Follow Us @agnes_bemoe

Sunday, 7 November 2010

BIAR NGGAK MATI GAYA JADI GURU_2. PAHAM KONDISI ANAK


Itulah sebabnya calon guru di IKIP (dulu) ataupun FKIP harus belajar Psikologi Pendidikan, yang didalamnya juga mencakup pemahaman tentang fase perkembangan anak dan kebutuhan psikologisnya. Walaupun materi ini hanya diberikan sejauh 1-2 semester, materi ini, menurut saya, malah merupakan materi yang paling penting bagi guru. Setiap saat guru harus menghadapi sekian banyak anak dengan sekian karakter. Sangat riskan kalau guru tidak paham kondisi dan kebutuhan psikologis anak.

Ketidakpahaman akan kondisi dan kebutuhan psikologi anak ini yang terkadang menimbulkan kesemena-menaan guru (sekolah) terhadap anak didik. Anak usia pra-sekolah yang seharusnya masih dalam taraf bermain dan bersosialisasi dipaksa untuk menulis, bermatematika, ataupun berbahasa asing dengan canggih.

Guru juga kadang mengeluhkan anak-anak usia SMP yang “mulai berani melawan, tidak seperti di SD dulu”. Tentu saja anak-anak itu harus demikian, karena usia pertengahan SMP sampai awal SMA adalah rentang usia yang sering disebut “Sturm und Drang” alias topan badai. Anak tumbuh seperti semburan gunung berapi yang tidak bisa ditahan, apalagi dilawan. Seperti terhadap alam, cara terbaik adalah dengan membangun sungai-sungai lava yang menyalurkan lahar panas itu ke tempat yang lebih baik tanpa merusak sekelilingnya. Bagaimana? Yaitu dengan pengajaran yang kreatif, inovatif, dan menantang. Kecerdikan, kecerdasan guru, dan keinginan untuk selalu belajar (lagi-lagi) dibutuhkan di sini.

Selain dari membaca buku-buku tentang psikologi perkembangan, guru bisa paham kondisi anak dengan cara berkomunikasi dengan anak. Dari membaca buku kita mendapatkan gambaran umum tentang anak, sedangkan dari berkomunikasi, kita mendapatkan gambaran yang lebih spesifik. Namun, sebelumnya, perlu saya tekankan bahwa sejatinya guru bukanlah psikolog profesional, jadi, jangan sampai melampaui ranah profesi guru tersebut. Bila kita merasa ada sesuatu yang di luar kemampuan kita, seharusnya kita segera merekomendasikannya pada psikolog atau paling tidak Guru BP/BK di sekolah.

Sebagai guru, kita sering menuntut anak ada pada kondisi prima ketika belajar. Padahal, sama seperti kita, anak juga tidak problem-free. Jangan buru-buru marah pada anak, bila anak bermasalah di kelas. Mungkin itu adalah caranya untuk menyalurkan kemarahan, kesedihan, atau apapun yang ia sedang alami. Saya sendiri tidak lama menjadi guru, namun, dari pengalaman yang singkat itu, saya menemukan bahwa dalam diri anak yang “nakal” pasti ada something wrong yang mau ia keluarkan, ia sampaikan, atau ia tunjukkan. Berkomunikasi membantu anak untuk mengeluarkan kesuntukan pikirannya.

No comments:

Post a Comment