Follow Us @agnes_bemoe

Friday 9 August 2013

Belajar Mencintai dari film "Brave"

Sumber: http://www.imdb.com/title/tt1217209/
Saya terhitung amat sangat lambat nonton film ini. Baru nonton kemarin di HBO.

Merida melakukan kekeliruan besar ketika ia melawan tradisi keluarganya. Ia sebenarnya hanya merasa muak dengan tradisi yang dirasakannya terlalu mengekang dirinya. Butuh waktu lama sampai akhirnya ia menyadari bahwa egonyalah yang menimbulkan kekacauan: ibunya berubah menjadi beruang, adik-adiknya juga, ayahnya menghadapi ancaman kudeta dari pendukungnya.

Yang langsung saya nikmati dalam film ini adalah pesannya. Ayah atau ibu bisa menjadi sosok yang dominan dan kaku karena suatu sebab. Ini potensial menimbulkan perlawanan di hati anak-anaknya. Namun, pada akhirnya, cinta kasih orang tua (yang kemudian menular pada anaknya) menyelamtkan keluarga dari kehancuran. Pesan cinta inilah yang pertama-tama membuat saya suka pada film ini.

Biarpun digambarkan sebagai sosok yang sangat cerewet, kuno, dan konvensional, saya yakin ibu Merida mendidik anak-anaknya dengan jiwa demokratis. Kalau tidak, tidak mungkin ia mendapatkan seorang anak seperti Merida. Kalau tidak ada demokratisasi dalam keluarga, pasti karakter Merida adalah anak "manis", "penurut", "jauh dari masalah", dll. Pilihan ayah dan ibu Merida untuk mendidik anak-anaknya dalam suasana demokratis ini adalah hal lain yang membuat saya senang.

Beberapa cerita (buku, dalam hal ini) sering menggambarkan keluarga ideal adalah keluarga tanpa masalah. Bila ada masalah maka penyelesaiannya adalah dengan memuaskan ego masing-masing (sambil membungkusnya dengan kata-kata indah semata). Kebetulan beberapa waktu yang lalu saya membaca sebuah cerita yang isinya kurang saya setujui. (Baca: Buku Cerita yang Bikin Saya Emosi). Film ini seperti jadi "pengobat" kedongkolan saya karena adanya buku-buku semacam itu.

Film "Brave" menggambarkan bahwa anggota keluarga bisa saja terdiri dari orang-orang yang jauh dari sempurna. Tetapi, mereka penuh cinta. Cinta yang tulus, bukan yang manipulatif. Cinta yang memberi untuk orang lain, bukan meminta orang lain untuk berkorban bagi diri sendiri.

Bila film "Brave" sering dikaitkan dengan keberanian Merida mencari takdirnya, saya malah mengasosiasikannya dengan cinta tulus di dalam hatinya kepada keluarganya. Cinta itu tentu saja tidak tumbuh begitu saja. Melalui kecerewetan dan kekunoannya, ibu Merida sudah duluan mengirimkan pesan cinta itu pada anak-anaknya.

Hasilnya, keluarga ini bisa menemukan jalan keluar dari permasalahannya dengan luar biasa: ketika semua anggota keluarga bersedia berkorban buat yang lain, ketika itulah "kutukan" terpatahkan.

Pesan yang luar biasa inilah yang membuat saya menyukai film ini.

Saya berharap semakin banyak orang mau mencari hal yang benar dan tidak lagi bersembunyi pada hal-hal manipulatif semata.

***

Pekanbaru, 10 Agustus 2013
Agnes Bemoe
@agnesbemoe

No comments:

Post a Comment