Tanggal 21 Agustus 2014 saya masuk RS untuk operasi pengangkatan lemak di punggung kanan. Lemak itu sudah menumpuk selama kurang lebih duapuluh lima tahun. Saya biarkan karena tidak berbahaya. Namun, pembicaraan dengan seorang ibu mengubah pikiran saya. Suaminya juga mengalami penimbunan lemak. Bedanya, lemak pada suaminya mendesak ke dalam dan mempengaruhi kerja paru-paru.
Dr. Purbaya dengan "Hujan! Hujan! Hujaaan!" |
Kawatir terjadi sesuatu yang buruk, akhirnya saya nurut juga, mau operasi. Operasi yang dilaksanakan keesokan harinya oleh dr. Purbaya berjalan sangat lancar. Hanya perlu istirahat satu malam, tanggal 23 Agustus sore saya sudah pulang.
Nah, ternyata the drama has just begun.
Saya masuk RS dalam kondisi agak batuk. Ndilalah teman sekamar saya di rumah sakit menderita sakit paru-paru. Pulang dari RS batuk saya menjadi. Hari Minggu sore, ketika mandi, saya terbatuk-batuk, lalu tiba-tiba zzznngggg!! Ada sengatan tajam di pinggang. Saya langsung keluar dari kamar mandi, tidak sanggup lagi menyelesaikan ritual mandi. Saya langsung menggeletak di tempat tidur dengan badan separoh basah.
HNP saya kumat. Batuk memang salah satu musuh besar HNP.
Tapi, saya tidak menyalahkan teman pasien saya di rumah sakit. Sebelumnya saya sebdnarnya sudah merasakan pegal-pegal (yang seperti biasa, saya abaikan).
Saya rasa pegal-pegal itu akumulasi dari semua "kelincahan" saya sebelumnya dan beberapa faktor pemberat lainnya.
Merasa sudah sehat, saya jadi suka jalan (baca: nyetir). Seperti diketahui, menyetir juga salah satu pantangan penderita HNP. Beberapa waktu sebelumnya saya enggan disuruh nyetir karena selalu kesakitan kalau menginjak kopling. Namun, ketika kendaraan berganti dengan matic, saya malah seperti lupa daratan. Toh nggak sakit ini, pikir saya. Yang tidak menguntungkan adalah ketika memasuki bulan puasa. Akupunktur langganan saya libur demikian juga kolam renang tempat saya rutin berenang.
Lalu, pada hari Raya Idul Fitri saya ikut keliling-keliling bersilaturahmi (catatan: nyetir sendiri).
Masih belum puas, ketika libur Lebaran saya malah jalan ke Bangkinang. Itu sama saja menyetir non-stop sekitar dua jam. Lalu, tentu saja, saya masih harus menulis karena ada beban deadline.
Akumulasi ini semualah yang saya tengarai memicu HNP saya.
Senin, 25 Agustus 2014 sore, dengan memakai brankar (karena saya total tidak bisa duduk dan berdiri) saya memasuki ruang dr. Syafruddin. Bertemu lagi dengan dokter baik hati yang merawat saya sebelumnya.
Dr. Icap (panggilan dr. Syafruddin) langsung menyuruh saya rawat inap.
Eng ing eeng... masuk RS untuk kedua kalinya.
(bersambung, kalau mood... )
***
Pembatuan, 29 September 2014
@agnes_bemoe
No comments:
Post a Comment