Biarpun
aku memanggilnya “Mama”, beliau bukan ibu kandungku. Bukan ibu tiri atau
hubungan lain yang membuatku harus menyebutnya “Mama”. Dulu sekali, aku sempat
menjalin hubungan dengan anaknya. Kalau jodoh tidak bermain curang sebenarnya
aku bisa menyebutnya “Mama Mertua”.
Hubunganku
dengan anaknya terputus. Bukan, bukan karena pertengkaran atau hal negatif
lainnya. Hanya karena LDR yang kejam. Juga, kami masih sama-sama muda sehingga mungkin
sama-sama tidak yakin untuk memperjuangkan cinta kami. Mungkin juga bahkan
tidak yakin ada “cinta” saat itu... hahaha....
Seharusnya,
setelahnya semuanya menjadi mudah.
Nyatanya,
tidak. Paling tidak, buatku.
Seperti
yang terjadi pada hampir semua orang, facebook
mempertemukan orang-orang yang tadinya terpisah jauh sekali, termasuk kami. Jujur
nih, awalnya aku enggak berkawan lagi -biarpun hanya di fb- dengannya. Tidak,
aku tidak marah atau sakit hati. Hanya enggan saja.
Lalu,
ketika kali kesekian ia mengirimkan permintaan pertemanan, aku berpikir,
mengapa tidak. Bukannya sudah tidak ada apa-apa lagi di antara kami. Apalagi, dia
juga sudah menikah, dan pernikahannya bahagia. Mengapa tidak membangun
pertemanan yang baik?
Nyatanya,
pertemanan yang baik bullshit.
Aku
juga heran pada diriku yang lemah ini. Sekaligus juga agak marah. Aku sudah
bertekad menghadapinya seperti kalau menghadapi saudara sendiri: ceria dan
ketawa-ketiwi. Namun, shits do happen!
Aku
tidak sanggup menganggapnya hanya saudara. Teringat kembali
masa ketika kami masih bersama. Teringat kembali setiap detiknya. Dan itu berat
rasanya. Buatku.
Apalagi,
dia bukan orang yang brengsek. Sebaliknya, dia orang yang lemah lembut yang
berbeda sekali dengan aku yang pecicilan. Apalagi, seperti kusebutkan di atas,
kami berpisah bukan karena pertengkaran atau ketidakcocokan. Kami berpisah
ketika masih sama-sama saling
mengasihi.... Tentu saja, kenangan terakhirku tentangnya adalah kenangan
yang indah. Jujur, tidak bisa kutemukan hal yang kurang baik tentangnya atau
tentang hubungan kami.
Dan
di luar dugaanku (jujur nih, aku tidak merencanakannya), cinta yang kusangka
sudah punah dan mati, perlahan merayap keluar dari reruntuhan hati.
Bisa
diduga, aku cuma bisa menanggapinya dengan air mata. Setiap saat terputar ulang
kenangan akannya. Seperti movie marathon
di kepalaku. Dan itu mendera hatiku.
Aku
protes pada Tuhan (tentu saja). Kenapa, Tuhan. Kenapa Engkau pisahkan. Cinta
kami begitu indah, tulus, dan sederhana. Banyak orang yang tak saling cinta
ternyata bersatu dalam rumah tangga. Kenapa kami yang jelas-jelas saling
mengasihi tak kau izinkan bersama. Lalu, kenapa sekarang Kau pertemukan kami
kembali? Tuhan, kalau Engkau berniat menghancurleburkan hatiku, Engkau sukses
besar!
Ketika
sedang sangat hancur itulah aku “bertemu” Mama. Aku melihat beliau jelas sekali.
Beliau hanya berdiri sambil tersenyum. Awalnya, aku merasa itu hanya mimpi
biasa. Mungkin karena aku sedang mengingat-ingat masa lalu. Namun, pikiranku
berubah ketika kuceritakan mimpiku itu pada adik kekasihku (masih kusebut
‘kekasih’, boleh ya. Hanya karena aku masih menghasihinya saja bukan karena
kami kembali menjadi kekasih). Ketika kuceritakan detil baju yang dipakai Mama,
adikku itu terkejut. Itu benar-benar baju yang dimiliki dan dipakai Mama.
Waduh. Giliran aku yang kaget. Pasti ini bukan sembarang mimpi. Tapi apa
maksudnya ya....
Lalu,
aku mendapati, biarpun nyaris setiap hari aku teringat akan kekasihku itu (dan
menangis dengan jeleknya), ada saat-saat ketika aku sudah merasa sangat tidak
kuat, Mama hadir....
Terakhir
adalah dua hari yang lalu.
Dua
hari yang lalu adalah full moon,
‘kan? Nah, bulan menempati posisi penting dalam kenanganku. Melihat bulan yang
cantik di awan aku teringat dia. Teringat kami. Teringat cinta kami. Ambruklah
aku.... Rasanya remuk hatiku, melihat cinta yang seharusnya bisa kumiliki
ternyata lepas dari jangkauanku. Seperti bulan cantik yang terasa dekat namun
jauh di ujung alam semesta.
Lalu,
untuk kesekian kalinya Mama datang. Mama mengelus-elus kepalaku. Kepalaku yang
sengaja kuletakkan di pangkuannya. Ketika terbangun, tambah deras air mataku.
Sulit kugambarkan perasaanku. Mama selalu hadir ketika aku sedang rindu berat
pada anaknya. Namun, dalam kehancuran perasaanku, ternyata aku punya Mama yang
jauh di sana yang masih mengasihiku seolah-olah aku anaknya sendiri. Untuk
itulah aku mengucurkan air mataku.
Beliau
bukan ibu kandungku. Bukan orang yang bisa kusebut “Mama” karena hubungan
kekerabatan. Beliau ibu orang yang kukasihi. Namun demikian, sulit kukatakan
kalau beliau bukan ibuku, entah dalam hubungan apapun. Penyertaan dan kasihnya
sepertinya melebihi kasih seorang ibu kandung.
Kudoakan
kebahagiaannya di alam sana. Aku berjanji –semoga Tuhan merestui- akan sesegera
mungkin menaburkan bunga dan berdoa di makamnya. Aku tak bisa egois hanya
memonopoli Mama untuk diriku. Mama juga perlu beristirahat dengan tenang. Tapi,
Ma, kalau Mama mau datang lagi, sering-sering juga malah aku lebih senang. I
love you, Mama. I love you.
Sekali
lagi, Ma, I love you. Rest in most beautiful peace....
***
Pekanbaru, 25 November 2018
@agnes_bemoe
Teruntuk: Mama CPNB
Baca juga di Wattpad: MAMA
No comments:
Post a Comment