Follow Us @agnes_bemoe

Tuesday 4 June 2013

Saya dan Warga Singapura

Waktu pertama kali ke Singapura tahun 2011 lalu, saya empet banget sama orang Singapura dan sempat berpikir ogah menjejakkan kaki lagi di negeri ini.

Saya sebel sama seorang sopir yang kami naiki dari pelabuhan. Dia tidak tahu dimana letak Merlion (!). Saya bilang, masak anda orang Singapur tidak tahu Merlion? Dia malah bilang dengan judesnya: saya ini sopir, bukan computer!
*pengen rasanya nyakar engkong satu nih!*
Hellow! Komputer nggak harus nyopir nganterin penumpang, dodol!!

Nah, kedua kalinya saya ke Singapur, ternyata saya dapat pengalaman berbeda.
Sebentar, waktu turun dari pesawat, sopir taksi memang dengan ketusnya sempat nanyak dengan sengaknya: “Cash only!!” *beugh!
Tapi, ternyata cuman bawang pritilan yang satu ini yang nyebelin. Selebihnya, oke kok :D

Bukti #1
Saya lagi jalan di jalan besar persimpangan dengan Lavender Street. Jalan bengong, karena nyari tempat antri taksi. Lama saya mondar-mandir kok gak kelihatan. Petugas hostel yang manis bilang, nggak jauh dari hostel, setelah bus stop, bisa antri taksi.

Di depan saya ada semacam gudang gitu. Ada petugas pembersih dan ada seorang security yang udah berumur. Pak Security ini mungkin merhatikan betapa linglungnya saya di jalan itu.
Dia mendekat dan tanya, saya mau cari apa. Setelah tahu kalau saya cari taksi, beliau jelaskan lagi bahwa menunggu taksi itu di Jalan Lavendernya bukan di jalan ini. Owalaaah… pantes!

Eh, ternyata, trus dia berbaik hati nyetopkan taksi. Dia bilang, kali aja sopirnya mau, karena pas berhenti lampu merah. Biarpun ternyata para sopir sangat patuh dan ndak ada yang mau, saya sangat MENGHARGAI bantuan dari bapak security ini. Baik sekali dia mau menolong saya yang o’on dan kebingungan.

Bukti #2
Salah satunya saya ndak mau naik MRT atau bus adalah karena saya ini o’on berat dalam hal angkutan umum. Salah satunya, nyari stasiun MRT Lavender aja gak nemu-nemu! Padahal udah dikasi penjelasan.
Nah, kali ini saya memberanikan diri nanyak sama seorang bapak-bapak yang pakaiannya rapi banget! Kalo disemprot ya terima nasib lah…

Eh, bapak yang perlente ini ternyata baik. Dia bilang menunjuk sebuah tanda dengan latar hijau sambil bilang, lain kali kalau melihat tanda itu, itu pasti stasiun MRT. Dia lalu malah ajak saya jalan bersama karena tujuannya sama.

Bukti #3
Supir taksi yang mengantar saya dari Novena Church ke National Library Building ternyata seorang katolik. Setahu saya, orang Singapura nggak suka berbasa-basi, apalagi ngobrol. Eh, bapak ini dengan sangat ramah malah menjelaskan tentang gereja-gereja katolik di Singapura. Beliau jelaskan tempat-tempatnya termasuk kelebihannya termasuk bagaimana kalau mau ke sana. Komplit!

Beliau juga jelaskan tentang kehidupan masyarakat katolik di Singapura. Andai aku ke Singapura untuk reportase umat katolik Singapura, wah, pasti buanyak info aku dapatkan dari bapak ini.
Ketika tahu aku akan ikut seminar, bapak ini (mungkin menyangka aku dari institusi) berinisiatif ngasi bon taksi ke aku. Katanya, supaya dapat penggantian. Aku terima aja. Aku anggap itu sebagai bentuk perhatian dari bapak itu.

Beberapa kali naik taksi, ternyata mereka nggak bermasalah seperti supir taksi yang aku temui tahun 2011 lalu.

Supir taksi yang nganterin aku ke bandara malah ngebantu banget. Dia tanya, aku naik pesawat di terminal berapa. Hah? Aku gak tau terminalnya. Aku cari-cari di tiket, gak disebutkan terminal berapa.
Bapak itu dengan sabar bilang, dibaca baik-baik, di terminal berapa. Trus, akhirnya, dia bilang mau mberhentikan taksinya dulu untuk bantu ngeliatkan (padahal di Singapura nggak boleh sembarangan mberhentikan mobil kan?)

Dia berhenti, trus bantu ngeliatin tiket. Informasinya memang nggak ada. Trus bapak itu bilang: dia akan memberhentikan saya di Terminal 2. Saya disuruh tanya di informasi, di terminal mana saya seharusnya berangkat. Kalau ternyata terminal 1 atau 3 maka tinggal naik Sky Train dari terminal 2. Bapak itu juga jelaskan bahwa tidak susah cari Sky Train.
Saya sudah nervous berat! Hadoohh!!! Paling gemeter kalo suruh naik angkutan umum! Secara, saya o’on berat!

Tapi, saya senang dengan pertimbangan bapak itu. Dari Terminal 2 ke Terminal 1 atau 3 tidak terlalu jauh, jadi saya tidak perlu terlalu repot.
Saya bilang, waktu datang saya turun di Terminal 2 sih. Bapak itu semakin yakin untuk menurunkan saya di Terminal 2.
Waktu udah nyampe, bapak itu bantu mengintipkan pengumuman tentang maskapai-maskapai mana saja yang turun di terminal itu. Ternyata Mandala di situ! Syukurlah!

Bukti #4
Di bandara. Sekarang saya bingung karena plang yang bertuliskan “MANDALA” nggak ada. Piye iki? Apa salah terminal ya?
Bolak-balik saya periksa, memang benar, Mandala di Terminal 2. Lalu, kenapa nggak ada plangnya? Trus, saya check-in dimana?

Lagi-lagi saya kena panic-attack!
Kalo salah, gimana. Kalo ndak bisa pulang, gimana?

Setelah muter-muter dan bolak-balik kurang lebih 2751 kali, tiba-tiba seorang gadis berseragam merah mendekati saya. Dia nanya, saya mencari apa. Setelah tahu saya mau naik Mandala, dia jelaskan bahwa untuk Mandala check-innya dilakukan di maskapai TIGER. (hadooohh…. Mandala, ngomong kek!)
Gadis itu juga mengarahkan saya ke counter 12, ke tempat early check-in. (Maklum, pesawat pukul 9 malam tapi saya sudah di bandara pukul 5 sore).

Urusan check-in akhirnya beres. Lega! Berkat bantuan gadis manis berbaju merah… :D


Pijetan (gratis) di Changi, sambil ngingat-ngingat orang-orang baik di Singapura :D

***
Baca juga:
Me, Shortlisted in SingTel Asian Picture Book Award 2013
My First International Debute: SingTel Asian Picture Book Award 2-13
Me and Singaporean Cuisine

Pekanbaru, 4 Juni 2013
Agnes Bemoe

No comments:

Post a Comment