Disiplin mencakup segala sesuatu yang kita lakukan sebagai guru untuk mengajar anak-anak bagaimana membuat keputusan-keputusan secara lebih baik. Disiplin adalah mengajar anak bagaimana membuat pilihan-pilihan yang lebih baik tentang tingkah laku mereka. Disiplin mengajar anak untuk berpikir. Disiplin mengjar anak-anak bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk memilih bagaimana mereka bertindak. Definisi ini sama sekali berbeda dengan pendapat bahwa disipilin itu hukuman. Disiplin berarti mengajarkan pengambilan keputusan.
Disiplin ditanamkan dengan kerja sama, dan bukan kekuasaan. Kalau guru menghendaki siswa menjadi pembuat keputusan yang bertanggung jawab, maka guru harus mengajarkan pengendalian diri kepada mereka. Kalau guru memaksakan kendali, para siswa tidak akan pernah belajar untuk menguasai pengendalian. Mereka tidak mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dan ketrampilan-ketrampilan menguasai diri. Suatu saat, mereka akan lepas kendali.
II. PUSATKAN PADA TINGKAH LAKU YANG BAIK
A. Sorotilah tingkah laku yang baik
- Gunakan umpan balik positif
- Gunakan tingkah laku yang sebaliknya. Pertama, tentukan dulu tingkah laku (buruk) yang perlu dirubah, kemudian tunjukkan tingkah laku yang berlawanan.
- Berikan “imbalan”. Selain dengan komentar “hebat! Bagus!”, bisa ditambahkan “Kamu harus bangga pada dirimu sendiri!”
- Beri pujian secara spesifik, pujilah tingkah lakunya, bukan orangnya
- Gunakan dorongan. Ajaklah siswa untuk berpikir tentang tingkah lakunya dan dorong dia untuk mengambil keputusan yang paling baik. Beri dukungan terhadap cara-cara yang ia gunakan
B. Jangan pernah memberi “es-krim” gratis
Jangan pernah memberikan “privilese” pada siswa secara cuma-cuma. Amati perilaku baiknya, dan kemudian berikan privilese tersebut
C. Buatlah komitmen, dan terapkan secara konsisten serta kreatif.
Membuat komitmen membuat anak terlibat dalam pengambilan keputusan, dan mengajarkan anak untuk bertanggung jawab
D. Bersikap proaktif
Ajak anak berbicara tentang kemungkinan/resiko bila ia terus dengan tingkah lakunya yang kurang baik. Paparkan pilihan-pilihan yang tersedia baginya. Ungkapkan harapan-harapan Anda selaku gurunya.
E. Memberi Motivasi
- Tekankan pada keberhasilan
- Tumbuhkan minat pada pelajaran yang anda bawakan
- Ciptakan suasana hangat di ruang kelas
- Manfaatkan humor
F. Tumbuhkan harga diri, karena harga diri penentu motivasi
Anak dengan harga diri yang sehat dapat mengendalikan tingkah laku mereka. Mereka yakin tentang keputusan-keputusan mereka. Anak-anak yang percaya diri lebih cenderung menyukai kesuksesan. Mereka merasa nyaman dengan diri mereka. Mereka dapat menerima kritikan yang membangun. Anak yang punya harga diri tidak akan terpengaruh untuk menjadi nakal.
Sebaliknya, anak-anak dengan harga diri yang tidak sehat punya rasa hormat yang rendah terhadap dirinya. Mereka biasanya memiliki kesulitan belajar. Mereka merasa tidak aman. Mereka tidak mempunyai ketekunan. Mereka terlalu peka terhadap apa yang dipikirkan orang lain. Mereka selalu menyalahkan orang lain kalau ada sesuatu yang tidak beres dengan mereka. Mereka takut gagal, sehingga tidak mau mencoba.
Sebagai guru, Anda juga harus berani tampil apa adanya (manusiawi), serta mendorong siswa-siswi anda untuk menerima diri mereka apa adanya (kekurangan maupun kelebihan).
Ajarkan para siswa Anda untuk menghargai segala sesuatu di sekelilingnya. Ajari alternatif-alternatif pada mereka. Ajari untuk menghadapi kegagalan
III. MEMINIMALKAN SIKAP MENENTANG
Secara umum terdapa 4 watak anak, yakni anak sensitif, anak aktif, anak responsif, dan anak reseptif.
1. Anak sensitif butuh didengar dan dimengerti. Ia membutuhkan empati dan pengakuan. Namun, guru harus menghindarkan diri untuk bersikap sebagai “penolong”. Guru harus menyadarkan bahwa mereka bukanlah satu-satunya orang yang “menderita”. Beri pesan bahwa ia diterima, dan adakalanya beri ruang baginya untuk menenangkan perasaannya.
2. Anak aktif tertarik pada perbuatan, tindakan, dan hasil. Ia memotivasi diri dan kooperatif. Anak seperti ini perlu punya kerangka. Bila tidak, ia akan lepas kendali dan menolak otoritas. Anak perlu tahu apa yang akan dikerjakan, apa rencananya, apa aturannya, dan siapa “bos”nya. Untuk memperkecil penolakan anak aktif, tempatkan ia di barisan paling depan, atau minta dia memimpin sesuatu. Anak aktif butuh banyak pengakuan atas suksesnya, dan maaf atas kesalahannya.
3. Anak Responsif. Anak seperti ini suka bersosialisasi dan terbuka. Ia termotivasi sendiri untuk melihat, mendengar, merasakan, dan mengalami segala sesuatu yang ditawarkan oleh kehidupan. Anak seperti ini tidak terlalu suka pada keteraturan. Ia membutuhkan kebebasan untuk melakukan tindakannya sendiri. Kekacauan merupakan bagian dari proses belajarnya. Anak-anak seperti ini butuh pengalihan perhatian, misalnya dengan mengerjakan sesuatu yang lain, kemudian diarahkan kembali pada tugas utamanya. Atau anak diajak untuk menemukan hal menarik dari apa yang sedang dikerjakannya. Guru harus bisa menciptkan harmoni, kemudian mengundang anak untuk berpartisipasi
4. Anak Reseptif. Anak reseptif lebih memperhatikan aliran kehidupan. Ia ingin tahu apa yang terjadi berikutnya dan perlu tahu apa yang menurut perkiraan akan terjadi. Bila ia mengerti aliran kehidupan ini, ia lebih mudah menjadi bersikap kooperatif.
IV. MENGAPA ANAK MENENTANG?
Anak menentang karena ia merasa tidak didengar atau dipahami. Jadi, sediakan waktu untuk mendengar dan pahami apa yang anda dengarkan. Pahamilah bahwa di balik sikap menentangnya, apa perasaan terluka dan marah. Dengan berusaha mendengar dan memahami, guru tidak perlu membuang waktu dan menguras emosinya untuk marah-marah di kelas.
Sumber:
Severe, Sal. 2000. Bagaimana Bersikap pada Anak agar Anak Bersikap Baik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Gray, John. 2000. Children Are from Heaven. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
(Tulisan ini pertama kali disampaikan dalam forum Pendidikan dan Pelatihan Guru Baru SMP Santa Maria Pekanbaru, Agustus 2008)
No comments:
Post a Comment