaan saya hanya membaca novel dan nonton tv. Tambahan, satu lagi pekerjaan saya adalah menatap langit-langit kamar saya... hehehe..... Sama sekali saya tidak  membuka komputer karena memang tidak bisa.

Lalu entah kapan mulainya. Tiba-tiba saya merasa memikirkan suatu cerita di kepala saya. Awalnya hanyalah lontaran potongan cerita. Lalu lama-lama membentuh suatu cerita utuh. Anda tahu kan? Saya dapat ide menulis!!

Berbulan-bulan saya berkeras tidak mau melepaskan diri saya dari komputer dan berusaha memaksa ide di kepala saya. Ternyata cara itu tidak berhasil untuk saya. Sebaliknya berbaring "tak berdaya" di bawah langit-langit kamar ternyata mengundang si ide untuk datang!

FYI saya dapat ide dua buah cerpen dan dua buah konsep novel. Not bad kan?

Nah, balik lagi di "writer's block", okelah, saya mengakui ternyata hal itu terjadi pada saya... hehehe... Tapi, tetap, saya tidak mau membesar-besarkannya. 

Mungkin lain kali saya mendapat cara lain lagi, saya tidak tahu. Yang penting work it out, not just talk about it. Setuja kan?

***

Pekanbaru, 14 Desember 2013
@agnesbemoe

Thursday 12 December 2013

I SHOULD NOT COMPLAIN

December 12, 2013 0 Comments
Selamat pagi :)

Saya bukan orang yang suka mengeluh. Paling tidak, sebisa mungkin tidak mengeluh (apalagi di depan umum).

Tapi, ada kalanya mengeluh adalah pelepasan yang paling melegakan. Ada kalanya muncul rasa nelangsa, cemas, kawatir, menyesal, dan perasaan-perasaan negatif lainnya,

Tapi (lagi), sebanyak saya mulai mengeluh, sebanyak itu juga Tuhan sepertinya mengingatkan: you shouldn't complain.

Ini beberapa peristiwa yang menggugah saya. (Catatan: mudah-mudahan saya bisa menyampaikannya dengan baik sehingga tidak menimbulkan kesan "Untuuuuung gue ga sampai segitunya! Masih enak gue dong!". Rasa "syukur" yang arogan karena didapatkan dari penderitaan orang lain. Saya ingin menyampaikan bahwa "dalam hal ini saya tidak sendiri. Banyak teman saya dan saya pun bisa jadi teman mereka")

Awal-awal ketika saya belum rutin ke rumah sakit, saya sudah merasa bosan dan cemas, dll, karena sepanjang hari hanya bisa tergeletak di tempat tidur. Biasa deh, keluhan sekelas "kenapa terjadi pada saya" blah blah blah menari-nari di kepala saya. Lalu, saya menonton berita tentang badai Haiyan di Filipina. Badai datang tiba-tiba, menghancurkan siapa saja dan apa saja. Menyaksikan tayangan itu hati saya teriris. Bencana dahsyat datang tanpa mereka sempat berpikir. Sangat mengenaskan melihat anak-anak lari ketakutan di tengah guyuran hujan. Aduh, Tuhan.... Saya malu sempat mengeluh, biarpun hanya dalam hati.


Ketika sudah rutin ke rumah sakit, saya sempat terpikir betapa repotnya diri saya: "menyeret diri" (karena memang tidak bisa berdiri/berjalan lama), harus tergantung pada driver, dll.
Suatu hari saya mendengar percakapan pasien di sebelah saya. Catatan: ruang perawatan hanya dibatasi oleh tirai jadi semua percakapan terdengar.
Pasien ini berasal dari Perawang (jauh banget dari Pekanbaru). Di Perawang tidak ada fasilitas fisio terapi. Satu-satunya yang ada hanya Pekanbaru. Dari Perawang ke Pekanbaru mereka harus ganti kendaraan empat kali! Untuk berobat, suami pasien harus tidak bekerja hari itu (saya menangkap kesan suaminya adalah buruh harian atau sejenisnya, pokoknya yang dibayar berdasarkan kehadiran setiap hari). Aduh mak! Terbayang di mata saya perjuangan suami istri ini dari Perawang ke Pekanbaru demi kesembuhan....

Masih di rumah sakit.
Rupanya banyak juga pasien fisio terapi yang masih anak-anak. Suatu hari, pasien penuh sementara suster jaga hanya satu orang. Biasanya tiga orang tapi yang dua orang lagi sedang visit pasien yang rawat inap.
Nah, ada pasien anak yang tidak berhenti menangis. Rupanya, dia tidak hanya sudah kesakitan tetapi juga juga bosan karena belum juga ditangani.
Rasanya saya bisa mengerti kalau si anak ini tidak berhenti menangis. Suasananya memang amat sangat tidak menyenangkan, apalagi buat seorang anak. Saya juga jadi berpikir, kenapa ya saya masih juga berpikir "why me?" Ada seorang anak kecil yang sebenarnya sedang senang-senangnya berlari dan bermain tapi harus melewatkan waktunya di rumah sakit yang tidak menyenangkan. Mengapa saya tidak mencoba jadi "the grown up" dan berhenti "menangis".

Beberapa peristiwa lagi seolah mencubit kesadaran saya. Complaining is the last thing I need to do. Jadi, terima kasih untuk orang-orang di sekitar saya. Saya berdoa juga untuk kesembuhan mereka. Semoga Tuhan tetap memberikan kekuatan dan penghiburan. Amin.

***

Pekanbaru, 14 Desember 2013
@agnesbemoe


Akhirnya, Ke Therapist

December 12, 2013 0 Comments
Tulisan saya sebelumnya jelas tulisan yang ke-pede-an :D 

Saya menyangka sudah terlewat dari masalah dan bisa melanjutkan hidup. Nyatanya, sakitnya hanya reda sebentar kemudian muncul lagi. Begitu seterusnya setiap hari sampai saya putus asa. Akhirnya, saya pun menyetujui usulan untuk pergi ke therapist.

Ya, awalnya saya berkeras penyakit ini akan reda sendiri. Saya tunggu satu hari, dua hari, satu minggu, dua minggu, tidak juga reda. Sampai sudah satu bulan!

Saya melihat, satu bulan itu banyak sekali yang terbengkalai.

Lulu, Xenia saya yang cantik, jadi tidak terurus. Padahal pada saat yang sama ada masalah dengan ban-nya. Bodynya juga sudah kotor sekali. Sedih melihatnya.

Pekerjaan utama saya sebagai supir tidak dapat saya kerjakan, berarti orang-orang yang biasa saya antar jemput harus jumpalitan mencari jalan keluar.

Beberapa ide menulis tidak bisa saya eksekusi dengan perasaan puas.

Dan yang terpenting, dua orang doggie saya tidak bisa lari pagi. Ini sangat menyedihkan buat saya. Mereka butuh lari pagi untuk melepaskan frustrasi dan stress. Rumah saya terlalu kecil untuk jadi tempat mereka lari-lari. Melepas mereka keluar tanpa pengawasan sama saja menyerahkan mereka ke tangan para jagal....

Akhirnya, dengan segala pertimbangan itu, saya ke therapist (fisio terapi) 2 Desember 2013 lalu.

***

@agnesbemoe
Pekanbaru, 13 Desember 2013