INI HEBATNYA
Sudah sekitar empat bulan, persis mulai tanggal 5 November 2013, saya hanya bisa terkapar di tempat tidur. Bangun dan mau baring pun membuat saya meraung. Duduk, tidak bisa sama sekali. Saya bisa berjalan dengan cara menyeret kaki kanan (bagian yang terasa sakit). Berdiri hanya kuat sekitar 15 – 30 menit. Tidur pun susah karena setiap kali membalikkan badan saya merasa kesakitan. Pekerjaan-pekerjaan kecil seperti mengenakan pakaian dalam membuat saya menjerit (bukan lebay, memang sakit!). Bahkan, batuk atau buang angin pun menimbulkan “nyuut” yang cukup signifikan.
Awalnya saya mengira dengan dioleskan obat pereda sakit pasti akan sembuh sendiri. Biarpun sudah banyak yang menyarankan untuk berobat, saya tetap berkeras. Satu bulan setelahnya baru saya mengalah. Saya sedih melihat anak-anak saya (baca: doggies) terkurung di rumah tidak bisa lari (biasanya setiap pagi saya lari pagi dengan mereka).
PENGOBATAN
Tanggal 2 Desember 2013 saya mulai terapi. Bagaimana saya bisa ke rumah sakit? Naik mobil (dengan driver), di mobil saya tergeletak di kursi belakang.
Setelah dua kali sesi terapi dan tidak ada perubahan, saya disarankan untuk rontgen. Hasil rontgen menunjukkan bahwa tidak ada yang salah di badan saya. Lalu, setelah dua kali lagi sesi terapi, therapist saya merujuk saya pada dokter spesialis orthopedy.
Awalnya, oleh dr. Syafruddin H. SpOT (K) Spine saya diberi obat. Ajaib, obat itu membuat nyeri reda. Namun, sepuluh hari kemudian, ketika obat habis, nyeri itu datang lagi! Dr. Syafruddin lantas menyarankan saya menjalani MRI. Hasil MRI lagi-lagi menunjukkan tidak ada yang salah dengan badan saya! Dokter tentu saja tidak bisa mengambil tindakan apapun kalau tidak ada sesuatu yang salah. Akhirnya, dr. Syafruddin kembali memberi saya obat sambil menyarankan saya berenang untuk membantu memulihkan. Sementara itu saya masih juga mengikuti terapi, yang mana setiap kali selesai terapi saya malah mau menangis kesakitan dan bukannya nyaman.
Sepertinya Tuhan belum mau berhenti ngerjain saya. Tanggal 23 Desember 2014 sepulang dari terapi, saya muntah-muntah hebat. Asam lambung naik, pertanda stress. (Saya tidak punya sakit maag, tapi kalau stress memang saya selalu mengalami peningkatan asam lambung). Saya tidak bisa makan karena selalu muntah bila mencium bau makanan.
Tanggal 24 Desember 2013 malam, ketika umat Kristen seluruh dunia mengikuti misa Natal, saya terbaring dalam keadaan demam tinggi, mual, dan muntah-muntah. Baru tanggal 3 Januari 2014 saya pulih dari peningkatan asam lambung.
By the way, sudah sampai pada bulan Januari. Artinya, sudah dua bulan saya tergeletak di tempat tidur. Tanggal 21 Januari 2014 saya kembali kontrol. Ketika itu saya sudah pasrah. Bila memang harus tergantung obat seumur hidup .
SELECTIVE NERVE ROOT BLOCK
Sore itu, dr. Syafruddin kembali meneliti hasil MRI saya. Lama beliau mengamati, lalu tiba-tiba beliau menunjukkan sesuatu yaitu ada semacam tekanan di salah satu syaraf di tulang belakang bagian bawah (lumbar). Tekanannya tidak besar, tidak sampai menghimpit, hanya sekitar 1 mm. Menurut dokter, saya terkena HNP (Herniated Nucleus Pulposus). Dokter lalu menyarankan saya untuk disuntik SNRB (Selectie Nerve Root Block). Beliau menjelaskan secara detail proses penyuntikannya: intinya, ke syaraf yang bermasalah itu disuntikkan obat. Mengetahui bahwa saya familiar dengan internet beliau pun menyarankan saya mempelajari prosedur ini lewat internet.
Bagian merah adalah bagian dimana saya merasa nyeri luar biasa |
Tanggal 29 Januari 2014 saya disuntik. Sempat menginap di rumah sakit 1 malam, lalu pulang. Hari pertama di rumah, saya langsung mencoba duduk di tempat tidur (bersandarkan bantal yang buanyak sekali). Apa yang terjadi, nyeri menyebalkan itu muncul kembali! Saya mencoba berdiri. Tungkai saya nyeri ditambah rasa panas sekujur tungkai. Selanjutnya, setiap kali bangun saya merasakan kesemutan luar biasa.
Saya drop!
Ternyata, disuntik pun tak membawa hasil! Berarti saya harus operasi (itu yang dikatakan dokter dan yang saya baca lewat internet). Saya tidak takut operasi. Saya takut bagaimana pembayarannya. Jelas, saya tidak punya uang untuk operasi.
Sejak hari itu, saya tidak berani bergerak. Saya takut melukai syaraf saya. Kepanasan karena udara gerah pun saya tidak berani bangun dan menghidupkan kipas angin.
Saya juga membuat jurnal. Setiap nyeri yang saya alami saya catat. Setiap kesemutan yang saya alami juga saya catat. Saya membaca melalui internet tentang “kesemutan” yang hasilnya membuat saya tambah panik. Ada ancaman kelumpuhan dan segala macam “hanya” karena kesemutan.
Bersambung… ke sini
***
Pekanbaru, 3 April 2014
Agnes Bemoe
No comments:
Post a Comment