Judul Buku : Pernik Indah di Kain Hidupku
Penulis : Maria Syauta
Jenis : Motivasi
Dalam
kehidupan yang serba sibuk dan bising, banyak hal kecil dilewati, dianggap
remeh, lalu dilupakan begitu saja. Maria Syauta memilih jalan berbeda. Ia
memilih berhenti sejenak, menajamkan telinga, melihat lebih dalam, lalu ‘mengunyahnya’.
Kunyahannya itulah yang dikumpulkan menjadi duapuluh sembilan tulisan di buku
ini.
Sebuah
lorong ICU yang bersebelahan dengan ruang bersalin di sebuah rumah sakit,
misalnya, yang sehari-harinya adalah hal yang amat sangat lumrah mengantar
Maria Syauta pada permenungan tentang siklus hidup manusia. Lahir dan mati.
Suka dan duka. Datang dan pergi. Semuanya itu adalah satu paket keniscayaan
yang tidak bisa dielakkan oleh manusia. Kalimat seperti ini mungkin sering
terbaca di berbagai tulisan. Namun, pernahkan kita hening sejenak merasakan maknanya?
Buku
ini asyik dibaca terutama karena mengangkat hal-hal yang dekat dengan kehidupan
sehari-hari. Diawali dengan kutipan lagu atau puisi, setiap tulisannya
memaparkan perjalanan refleksi penulisnya dengan ringan. Penulisannya ringkas
dan tidak bertele-tele. Tulisannya pendek dengan bahasa yang efektif. Karenanya,
beberapa tulisan di dalamnya langsung menjadi favorit saya. Sebut saja “Don’t Give Up” di halaman 35 atau “Komitmen Cinta 40 Hari” di halaman 89.
Selain
isinya yang menyenangkan, saya ingin secara khusus mengangkat topi pada
kualitas bahasa yang digunakan Maria Syauta. Bila pengamatan saya tidak keliru,
buku ini tidak menggunakan editor profesional. Namun demikian, saya nyaris
tidak menemukan kesalahan berbahasa yang memalukan. Menurut saya, sudah saatnya
yang mengaku penulis konsekuen dengan kualitas pembahasaannya. Dan, saya sangat
menghargai Maria Syauta dalam hal ini. Ini menjadi standar baru yang akan mengangkat
martabat buku-buku indie.
Bila
saya boleh menyampaikan kritik, yang mengganggu buat saya adalah jumlah endorsement di bagian awal. Saya pernah
menemukan buku-buku serupa dan saya menamainya buku dengan “entrée yang terlalu berat pada jamuan three-courses meal”. Karena isinya
cenderung sama, pembaca ‘kekenyangan’ sebelum menikmati isi buku sebenarnya. Saya
memilih memanfaatkan endorsement sebagai
pemancing terhadap isi. Karenanya, satu, dua, atau tiga buah yang benar-benar ‘nonjok’
akan lebih menyegarkan dan bermanfaat.
Namun
demikian, terlepas dari kekurangannya (yang mungkin juga selera pribadi saya),
saya menikmati buku ini. Mengutip yang dikatakan Fidelis R. Situmorang –salah seorang endorser-: buku ini sangat
saya rekomendasikan kepada para pembaca karena sebenarnya semua orang
mengalaminya dan pemaknaannya tergantung pada semua pengalaman dan input yang
masuk entah tersaring secara spiritual atau tidak. Buku ini menjadi cerminan
dan tuntunan yang sangat apik bagi kita untuk memaknai kehidupan kita
sehari-hari. Highly recommended! (db)
***
Pembatuan, 28 Juni 2017
@agnes_bemoe
No comments:
Post a Comment