Follow Us @agnes_bemoe

Tuesday 22 April 2014

SAYA? DEPRESI?

Hadiah dari Yovita Siswati

Heran. Itu yang langsung menyambar kepala saya waktu dokter menyatakan ada kemungkinan saya depresi. Oleh karenanya beliau merujuk saya pada seorang psikiater.
Depresi?
Dari sekian juta penyakit yang ada di dunia, depresi mungkin yang terakhir terpikir oleh saya bisa menjangikit saya. Saya merasa bukan tipe orang yang mudah menyerah. Saya juga tidak terlalu neko-neko dalam menjalani hidup. Stress mungkin. Tapi, depresi?

Setengah hati, saya menemui dr. Anggreni Ang, SpKJ, psikiater yang dirujuk dokter. Untuk yang belum mengetahui, sejak awal November 2013 saya menderita HNP (Herniated Nucleus Pulposus). Tentang itu saya menceritakannya di tulisan berikut ini: Please, Jangan Tiru Kebodohan Saya

Saya, adik saya, dan dr. Ang

Sekali lagi saya katakan setengah hati saya menemui psikiater. Saya tidak kawatir dianggap gila. Tidak. Saya tahu bedanya depresi dan gila. Hanya saja, saya anggap hal ini berlebihan sekali. Kedua, saya malas membayangkan harus membuka diri di depan orang yang belum saya kenal. Saya orang yang enggan membicarakan diri saya kecuali pada orang yang sudah amat sangat dekat dengan saya.
Dokter Ang yang saya temui ternyata ramah sekali. Padahal, suaranya jauh dari lemah lembut. Cenderung ‘cetar membahana’. Namun, atmosfer yang ditimbulkannya sangat bersahabat. Hal itu menimbulkan rasa nyaman pada diri saya. Kekakuan saya mencair. Ikut pula mencair nafsu untuk menyangkal bahwa saya menderita depresi. 

Hadiah dari Nana Lystiani
Iya, awalnya saya denial. Ketika ditanya apakah saya merasa ingin mati, saya jawab: “Dokter, waktu SMA saya patah hati rasanya juga pingin mati. Tapi kan bukan berarti saya depresi.” Saya juga mengatakan bahwa kurang lebih empat tahun yang lalu saya mengalami permasalahan yang lebih berat namun saat itu saya tidak depresi. Dan masih banyak hal lagi yang saya pertanyakan. Untunglah yang saya hadapi adalah seorang profesional. Pelan-pelan beliau membuka pikiran saya. Tentu saja saya tidak bisa menjabarkan secara rinci di tulisan ini karena pembicaraan itu adalah rahasia dokter dan pasien (sudah saya bocorkan dua yang di atas). 

Akhirnya pertanyaan demi pertanyaan saya jawab dengan terus terang. Dan, kalau anda membaca tulisan saya di link yang saya berikan di atas, anda akan tahu bahwa berbicara dengan psikiater sangat membantu pulihnya kesehatan saya. Tentu saja saya juga diberi obat untuk membantu kesembuhan.

Hadiah dari Fidelis R. Situmorang
Dari konsultasi dengan psikiater saya mendapat beberapa point yang akan selalu saya ingat dan ingin saya bagi dalam pointers yang random di bawah ini:

  1. Depresi bisa menyerang siapa saja. Tidak ada satu orang pun kebal akan depresi. Beberapa karakter tertentu mungkin lebih rentan daripada yang lainnya tapi tidak ada seorang pun yang bisa mengklaim tidak akan mungkin depresi.
  2. Biarpun menjadi religious sangat membantu tapi depresi tidak bisa dikaitkan dengan religiousitas seseorang. Banyak yang mengatakan “Itulah kalau kurang beriman, gampang depresi”. Penilaian seperti itu sama sekali tidak berdasar.
  3. Permasalahan yang memicu stress dan berujung pada depresi bisa sangat bervariasi. Stressor bagi si A atau mayoritas orang belum tentu memicu depresi si B. Depresi sangat unik.
  4. Saya terkena depresi karena mengalami penyakit. Depresi itu diperparah karena saya mencari informasi dari internet secara tidak benar. Ini tips dari dokter bila kita hendak mencari informasi dari internet: ketahuilah dulu nama penyakit dari dokter yang merawat, baru cari informasinya di internet. Jangan menduga-duga sendiri atau mencari dari gejalanya. Yang saya lakukan, dan ternyata sangat keliru, adalah merasakan gejala kemudian mencari informasi tentang gejala itu. Contohnya, saya merasakan kesemutan yang luar biasa. Saya cari informasi tentang “kesemutan”. Hasilnya, saya malah lebih stress lagi karena gejala itu mengarah ke banyak penyakit, termasuk kelumpuhan. Itu berlaku untuk semua gejala. Gejala mengarahkan kita pada kemungkinan penyakit. Oleh karenanya, bila mencari informasi, mulailah dari penyakitnya.
  5. Sangat penting mengenali gejala depresi. Depresi adalah akumulasi stress yang tidak terkelola dengan baik. Jadi, kenali juga gejala stress. Dalam kasus saya, saya tahu bahwa saya stress kalau asam lambung naik (saya tidak punya penyakit maag).
  6. Ada beberapa tingkatan depresi, dari ringan sampai berat. Pada kasus saya, saya terkena depresi ringan. Namun demikian, ringan bukan berarti bisa diabaikan. Bila tidak ditangani pasti berlanjut ke berat dan semakin sulit disembuhkan.
  7. Gejala depresi: dokter menjelaskan tentang penyebab dan gejala depresi. Saya kemudian searching lebih jauh di internet. Salah satunya di link berikut ini: Gejala Umum Depresi. Percaya atau tidak, saya merasakan 8 dari 10 gejala yang ada di situ!
  8. Ini yang amat sangat penting: bila anda merasa ada tanda-tanda seperti di atas jangan ragu atau malu meminta pertolongan ahli. Depresi berat sampai bunuh diri atau membunuh orang lain adalah akumulasi stress dan depresi ringan yang tidak tertangani dengan baik.
  9. Yang ini juga penting: keluarga hendaknya saling memperhatikan dan peka satu sama lain. Bila melihat gejala-gejala yang mencurigakan dari salah satu anggota keluarga segeralah mencarikan pertolongan untuk anggota keluarga. 
  10. Masih terkait dengan nomor 9 di atas: peranan keluarga (orang dekat) amat sangat signifikan. Keluarga yang supportif dan positif akan sangat membantu pemulihan orang yang menderita depresi. Hindari sikap judgmental, hindari perasaan malu karena punya saudara “gila”. Yang anda hadapi adalah orang sakit yang membutuhkan pertolongan. Dalam kasus saya, dukungan orang dekat membuat saya memilih untuk fight. Tidak heran kalau kepulihan saya relatif cepat. 
  11. Berpikir positif adalah mantra ajaib yang membantu seorang depresan untuk cepat pulih. Biarpun judulnya ‘mantra’, berpikir positif ini adalah proses tidak ringan yang harus setiap saat dilatih. Melatih berpikir positif ini harus terus menerus, biarpun kita sudah dinyatakan sembuh. Membangun pola pikir positif saya lakukan dengan mencari sebanyak mungkin teman yang suka memancarkan energi positif.
  12. Mendekatkan diri dengan Tuhan, memupuk iman, juga akan sangat membantu.
  13. Perbanyak melakukan kegiatan-kegiatan yang menenangkan, misalnya mendengarkan musik, melukis, atau apa saja yang bisa membuat kita tenang. Saya membaca sambil mendengarkan musik. Dan, Tuhan memang Maha Baik. Saat saya butuh banyak bacaan ada saja teman-teman yang mengirimkan buku bacaan.
  14. Terakhir, jangan pernah merasa malu kalau kita pernah terkena depresi. Saya pribadi tidak malu. Malah saya bagikan kepada banyak orang, supaya lebih banyak yang berhati-hati. Kata dokter Ang: “Saya pernah depresi. So what?” Setuju, dok!


Hadiah dari Sri Widiyastuti
Akhir-akhir ini di televisi gencar diberitakan caleg gagal yang menderita depresi berat. Beberapa bulan sebelum ini saya mendengar berita ada seorang ibu yang membunuh anaknya sendiri karena depresi. Beberapa tahun yang lalu juga ada pemberitaan tentang seorang ibu yang membunuh ketiga anaknya. Ibu ini juga menderita depresi berat. Catatan, ibu ini seorang lulusan S-2 dari sebuah perguruan tinggi negeri ternama.

Artinya apa? Stress dan depresi tidak bisa diabaikan begitu saja. Menyalahkan apalagi mengolok-olok yang sedang menderita depresi tidak akan membantu si penderita. Sikap itu juga tidak akan membantu anda sendiri kalau sekiranya suatu saat anda atau salah satu orang di dekat anda terkena.

Yang terpenting adalah, bila anda penderitanya: jangan ragu untuk mencari pertolongan. Bila anda bukan penderitanya, jangan ragu untuk melatih kecerdasan berempati anda. Dengan demikian, kita sama-sama bisa mengatakan: “Depresi? So what gitu loh!”


Hadiah Kuis dari Penerbit BIP

Hadiah dari Chandra Wening
***

Pekanbaru, 23 April 2014
Agnes Bemoe

2 comments:

  1. Teteeeep..

    Saya ngiler liat buku-bukunya... ^_^

    ReplyDelete