Krismariana Widyaningsih, tinggal di Yogyakarta. |
KRISMARIANA
Widyaningsih adalah adik asrama saya di Asrama Syantikara Yogyakarta. Namun, karena
jaraknya cukup jauh, saya tidak terlalu mengenalnya. Saya jadi lebih
mengenalnya ketika membutuhkan seorang penerjemah untuk cerita yang akan
dikirimkan ke AFCC (Asian Festival of Children’s Content) di Singapura tahun
2013.
Waktu itu waktu sudah sangat mepet. Sementara saya sendiri
tidak terlalu pede untuk menerjemahkan cerita biarpun tujuhbelas tahun mengajar Bahasa
Inggris. Seorang adik asrama yang lain merekomendasikan nama “Krismaryana
Widyaningsih”. Beliau ternyata seorang penerjemah professional yang sudah malang
melintang di dunia penerjemahan. Ternyata juga, saya sudah baca buku-buku
terjemahannya sebelum kenal dengannya. Saya pun mengontaknya. Syukurlah Menik,
nama panggilan Krismariana, bersedia.
Maka, di bawah jadwal yang mepet itulah Menik
bekerja. Tidak hanya mepet untuk deadline lomba. Waktu itu adalah bulan
Desember. Jadi, itu pasti waktu yang super ribet untuk umat kristiani. Ah,
kalau teringat kembali deg-degannya di satu sisi, dan tidak enak hatinya di
sisi yang lain….
Puji Tuhan, terjemahan selesai. Naskah bisa dikirim
(dengan menggunakan ekspedisi sehari sampai ke Singapura!). Itulah naskah
berjudul “Utan for Marcia” yang kemudian menarik hati para juri sehingga
ditempatkan sebagai salah satu dari enam judul shortlisted, dari ratusan cerita
yang dikirim dari seantero Asia.
Kenapa saya ceritakan pajang lebar di sini?
Karena kemudian saya menyadari, -paling tidak buat
saya- penerjemah punya peran yang tidak kalah pentingnya dalam kehidupan
seorang penulis cerita anak. Selain editor dan illustrator, saya pribadi mau
menambahkan satu lagi: penerjemah. Kita tidak tahu kapan karya kita beruntung
dipampangkan di mata dunia. Pada saat itulah kita butuh orang yang bisa
menginterpretasikan karya kita ke dalam bahasa asing.
Alasan kedua: saya perlu men-shout out karya terjemahan Menik atas cerita saya karena keterampilannya.
Begini, tidak jarang tulisan kita diedit, yang hasil editannya adalah
sepertinya ‘bukan bahasa/gaya kita’. Iya, enggak? Artinya, ada gap antara kita
dengan karya kita setelah diedit/diterjemahkan. Nah, hal itulah yang tidak saya
dapatkan di terjemahan karya Menik.
Saya merasa, bahasa yang Menik terakan di terjemahan
cerita saya itu ‘saya banget’. Saya sangat bersyukur dan berterima kasih
karenanya. Karenanya, tidak terlalu berlebihan kalau saya menganggap Menik
berperan dalam karya saya yang masih seuprit ini dan saya tampilkan beliau di
tulisan ini. Berikut hasil wawancara saya dengan Krismariana Widyaningsih a k a
Menik:
1.
Menik adalah penerjemah dan penulis
buku anak. Mana yang lebih mengasyikkan?
Susah
milihnya.
Tapi
kalau diminta memilih, saya pilih menulis buku anak. Saya bisa menciptakan
tokoh-tokoh yang selama ini hanya dalam kepala lalu setelah ditulis dan
diilustrasi hasilnya bisa di luar dugaan saya.
Menerjemahkan
memiliki keasyikkan tersendiri. Saya banyak belajar saat menerjemah. Belajar
tentang penokohan, pilihan kata, plot, dll. Selain itu, kalau menerjemahkan
buku anak, saya biasanya mendapat bukti terbit. Jadi, enggak perlu beli buku
untuk menambah koleksi buku anak. :D
2.
Apa hal tersulit dalam menerjemahkan
cerita anak? Apa hal paling menarik?
Kalau
menemukan sesuatu atau kata yang tidak ada padanannya dalam bahasa Indonesia.
Terutama yang berkaitan dengan budaya.
Yang
menarik? Saat membuka-buka kamus. Biasanya ketemu saja kata atau frasa “baru”.
Baru itu artinya, bisa jadi kata atau frasa itu sudah lama ada, tapi saya baru
“ngeh” kalau kata tersebut kaya makna.
3.
Ada impian khusus ingin
menerjemahkan buku tertentu?
Ng…
apa ya? Haha. Rasanya kok nggak ada.
Biasanya
begini, kalau lihat picture book bagus, tapi sepertinya buku seperti itu tidak
mungkin diterima pasar Indonesia, nah… saat itulah saya biasanya pengin
menerjemahkan buku tersebut.
Misalnya,
picture book anak yang nonfiksi,
jarang kan ada di toko buku? Padahal isinya bagus banget. Penerbit Indonesia
pun jarang yang tertarik. Kalaupun tertarik, mungkin susah juga menjualnya.
Ribet, ya?
Tapi
pengin lebih banyak menerjemahkan buku-buku rohani untuk anak; buku anak
nonfiksi yang memuat: cerita sejarah, kepedulian lingkungan; cerita tentang
tokoh tertentu; kumpulan cerita sehari-hari tentang anak-anak.
4.
Apa buku terakhir yang terbit?
Titu dan Tuti. Buku ini hasil workshop dengan
Room to Read. Sudah disebar ke beberapa daerah, tapi belum dijual untuk umum.
5.
Pertanyaan khayalan: bila bisa
bertemu dengan tokoh/karakter sebuah cerita, siapa dia?
Madita!
Dia
salah satu tokoh dalam novel Astrid Lindgren. Terakhir novel itu diterbitkan
ulang dan nama Madita diganti dengan Madicken. Menurutku, Madita itu lucu
banget. Sifat-sifatnya khas anak perempuan pra remaja. Rasanya dia bakal jadi
teman yang asyik buat mengobrol.
Itulah Menik, adik asrama saya, seorang penerjemah profesional.
Silakan kontak beliau bila memerlukan jasa terjemahan. Saya rekomendasikan!
Selanjutnya, kita ke… GIVEAWAY!
Yeay!
“Adakah
cerita anak Indonesia yang ingin Teman-Teman rekomendasikan untuk diterjemahkan ke
dalam Bahasa Inggris? Sebutkan judulnya!”
·
Tuliskan jawabannya di kolom komentar di
bawah artikel ini
·
Share artikel ini ke facebook dan atau
twitter
·
Mention 3 teman TERMASUK SAYA
·
Saya menghargai sekali kalau Anda juga
mau menjadi teman saya di facebook dan follow twitter serta Instagram saya.
·
Akan dipilih SATU pemenang secara acak
untuk hari ini
·
Peserta yang mengikuti giveaway hari ini
berhak menjadi pemenang untuk kategori umum di akhir periode giveaway
·
Mohon tidak menuliskan hal lain selain
jawaban giveaway di kolom komentar dan mohon tidak membuka perdebatan apapun
·
Terima kasih. Let’s have fun!
14
Juni 2018
Pace
e Bene,
Agnes
Bemoe
No comments:
Post a Comment