Follow Us @agnes_bemoe

Thursday 6 June 2013

BOOKS THROUGH MY EYES (BTME): ANAK DAN ANJING YANG TAK BIASA

Judul Buku    : One Dog and His Boy
Penulis          : Eva Ibbotson
Ilustrator       : Sharon Rentta
Penerbit        : Marion Lloyd Books (An Imprint of Scholastic Children’s Book), Euton House, 24
                      Eversholt Street London, NW1, 1 DB, UK
Genre            : Fiksi Anak
Jumlah Halaman    : 271halaman



Kisah anak dan anjingnya sebenarnya kisah biasa.
Eva Ibbotson membuat cerita ini jadi luar biasa. Tidak heran bila Frank Cottrell Boyce memujinya:
“Blows me away… It takes a sweetly old fashioned story –boy wants dog- and makes it feel crispy, new and even edgy.”
Boyce benar belaka.

Buku ini menceritakan tentang Hal, anak keluarga kaya yang ingin punya anjing. Orang tuanya melarang karena kawatir rumah mereka dirusak oleh anjing. Ketika berulang tahun, Hal mendapatkan seekor anak anjing. Hal sudah terlanjur senang, sampai ia tahu orang tuanya menipunya. Anak anjing itu hanya pinjaman. Tidak bisa dimilikinya. Kemarahan Hal berubah menjadi kenekatan. Ia berusaha mendapatkan kembali Fleck, walaupun untuk itu ia harus membobol pet-shop, mencuri Fleck, lalu kabur!

Eva Ibbotson sangat piawai merangkai cerita. Tidak ada satu detil pun yang hanya hiasan semata. Semuanya punya cerita. Perhatikan bagaimana sebuah flanel biru milik Fleck yang di awal cerita kelihatannya hanya menjadi manian ternyata menjadi penentu di bagian akhir cerita.

Plot berjalan cepat dan mantap. Benar kata SCHOOL ZONE: “An exquisitely crafted book with not a single wasted word.”

 Setiap bagiannya menjanjikan petualangan yang seru dan menyentuh.  Ibbotson juga tidak kehilangan selera humornya. Humor yang jauh dari slapstick. Contohnya adalah bagaimana Darth dan Terminator, dua pitbull-mixed yang garang, tidak dapat menahan diri untuk menggoyangkan ekornya bak anak anjing di depan Otto, St. Bernard teman Hal dan Fleck.

Namun, sepertinya Eva Ibbotson tidak ingin menyajikan sebuah petualangan saja. Melalui buku ini, Ibbotson seolah-olah ingin menyentil persepsi keliru para orang tua tentang menyayangi anak. Orang tua sering menyayangi anak dengan ukurannya sendiri, dan bukan dari sudut pandang anak. Dari kesenjangan itulah kisah ini bermula.

Dari sudut bentuk cerita, semenjak “Lima Sekawan”, saya belum melihat lagi novel anak yang dikemas serius namun ramah anak beredar di Indonesia. Dengan “serius” maksud saya adalah bukan versi gokil, versi diary dengan bahasa lisan tertulis, ataupun versi illustrated yang sekarang sedang digemari oleh anak-anak Indonesia.
Saya bermimpi ada penerbit yang berani menerbitkan novel pemegang The Sheffield Children’s Book Award dan The Red House Children’s Book Award ini. Saya yakin, bisa jadi alternatif yang menyegarkan.


 ***

Pekanbaru, 7 Juni 2013
Agnes Bemoe

2 comments:

  1. Semoga segera diterjemahkan ya, Mbak. Suka :)
    Aku pernah baca Eva Ibbotson yang terjemahan 'Which Witch'. Penggarapan alurnya sangat kompleks meski buat anak2.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hai, mbak Fifadila, terima kasih udah mampir...

      Aku baru sekali ini baca Eva Ibbotson. >,< Dan langsung suka! Biarpun 200-an halaman tapi nggak mau berhenti.

      Makanya aku berharap banget bisa diterbitkan... :)

      Delete