Di depan patung Bunda Maria Assumpta, Kerep, Ambarawa |
Kopdar kali ini diadakan dekat dengan tanggal "keramat" buat saya. Tanggal 23 Agustus adalah tanggal berpulangnya ayah saya. Tanggal itu juga tanggal ulang tahun adik saya. Agustus juga bulan kelahiran kakak (13 dan 17), serta anak saya (31).
Kopdar diadakan di Gua Maria Kerep Ambarawa (GMKA). Saya punya ikatan emosional-sentimentil dengan tempat satu ini. Ada masanya saya minta pertolongan Ibu Maria di Kerep, ternyata Ibu mengantar doa saya, sama seperti ketika beliau campur tangan di pesta perkawinan di Kana.
Kopdar kali ini diadakan oleh komunitas yang dekat di hati saya, yang di dalamnya saya merasa diterima dan semakin berkembang.
Tiga hal di atas itulah yang membuat saya kepingin pake banget ikut kopdar ini. Namun, saya tahu diri. Hasrat hati memeluk gunung apa daya tangan tak sampai.
Makanya, ketika adik saya menggoda dengan pertanyaan: tidak mau ikut kopdar? Saya njeplak sambil tertawa keras: hanya mukjizat yang bisa mengantar saya ke sana.
Dengan Eka Budianta dan Benny Pradipta. Eka Budianta yang memungkinkan saya hadir di acara ini. |
Waktu berlalu, sampai suatu saat saya dapat SMS dari Pak Eka Budianta. SMS yang bikin kaget. Saya bicarakan kemungkinan pergi dengan adik. Ada keraguan besar karena Jumat Pertama lalu, duduk di gereja yang hanya 30 menit saja saya sudah pringas-pringis.
Saya juga minta pertimbangan teman dekat saya. "Jawab, dan terbanglah!" katanya. "Kesembuhan ada pada hati yang gembira."
Akhirnya, setelah melalui drama gojak-gajek, saya memutuskan untuk berangkat. Saya pikir, kalau Tuhan tidak berkenan, kenapa dibukanya jalan?
Sehari sebelum berangkat saya pijat refleksi dan berenang supaya lebih kuat. Persiapan tidak ada selain mewanti-wanti diri supaya tidak pencilakan. Saya juga merencanakan hanya ikut acara sekuatnya, jangan sampai terhanyut suasana lalu lupa diri.
Maka, berangkatlah saya ke Ambarawa.
Perjalanan 2 jam dari Pekanbaru-Yogyakarta berlangsung mulus. Sama sekali saya tidak kesakitan. Begitu juga Yogyakarta-Ambarawa (memang di mobil saya rebahan sih). Sampai di Ambarawa, saya hanya merasa capek fisik, bukan sakit.
Kegirangan sampai di Ambarawa, hal pertama yang saya lakukan adalah sowan Ibu. Berterima kasih karena Ibu ternyata mendengar.
Mengikuti acara, perkiraan saya, saya hanya kuat satu sesi. Okelah, dapat satu sesi juga tidak apa-apa. Ternyata? Saya kuat sampai 3 sesi berikut pembukaan dan penjelasan! Suwer, tidak terasa sakit sama sekali! (Catatan: kalau sudah sakit, memang tidak bisa disembunyikan).
Kegiatan malam itu berlangsung mulus. Puji Tuhan!
Sayang sekali, saya tahunya kegiatan hanya 1 hari (padahal ternyata 2 hari). Saya pulang duluan karena pesawat saya keesokan harinya lumayan pagi.
Tapi, saya pulang dengan hati yang luar biasa gembira. Saya bertemu dengan orang-orang baik, bahkan saya bertemu dengan guru idola saya semasa SMA (Bpk. Tengsoe Tjahjono, penyair, dosen di sebuah universitas di Seoul)! Saya mendengarkan pembicaraan yang bernas dan berbobot dari tokoh-tokoh sekaliber Tengsoe Tjahjono, Eka Budianta, dan Joko Pinurbo. Wah, I can't ask for more! Sekali lagi, matur nuwun, Ibu.
Perjalanan pulang dengan pesawat relatif aman. Tiga puluh menit sebelum sampai barulah saya merasakan sakit. Awalnya kesemutan, pegal, lalu nyeri yang pelan-pelan merambati pinggang sampai tungkai kanan.
"Nggak papa, Bunda, yang penting saya sudah nyampe Ambarawa," bisik saya sambil pringas-pringis.
---
Secara khusus saya berterima kasih pada Bpk. Eka Budianta yang memungkinkan saya hadir dalam kegiatan ini. Saya juga berterima kasih pada Mas Antonius Agus Marhendro dan teman-teman yang banyak membantu saya. Saya kembalikan kebaikan yang saya terima itu kepada Tuhan. Semoga suatu saat saya dapat membalasnya.
***
Pembatuan, 25 Agustus 2016
@agnes_bemoe
Kalau Tuhan sudah accepted cita-cita anakNya, nggak ada yang nggak mungkin, bukan? Mbak Agnes juga tahu betapa saya pengiiinn banget ke pertapaan itu tuh, yang saya sampaikan via chat room. Apa yang terjadi? Saya bisa sampai ke sana!
ReplyDeleteYang kita berdua alami, meskipun beda lokasi, tetap nggak jauh-jauh dari kehendak Tuhan. Tak lupa bimbingan Roh Kudus sehingga kita bisa melangkah pasti di antara ketidakpastian dan ketidakyakinan...
Berbeda dengan Mbak Agnes yang berbagi cerita di blog, saya, yang masih terkesan dengan pengalaman di pertapaan kemarin, memilih untuk mendekap erat kenangan itu. Waktu-waktu itu demikian indah. Saya dapat banyak di sana. Di kunjungan berikutnya saya akan ceritakan pengalaman saya. :)
Proficiat, Mbak!