Follow Us @agnes_bemoe

Wednesday 23 October 2019

CERITA RESIDENSI 2019: KENAPA SUMBA, KENAPA WARAT WONA


Kenapa tak memilih residensi di luar negeri? Kenapa kok dalam negeri? Kan enakan di luar negeri.
Trus, kok Sumba? Tanggung “pulang kampung”, mbok sekalian Flores, kampung asli saya.
Tidak banyak sih, tapi ada juga yang bertanya begitu.



Kenapa saya memilih Pulau Sumba?
Jujur sih, sudah lama saya ingin ke pulau ini. Yang mengikuti status-status saya (cieee… sok banget yah, sampe ada yang mengikuti status… wkwkwk… maafkan… >,<) pasti tahu, tidak sekali dua kali saya merengek pada Tuhan YME supaya saya bisa melihat lagi pulau yang satu ini.

Pulau Sumba punya arti tersendiri buat saya, nyaris setara dengan pulau Flores yang adalah tanah nenek moyang saya. Kalau mau lebay, tidak ada satupun spot di luar negeri yang bisa menandingi berartinya Pulau Sumba buat saya.

Nah, tentu saja, residensi bukan untuk alasan sentimental seperti itu, ‘kan?

Maka, alasan berikutnya adalah karena sebelum mendaftar residensi saya membuat satu tulisan tentang pejuang Kodi (Sumba Barat Daya) bernama Wona Kaka. Wona Kaka adalah panglima perang Rato Loghe Kandua, raja Kodi. Wona Kaka dan Perang Kodi (1911-1913) adalah perang besar terakhir sebelum Pulau Sumba jatuh ke tangan VOC. 




Selagi menulis tentang panglima perang kerajaan Kodi ini saya mendapati bahwa ternyata dalam pasukan Wona Kaka ada sebarisan pejuang perempuan. Termasuk di dalamnya yang paling gigih adalah Warat Wona yang kebetulan istri Wona Kaka.

Permasalahan klise penulis adalah riset, ‘kan? Biarpun relatif tersebar di internet, saya merasa sangat membutuhkan informasi yang lebih mendalam tentang Wona Kaka dan Warat Wona ini. Informasi dari internet sangat membantu sih tapi tetap ada hal-hal yang tidak terwakili oleh internet seperti nuansa atau atmosfernya.

Jadi, ketika ada program Residensi Penulis 2019, saya mendaftar, dan yang saya ajukan adalah tentang penjuang perempuan Warat Wona ini. Ini sebenarnya semacam “continuity” dari tulisan saya tentang Wona Kaka. Melalui kesempatan riset di program residensi ini saya berharap bisa menggali lebih dalam dan membuat tulisan yang lebih menyeluruh dibandingkan ketika saya menulis tentang Wona Kaka.

Alasan lainnya adalah, saya menduga, tidak banyak orang tahu tentang peranan pejuang perempuan dalam perang melawan Belanda di pulau Sumba ini. Saya berharap, melalui program residensi ini, saya bisa meneruskan cerita yang mungkin nyaris terputus kalau tidak segera didokumentasikan dan diperkenalkan.  

Puji Tuhan, aplikasi residensi saya diluluskan. Jadilah saya ke Pulau Sumba, pulau impian saya, dan menulis tentang Warat Wona, pejuang perempuan Tanah Sumba.
Doakan semoga residensi saya lancar dan saya bisa membuat tulisan yang bagus nantinya ya. Terima kasih.


***

Waitabula, 23 Oktober 2019
@agnes_bemoe

Baca juga: Cerita Residensi 2019: Pulang Kampung

No comments:

Post a Comment