Tanpa bermaksud pamer, perlu saya sebutkan bahwa saya punya kegiatan doa rutin sehari-hari. Saya mengawali hari dengan membaca Kitab Suci menurut kalender Liturgi dilanjutkan dengan doa Rosario. Jika berada dalam situasi khusus,saya menambahkan doa-doa lain seperti Doa melalui St. Antonius a Padua, Litani Santo Rafael, Doa melalui St. Yudas Tadeus, dll.
Berdoa Angelus pada jam 6, 12, dan 18 setiap hari. Lalu berdoa Novena 3 X Santa Maria pada pukul 12 tengah malam. Setiap Jumat Pertama dalam bulan saya ke gereja dan berpuasa. Saya melakukan puasa katolik, yaitu makan satu kali dalam 24 jam. Saya bersyukur atas kemewahan waktu yang diberikan Tuhan oleh saya, sehingga saya bisa memanfaatkannya untuk berdoa.
Apa maksud saya memerinci semua kegiatan doa saya?
Tanggal 5 November 2013 saya jatuh sakit. Silakan baca kisah lengkapnya di link berikut ini.
Selama sakit itu, mulai dari hari pertama, saya tidak bisa berdoa. Entah mengapa, lesap keinginan untuk berdoa. Iman saya terkalahkan oleh sakitnya badan. Itu berlangsung sampai bulan Januari. Saya melewatkan waktu selama itu tanpa satu doa pun! Bahkan di malam Natal dan Tahun Baru (apalagi persis di malam Natal saya demam tinggi).
Sementara itu penyakit saya tidak juga kunjung sembuh. Dan, yang mengherankan setelah rontgen dan MRI, dokter menyatakan tidak menemukan sesuatu yang salah di badan saya. Dengan demikian, dokter tidak bisa berbuat apa-apa. Beliau hanya memberi saya obat pereda nyeri. Saya sendiri heran dengan hasil itu. Saya benar-benar merasakan kesakitan luar biasa, mengapa hasil pemeriksaan alat canggih mengatakan sebaliknya? Lalu saya harus berbuat apa?
Tanggal 21 Januari adalah hari Pesta Nama Santa Agnes, santa pelindung saya. Pagi itu, melalui layar tablet, saya melihat kembali album foto “Kumpulan Kisah Santo Santa”, buku yang saya tulis dua tahun sebelumnya. Di sana ada gambar Santa Agnes. Entah bagaimana, tiba-tiba timbul dorongan untuk berdoa Rosario.
Saya minta diambilkan Rosario. Rosario saya sampai sudah penuh dengan semacam jamur-jamur kecil berwarna keputihan karena lama tidak digunakan. Saya pun berdoa. Saya minta tolong pada Bunda Maria dan Santa Agnes untuk berdoa bagi kesembuhan penyakit saya. Saya juga minta tolong pada Santa Germaine de Pibrac yang pesta namanya persis di tanggal kelahiran saya, 15 Juni.
Sorenya, saya harus ke dokter karena obat habis. Saya sudah pasrah seandainya memang harus tergantung obat seumur hidup. Sore itu, dokter lagi-lagi memeriksa hasil MRI. Ada empat lembar hasil dengan negatif-negatif kecil di dalamnya yang tidak saya mengerti.
Lagi-lagi, dokter menyatakan tidak ada kelainan di badan saya. Surat dari dokter yang menangani MRI juga menyatakan hal yang sama. Saya kembali pasrah. Tergantung dari obat, mungkin itulah hidup saya ke depan.
Lalu, tiba-tiba dokter menyuruh saya mendekat ke layar.
“Ibu, ibu lihat ini deh!”Saya melongokkan kepala ke gambar yang ditunjuk oleh dokter. Dokter menjelaskan ada semacam tekanan kecil di saraf bagian lumbal (tubuh bagian bawah). Tekanan itu keciiil sekali! Hanya kurang lebih 1 mm.
“Coba ibu bandingkan dengan yang lain. Kalau yang lain kan bulat sempurna, yang ini ada semacam tonjolan.”Iya, benar. Setelah mengamati beberapa saat saya baru bisa melihat apa yang dilihat oleh dokter.
“Pantas sulit dideteksi karena kecil sekali,” demikian kata dokter.Dokter lalu menyarankan saya untuk melakukan suatu tindakan yang namanya Selective Nerve Root Block (SNRB). Ke syaraf saya yang bermasalah itu akan disuntikkan semacam obat.
Saya? Langsung bersemangat dan girang sekali! Syukurlah akhirnya diketemukan juga biang keladinya. Bagaimana kalau saya tetap dinyatakan “sehat” secara medis padahal kenyataannya saya merasa sangat kesakitan.
Dengan dibantu oleh dokter, saya lalu mengurus administrasi untuk keperluan tindakan SNRB itu. Sambil mengurus, tak putus senyum di bibir saya. Terima kasih, Santa Agnes. Terima kasih, Bunda Maria. Terima kasih juga Santa Germaine de Pibrac. Sepuluh juta ribu persen saya yakin, doa Rosario di hari pesta nama saya itulah yang menuntun saya pada jalan kesembuhan!
Sekali lagi, tanpa bermaksud pamer, setelah hari itu saya mencoba kembali pada rutinitas doa saya. Semua doa saya copy-paste ke Blackberry jadi saya tidak perlu berat-berat memegang buku doa dan tetap bisa membaca tanpa lampu.
Pelan-pelan, saya juga mencoba memegang Kitab Suci yang berat dan membaca semampunya.
Saya lupa mengisahkannya di awal tulisan. Biasanya, setelah membaca Kitab Suci, saya suka sekali “iseng” membuka secara acak dan membaca Kitab Mazmur. Mazmur memang doa favorit saya. Ketika pertama kali membuka Kitab Suci setelah hampir dua bulan tidak memegangnya, saya menemukan bahwa gambar penanda Kitab Suci menunjuk pada Mazmur 38: “Doa Pada Waktu Sakit”. Itu berarti bahwa Kitab Mazmur “iseng” terakhir yang saya baca sebelum sakit adalah mazmur tersebut.
Gambar penanda yang saya gunakan pun ternyata gambar Beato Padre Pio yang di dalamnya ada Novena Kepada Hati Kudus Yesus. Padre Pio sendiri dikenal sebagai salah seorang perantara rahmat untuk kesembuhan. Astaga! Allah sebenarnya sudah memberikan peringatan sekaligus “perlengkapan” untuk berjuang kepada saya! Saya saja yang buta, tulis, dan bisu!
Saya menuliskan dan membagikannya untuk saudara dan saudari dengan harapan saya sendiri tidak akan pernah lupa dan tidak lagi jatuh pada lubang yang sama. Allah menyapa melalui kesusahan hidup. Saya ingin selalu menjawabnya dengan doa.
SELAMAT HARI MINGGU PALMA!
***
Pekanbaru, 13 April 2014
Hari Minggu Palma
Agnes Bemoe
No comments:
Post a Comment