Kenapa tak memilih residensi di luar negeri? Kenapa kok
dalam negeri? Kan enakan di luar negeri.
Trus, kok Sumba? Tanggung “pulang kampung”, mbok sekalian
Flores, kampung asli saya.
Tidak banyak sih, tapi ada juga yang bertanya begitu.
Kenapa saya memilih Pulau Sumba?
Jujur sih, sudah lama saya ingin ke pulau ini. Yang
mengikuti status-status saya (cieee… sok banget yah, sampe ada yang mengikuti
status… wkwkwk… maafkan… >,<) pasti tahu, tidak sekali dua kali saya
merengek pada Tuhan YME supaya saya bisa melihat lagi pulau yang satu ini.
Pulau Sumba punya arti tersendiri buat saya, nyaris setara
dengan pulau Flores yang adalah tanah nenek moyang saya. Kalau mau lebay, tidak
ada satupun spot di luar negeri yang bisa menandingi berartinya Pulau Sumba
buat saya.
Nah, tentu saja, residensi bukan untuk alasan sentimental seperti
itu, ‘kan?
Maka, alasan berikutnya adalah karena sebelum mendaftar
residensi saya membuat satu tulisan tentang pejuang Kodi (Sumba Barat Daya)
bernama Wona Kaka. Wona Kaka adalah
panglima perang Rato Loghe Kandua, raja Kodi. Wona Kaka dan Perang Kodi
(1911-1913) adalah perang besar terakhir sebelum Pulau Sumba jatuh ke tangan
VOC.
Selagi menulis tentang panglima perang kerajaan Kodi ini saya mendapati
bahwa ternyata dalam pasukan Wona Kaka ada sebarisan pejuang perempuan.
Termasuk di dalamnya yang paling gigih adalah Warat Wona yang kebetulan istri Wona Kaka.
Permasalahan klise penulis adalah riset, ‘kan? Biarpun relatif
tersebar di internet, saya merasa sangat membutuhkan informasi yang lebih
mendalam tentang Wona Kaka dan Warat Wona ini. Informasi dari internet sangat
membantu sih tapi tetap ada hal-hal yang tidak terwakili oleh internet seperti
nuansa atau atmosfernya.
Jadi, ketika ada program Residensi Penulis 2019, saya
mendaftar, dan yang saya ajukan adalah tentang penjuang perempuan Warat Wona
ini. Ini sebenarnya semacam “continuity” dari tulisan saya tentang Wona Kaka. Melalui
kesempatan riset di program residensi ini saya berharap bisa menggali lebih
dalam dan membuat tulisan yang lebih menyeluruh dibandingkan ketika saya
menulis tentang Wona Kaka.
Alasan lainnya adalah, saya menduga, tidak banyak orang tahu
tentang peranan pejuang perempuan dalam perang melawan Belanda di pulau Sumba
ini. Saya berharap, melalui program residensi ini, saya bisa meneruskan cerita
yang mungkin nyaris terputus kalau tidak segera didokumentasikan dan
diperkenalkan.
Puji Tuhan, aplikasi residensi saya diluluskan. Jadilah saya
ke Pulau Sumba, pulau impian saya, dan menulis tentang Warat Wona, pejuang
perempuan Tanah Sumba.
Doakan semoga residensi saya lancar dan saya bisa membuat
tulisan yang bagus nantinya ya. Terima kasih.
Waitabula, 23 Oktober 2019
No comments:
Post a Comment