Saya, di UWRF 2018 |
Bisa
jadi saya akan dianggap seorang “social
climber” karena orang-orang yang mau saya tulis ini adalah A-list persons. Biarlah. Kalau perlu
saya buat tersurat, saya ingin menuliskan tentang keramahtamahan dan
kerendahhatian, terutama dari orang-orang terkenal, dan bukannya mau numpang
tenar pada nama-nama besar ini.
Btw,
sering kan kita (saya ding) bertemu dengan orang terkenal yang kita harapkan
benar momen pertemuannya. Ternyata, setelah bertemu, hehehe... gitu deh. Si
orang terkenal bersikap ‘layaknya orang terkenal’... hihihi.... Karenanya, bertemu dengan orang terkenal yang bersikap sebaliknya adalah berkah.
Oktober
2018 lalu saya mengunjungi Ubud Writers
and Readers Festival 2018. Tak nyana, di sana saya bertemu dengan
sosok-sosok terkenal di dunia kepenulisan, baik nasional maupun internasional.
Senang? Tentu iya! Bayangkan, yang biasanya hanya kita lihat di facebook,
sekarang bisa kita temui sendiri!
Namun,
yang sampai detik ini membuat rasa bungah saya tidak hilang bukan hanya karena
mereka orang penting tapi terutama karena KEPRIBADIAN mereka. Mereka itu
hangat, ramah, tidak merasa kalau mereka itu sejenis selebritas. Mereka seperti
guys next door yang setiap saat bisa
kita recoki dengan cerita kita.
Saya
akan ceritakan empat sosok di antaranya ya. Saya sebutkan berdasarkan urutan bertemu.
Pertama,
saya bertemu dengan Sergius Sutanto Sergius Sutanto on Youtube Sergius Sutanto on facebook.
Beliau adalah penulis novel biografi Hatta, Mangun, dan Chairil. Beliau
diundang ke UWRF 2018 sebagai salah seorang pembicara. Keren kan?
Saya dan Sergius Sutanto, Novelis dan Film Maker |
Sebenarnya,
saya sudah kenal dengan Mas Sergie. Kenal di facebook. Di facebook, beliau
ramah sih, tetapi ya begitu, sepertinya irit bicara/komen. Dalam gambaran saya,
beliau orangnya pendiam (cenderung jutek, begitu).
Di
UWRF 2018 saya bertemunya tidak sengaja. Saya janjian bertemu dengan Ibu Maria Antonia Rahartati Bambang Haryo di Indus Caffee. Tiba di Indus, Ibu
Tatty menelefon, mengatakan kalau beliau sudah kembali ke hotel karena ada
keperluan mendesak. Hotel tempat Ibu Tatty menginap tidak jauh dari Indus, bisa
dijangkau dengan jalan kaki. Jadi, saya keluar dari Indus menuju ke hotel itu.
Nah, selagi jalan tulah saya melihat sosok yang sepertinya saya tahu: ya Mas
Sergie ini.
HATTA, salah satu novel biografi karya Sergius Sutanto |
Saya
memberanikan diri menyapa.
Dan,
eh, ternyata beliau ini tidak seperti yang saya bayangkan lho. Saya kira beliau
akan menanggapi dengan dingin dan jutek (seperti bayangan saya tentang beliau).
Ternyata, beliau malah ramah dan rame banget!
Karena
beliau baik (hahaha...) saya pun akhirnya memutuskan ikut sessi beliau. Sessi
yang bernas banget, tentang penulisan novel biografi. Tidak rugi mengikutinya.
Apalagi kemudian saya dapat tanda tangan beliau di buku-bukunya! (Percayalah,
saya pernah berusaha mendapatkan tanda tangan beliau di Jakarta tapi gagal. Itulah
sebabnya saya menganggap beliau ini somse :p)
Yang
kedua adalah Ibu Maria Antonia Rahartati
Bambang Haryo Maria Antonia Rahartati Bambang Haryo on facebook. Pembaca blog ini pasti tahu Asterix kan? Nah, Ibu Tatty
inilah orang yang paling bertanggung jawab atas terpingkal-pingkalnya kita
semua ketika membaca Asterix. Ibu Tatty adalah penerjemah Asterix.
Saya dan Ibu Maria Antonia Rahartati Bambang Haryo |
Ada
beberapa kali Ibu Tatty selalu menekankan untuk mampir ke rumahnya kalau saya
ke Jakarta. Saya tentu saja sangat bersedia dan senang sekali. Sayangnya, belum
ada kesempatan ke Jakarta.
Nah,
dari postingan saya di facebook, Ibu Tatty tahu saya sedang di Ubud. Kebetulan,
beliau pun mengikuti UWRF 2018. Beliau mem-WA saya untuk bertemu di salah satu
venue UWRF 2018. Tak terbayangkan senangnya hati saya, akhirnya ada kesempatan
bertemu dengan Ibunda Asterix ini!
Setelah
bertemu dengan Mas Sergie, saya buru-buru mengejar Ibu Tatty di hotelnya.
Di
facebook dan WA Ibu Tatty ini super ramah. Ternyata, begitu bertemu, jauh lebih
ramah lagi! Saya seperti bertemu dengan ibu saya sendiri, lengkap dengan
omelan-omelannya karena saya ‘tidak patuh’.
“Tak jiwit lho kowe!” katanya, waktu saya
berkeras membuang sendiri sampah saya dan bukannya membiarkan beliau yang
membuangkannya. Wah, pokoknya, di detik pertama saja saya merasa nyaman banget.
Energi penerjemah berusia 76 tahun ini positif dan hangat banget! Jujur, saya
pingin seharian main ke rumah beliau, sambil rujakan gitu, dan ngobrol
ngalor-ngidul, girl to girl dengan beliau :D
Selanjutnya,
saya bertemu dengan Shrabani Basu Shrabani Basu on Twitter.
Jujur, karena kecupetan pengetahuan saya, saya tidak kenal beliau. Ketika
diperkenalkan bahwa beliau penulis novel “Victoria
and Abdul” barulah berdering lonceng di kepala saya. Beberapa minggu
sebelumnya, tayang film “Victoria and Abdul” di FoxMovie. Saya tak tahu bahwa
film itu berdasarkan sebuah novel biografi. Dan tak sangka bisa bertemu dengan
penulisnya.
Shrabani
Basu juga sebuah pribadi yang hangat. Kita bisa langsung merasakannya!
Saya dan Shrabani Basu |
Beliau
tidak menolak ketika saya minta berfoto dan tidak menunjukkan wajah kebal waktu
saya mengatakan sudah menonton film “Victoria and Abdul” (berapa orang yang pasti
mengatakan hal yang sama?). Beliau berbicara seperti berbicara dengan orang
yang sudah dikenalnya lama sekali. Suaranya kecil dan bernada riang. Yang
jelas, sebuah senyum selalu menghiasi wajahnya.
Victoria & Abdul, salah satu novel biografi karya Shrabani Basu |
Nah,
ketika berfoto (seseorang berbaik hati memfotokan kami dengan HP saya), entah
kenapa, ada sedikit masalah sehingga foto harus diambil berulang kali. Mrs.
Shrabani tidak tampak kesal atau merasa harus terburu-buru (padahal yang antri
minta tanda tangan beliau buanyakk). Beliau malah tertawa cekikikan seolah-olah
tidak ada masalah besar.
Wah,
pokoknya menyenangkan banget bertemu dan berkenalan dengan penulis besar yang
satu ini!
Yang
terakhir adalah Innosanto Nagara Innosanto Nagara on Facebook.
Lagi-lagi, karena kecupetan pengetahuan saya, saya tidak mengenal beliau.
Disebutkan bahwa beliau putera Ikranagara. Tentu saja saya kenal Ikranagara.
Maksud saya, Ikranagara aktor terkenal. Semua orang Indonesia pasti tahu.
Saya dan Innosanto Nagara |
Innosanto
Nagara ternyata ilustrator dan penulis BUKU ANAK. Sengaja saya tulis dalam huruf
kapital untuk menunjukkan betapa bersemangatnya saya tentang ini. Di Indonesia,
penulis buku anak dianggap warga negara kelas 10 di republik penulis. Orang
tidak membaca dan atau membicarakan buku anak kecuali ditulis oleh seorang
sastrawan atau penulis novel terkenal karena mereka dianggap penulis yang lebih
serius. (Oke deh, berhenti marah-marahnya :D )
Nah,
Mas Inno (kalau boleh saya panggil Mas) ternyata menulis serial novel anak yang
tidak hanya memiliki tema yang menarik (yaitu politik) tetapi juga menjadi best-seller di Amerika, yaitu “A is For Activitst”. Ketika berbicara
di seminar, Mas Inno sepertinya menyampaikan apa-apa yang menjadi uneg-uneg
dalam hati saya selama ini (sebagai penulis anak di Indonesia).
A is for Activist, buku anak bertema politik yang jadi best seller, karya Innosanto Nagara |
Karena
merasa bertemu dengan sosok yang seide, sehabis seminar saya memberanikan diri
bertemu minta berfoto. Saya juga memberikan novel anak saya yang berjudul “Aubrey dan The Three Musketeers” (Behind The Scene: Aubrey dan The Three Musketeers) sambil
sedikit menceritakan bahwa tema-teman HIV/AIDS masih dianggap tema yang terlalu
sensitif di Indonesia.
Eh,
tak sangka lho, beliau menyimak dengan penuh perhatian penjelasan pendek saya,
seolah-olah penjelasan itu penting buatnya. Wehh... salut banget dengan
kerendahhatian penulis best seller ini!
Sampai
detik saya menuliskan tulisan ini, saya masih merasakan senangnya bertemu
dengan pribadi-pribadi dengan good and positive vibe tersebut. They all made
people the met feeling better. Dan itu jauh lebih “sakti” daripada nama besar,
bukan?
Oh
ya, tentu saja di kesempatan itu saya juga bertemu dengan banyak orang lain
yang sangat baik dan ramah yang tidak akan saya lupakan. Namun, untuk
kesempatan ini saya tulisakan dulu empat sosok yang di atas ini ya.
Pengalaman bertemu ini mengingatkan saya akan pesan Seseorang: Be Kind to One Another.
Pengalaman bertemu ini mengingatkan saya akan pesan Seseorang: Be Kind to One Another.
***
Pekanbaru, 20 November 2018
@agnes_bemoe
No comments:
Post a Comment