Follow Us @agnes_bemoe

Sunday 15 May 2011

GA USAH JADI GURU DEH!_Bagian 2.2 : GA PUNYA DUIT...



Karena keuangan super mepet, maka saya kemudian memutar otak, bagaimana saya bisa mencukupi kebutuhan saya. Saya ajak anak-anak saya bicara mengenai masalah keuangan ini. Lalu kami membuat kesepakatan-kesepakatan, antara lain untuk mengatur pengeluaran sehemat-hematnya.

Kebetulan sekali, waktu itu saya menonton acara Oprah Show di Metro TV. Acara itu sedang menampilkan tentang pengelolaan ekonomi rumah tangga. Dari Oprah–lah saya memperoleh rumus-rumus untuk mengelola keuangan. Yang saya tangkap adalah: bukan besarnya penghasilan yang akan membuat kita selamat dari masalah keuangan, melainkan kemampuan kita dalam mengelolanya. Di show tersebut, Oprah menunjukkan keluarga-keluarga yang berhasil keluar dari belitan ekonomi karena menerapkan rumus-rumus pengelolaan keuangan.

Bicara soal pengelolaan keuangan, sekitar tiga tahun yang lalu (2007) saya pernah mengadakan survey kecil-kecilan tentang pendapatan dan pengeluaran guru. Survery ini saya butuhkan sebagai bahan pembinaan saya pada rekan-rekan guru untuk topik “Pengelolaan Keuangan”. Yang bikin saya kaget bukanlah kenyataan bawa pendapatan guru itu minim, tetapi, kurang terampilnya guru dalam mengelola keuanganlah yang membuat guru jatuh dalam kondisi “kekurangan”. Guru-guru yang saya survey dapat digolongkan berpenghasilan hampir menengah. Artinya, kemungkinan bagi mereka untuk hidup dengan layak, tanpa hutang, dan punya tabungan nampaknya cukup terbuka. Namun, kenyataan, pengeluaran mereka lebih tinggi daripada take home pay-nya.

Berikut contohnya:
? Keluarga Amir, suami dan istri sama-sama bekerja sebagai guru, anak 2: pemasukan Rp. 2.300,000,- sedangkan pengeluaran Rp. 2.600.000,-

? Keluarga Budi, suami guru sedangkan, istri bekerja di sebuah PT, anak 1. Suami memberikan les privat. Penghasilan Rp. 2.500.000,- pengeluaran Rp. 3.300.000,-

? Keluarga Tejo: istri guru, gaji dan les Rp. 3.000.000,-; suami kerja di PT, gaji Rp. 8.000.000,-. Anak 2 usia SD dan SMP. Pengeluaran Rp. 15.000.000,- (kredit mobil, kredit tanah)

Dari survey kecil-kecilan tersebut tersirat fakta bahwa ada guru yang hidup dengan “besar pasak daripada tiang”. Dari survey itu juga saya mendapati bahwa sangat jarang guru yang memiliki tabungan, dan sebaliknya, banyak sekali guru yang menghabiskan pendapatannya untuk barang-barang konsumtif.
Kesimpulan yang saya tarik dari survey itu bisa jadi kurang tepat. Namun, satu hal yang saya rasa perlu diwaspadai adalah cara guru menyikapi penghasilannya. Dalam hal inilah saya rasa yang disampaikan Oprah melalui show-nya benar sekali. Penghasilan, seberapapun besarnya, harus dikelola dengan cerdas.

Saya sendiri pun langsung menerapkan itu di rumah. Pengeluaran saya atur, dan setiap pos punya pagu. Tidak hanya saya atur, pengeluaran pun saya catat sampai sekecil-kecilnya. Ini untuk mengontrol supaya tidak terjadi pembengkakan belanja.

Saya juga mulai “tegas” pada pekerjaan saya. Dulu, saya mau-mau saja bekerja sampai lewat waktu bahkan sampai menjelang malam, padahal untuk itu saya tidak mendapat insentif. Dan padahal lagi, dengan bekerja lewat waktu, terpaksa anak saya pulang dengan oplet, yang mana ternyata menggerus penghasilan kami. Karena pulang tidak terlalu sore, saya bisa memanfaatkan waktu yang biasanya saya habiskan di kantor untuk memberikan les. Waktu itu saya memberikan les Bahasa Jerman pada salah seorang anak SMA yang berencana studi di Jerman. Hasilnya tentu sangat lumayan!

Walaupun berat, dan bahkan sangat berat, kami sekeluarga menetapkan pengencangan ikat pinggang besar-besaran. Sebagai seorang Katolik, kami tentu tak lupa “mengadu” pada Bunda kami, Bunda Maria. Usaha dan doa, itulah yang kami lakukan tanpa henti…
Sekali lagi, bermewah-mewah tentu tidak bisa kami lakukan, namun, rasanya, belum pernah kami sampai kelaparan atau tidak memiliki uang sama sekali. Adaaa saja, “rejeki nomplok” kecil-kecil yang tidak kami duga sebelumnya. Ha… betul juga kalo dibilang, rejeki sudah ada yang ngatur.. Seorang sahabat saya punya istilah: “Tuhan ga pernah keliru ngamplopi…”

Dua tahun di kantor pengurus, saya “ditendang” lagi, balik ke sekolah, berarti balik lagi mengajar di kelas. Tentu saja ini berdampak sekali pada penghasilan. Apalagi setahun terakhir ini saya mendapat tunjangan fungsional dari pemerintah karena lolos proses Sertifikasi Guru. Wah, bertambah deh “kekayaan” saya… hehehehe…


---bersambung---

Agnes Bemoe

Sumber Gambar: http://images.google.co.id/imglanding?q=teacher&imgurl

No comments:

Post a Comment