Follow Us @agnes_bemoe

Saturday 13 July 2013

[CERITA ANAK] NINO KENA MARAH

 Untuk memeperingati satu tahun berangkatnya anakku, Centilia Maya, 13 Juli 2013 dan memeriahkan Hari Anak Nasional 23 Juli 2013, dari kemarin sampai dengan tanggal 23 Juli 2013 nanti aku akan mem-posting cerita-cerita anak tulisanku. 
------------------------------------------------------------------

Geresa Santa Maria Pertapaan Rawaseneng

Nino berjalan sambil menghentak-hentakan kakinya dengan kesal. Air mukanya masam dan bibirnya cemberut. Ia berjalan menyusuri halaman gereja, membiarkan papa dan mama di belakangnya.
“Biar saja! Aku tak mau lagi ke gereja bersama papa dan mama!” pikir Nino kesal.

Karena asyik dengan pikirannya sendiri, tanpa sadar Nino menabrak seseorang. Ah, ternyata Frater Edu. Frater Edu sering berkunjung ke lingkungan Nino dan memimpin doa di sana.

“Maaf, Frater!” Nino terlonjak kaget.
Frater Edu tertawa.
“Kenapa engkau, Nino, sampai-sampai tidak lihat jalan…”

Nino langsung cemberut lagi.
“Huh! Aku jengkel pada mama dan papa!”
“Lho! Kok jengkel?”
Frater Edu mengajak Nino duduk di sebuah bangku beton di halaman gereja.
“Kenapa jengkel pada orang tuamu, Nino?” Tanya Frater Edu lagi.
“Frater tau nggak, mama dan papa ‘tu nyebelin!” Nino masih menumpahkan kekesalan hatinya.
“Nyebelin? Kenapa?”
“Masak aku tadi dimarahi sama mama dan papa! Padahal aku nggak nakal. Aku cuma  ngobrol aja sama Hans. Masak seperti itu aja mama marah! Huh! Cuma ngobrol aja, masak nggak boleh! ‘Emang kita patung!”

Nino masih melanjutkan omelannya dengan panjang lebar, ketika dilihatnya Frater Edu malah asyik bersiul-siul dan bernyanyi-nyanyi sendiri dan bukannya mendengarkannya! Nino jadi bertambah kesal!
“Ih! Frater! Kok aku dicuekin sih!” Nino berteriak marah. “Frater mau ndengerin aku nggak?” Nino mulai merajuk.

Frater Edu langsung menoleh dengan wajah kaget.
“Eh, kamu lagi bercerita ya? Wah, Frater nggak dengar…”
“Ya iya lah! Habis, Frater malah nyanyi sendiri!” sungut Nino dengan pandangan menuntut.
Frater Edu tertawa sambil menepuk-nepuk bahu Nino.

“Nino, apa yang kamu rasakan tadi, waktu Frater tidak mendengarkan kamu bercerita dan malahan asyik bernyanyi sendiri?”
“Ih, Frater! Pake nanyak lagi!”
“Kamu pasti jengkel kan? Kamu pasti marah kan?” Frater Edu terdiam sejenak. Lalu dengan lemah lembut Frater Edu melanjutkan. “Nah, begitu jugalah perasaan Tuhan Yesus kalau engkau pergi ke rumahNya dan malah bercerita sendiri dengan temanmu, dan bukannya mendengarkan Ia berbicara…”

Nino terdiam sejenak. Barusan tadi ia hendak marah-marah pada Frater Edu. Tetapi, perkataan Frater Edu barusan membuatnya berpikir.
“Ooh, jadi, kalau aku bicara sendiri, aku mengabaikan Tuhan Yesus ya, Frater…”
“Benar sekali! Engkau merasakan sendiri kan, betapa tidak enaknya diabaikan…”
Nino mengangguk-angguk tanda mulai paham.

“Tapi, Frater, aku tadi ngobrolnya pas misa belum mulai kok…”
“Nah, ketika misa belum mulai itulah saat untuk tenang. Itu namanya saat hening. Kita duduk dengan tenang dan menysukuri berkat dari Tuhan yang sudah kita terima.”
“Ooh… aku kira, karena belum mulai kita masih boleh ngobrol….”
Frater Edu tertawa.
“Tidak. Sebaliknya, kita siapkan hati kita dengan suasana tenang.”
Nino mengangguk-angguk.

“Frater, kalau selama misa ada lagi, nggak, saat hening yang lainnya?”
“Oh, ada. Selain sebelum misa, kita juga harus hening sesaat sebelum pernyataan tobat. Kita diam sejenak menyadari dosa dan kesalahan kita. Kalau kita benar-benar hening dan bertobat, kita bisa merasakan betapa baiknya Tuhan Yesus itu kepada kita yang berdosa ini.”

Lalu, seakan tahu bahwa Nino masih akan menanyakan pertanyaan yang sama, Frater Edu melanjutkan penjelasannya. “Pada saat sebelum doa pembukaan kita juga harus hening. Di sini kita boleh menyampaikan ujud pribadi kita supaya disatukan dengan doa pembukaan misa. Senang kan, kalau doa kita bisa disatukan dengan doa seluruh umat di dalam misa?”
“Aduuh! Aku tak pernah berdoa waktu doa pembukaan!” Nino menutup mukanya dengan malu.

Kembali Frater Edu menepuk-nepuk bahunya.
“Nah, sekarang, pergunakanlah kesempatan itu untuk berdoa. Oke?”
Nino kembali mengangguk-angguk.
“Lalu, setelah mendengarkan bacaan pertama, bacaan kedua, dan setelah kotbah dari pastor kita juga harus hening. Kita resapkan dalam hati apa yang tadi Tuhan katakan melalui bacaan-bacaan tadi. Terakhir, setelah menerima komuni kita juga harus hening. Tujuannya adalah untuk bersyukur atas Komuni yang baru saja disambut, juga doa untuk membiarkan Tuhan Yesus berbicara dalam hati dan siap melakukan kehendak-Nya.”

“Eh, Frater, bukannya setelah komuni biasanya ada nyanyian? Kapan heningnya?” Tanya Nino sambil mengernyitkan alis.
“Benar. Saat hening ini bisa diganti dengan sebuah madah syukur atau nyanyian pujian. Nah, kalau cara ini yang dipakai, hening sejenak tetap dilakukan sesudah ajakan “Marilah berdoa” pada Doa Sesudah Komuni. Jelas, Nino?”
“Ya, ya, ya! Sekarang aku paham. Pantas mama dan papa marah ya… Hehehe… yang aku lakukan salah sih…”
“Nah, mulai sekarang, jangan ngobrol lagi di gereja ya, …”
“Siiip, Frater!” Nino tersenyum lebar.

***

Pekanbaru, 8 November 2011

Terinspirasi oleh tulisan Onggo Lukito tentang “SAAT HENING” di http://www.facebook.com/groups/162150777177813/doc/230207130372177/




Diposting tanggal 14 Juli 2013
Agnes Bemoe

No comments:

Post a Comment