Follow Us @agnes_bemoe

Thursday 11 July 2013

[MY NOVEL] [A SNEAK PEAK] Menari di Atas Awan

Bab I.
SEBUAH PERTEMUAN


Bandung di bulan April, jalanannya masih ramai dengan pengunjung. Biarpun tidak sepadat bulan-bulan kemarin, waktu orang sibuk merayakan Tahun Baru, Valentine, dan Imlek, kota cantik yang dikelilingi gunung Tangkuban Perahu itu tetap diminati wisatawan, dalam maupun luar negeri.
Di sudut butiknya, Rina sedang sendirian bersama laptopnya. Dipandanginya layar di depannya. Matanya lekat di layar itu tapi pikirannya jauh melayang. Ia menghela napas panjang. Butiknya sedang tidak ramai. Tapi, bukan itu yang meresahkan hatinya. Kembali Rina melirik layar laptopnya. Mungkin memang keinginannya yang terlalu gila bahkan untuk jaman super canggih sekarang ini, pikirnya sendiri. Ia ingin bertemu dengan Wen!

Rina tersenyum kecil. Setelah duapuluh tahun tak pernah bertemu bahkan mengingat Wen, sekarang ia tiba-tiba malah ngebet pingin bertemu dengan lelaki itu. Wen, lelaki lugu, kakak kelasnya di SMP. Wen yang berwajah imut. Wen yang… aah… Rina tak sanggup melanjutkan bayangan di kepalanya sendiri. Sejenak, ditopangnya dagunya dengan telapak tangannya.

Entah kenapa, akhir-akhir ini benak Rina hanya dipenuhi dengan Wen, Wen, Wen, dan Wen! Padahal, harus diakui, dalam kurun waktu dua puluh tahun ini tidak sedikit pun ia ingat kembali akan Wen. Begitu banyak lelaki dalam hidupnya, untuk apa juga ia mesti mengingat masa lalunya itu. Namun sekarang, ada yang kemudian selalu menggelitik relung kalbunya, membuatnya mau tak mau mengingat lelaki itu. Entah bagaimana awalnya, Rina juga tidak mengerti.

Sejak Natal tahun lalu Rina berharap bisa bertemu Wen, yang entah di mana berada. Rina sibuk mencari di facebook-nya. Namun, hasilnya nihil. Melalui situs jejaring sosial yang ajaib itu Rina sudah bertemu dengan teman-teman lamanya bahkan sampai pada teman SD-nya. Beberapa teman semasa SMP sudah ada di friendlist-nya. Tapi, tak juga Rina bisa menemukan Wen.

Rina berharap ada keajaiban buatnya di hari Natal. Nyatanya, Natal dan Tahun Baru berlalu, Wen tak juga bisa diketemukannya. Rina tak putus asa. Kembali ia berharap semoga ada keajaiban di saat Imlek, mengingat Wen seorang Tionghoa. Agak aneh dan tidak nyambung memang tapi Rina mengabaikan akal sehatnya. Aku ingin sekali ketemu Wen, aku ingin sekali ketemu Wen! Itu yang terus menerus dibisikkan di kepalanya.

Imlek berlalu. Lagi-lagi Rina harus kecewa. Ia tak kunjung bisa menemukan Wen. Bahkan sampai dengan Valentine kemarin. Valentine, yang kata orang hari penuh keajaiban kasih sayang, nyatanya hanya mitos. Setidaknya buat Rina saat itu karena ia tetap tidak bisa menemukan Wen di hari Valentine.

Kembali Rina menggeser-geserkan kursor laptopnya dengan jemu. Heran, sekian banyak orang di masa lalunya bisa dijumpainya hanya dengan satu kali klik. Tapi kenapa yang satu itu tak dapat ditemukannya! Rina menggeram sendiri dalam hati.
“Kenapa atuh, Rin?”
Rina terkaget-kaget karena teguran Sisca barusan. Ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Sisca.
“Nggaaak, hehehe… biasa, inet lelet!” Rina buru-buru beralasan, dan pura-pura sibuk dengan laptopnya.
“Aku mau ngirim barang nih, kamu ikut nggak?”
“Ng… nggak ah, bawa’in oleh-oleh aja… hihihi…!”
“Huh!” Sisca memajukan mulutnya, sambil berlalu.

Rina memandangi Sisca pergi sampai si hitam manis itu menghilang di balik pintu dan meninggalkan bunyi dentingan lonceng kecil di pintu butik mereka. Segera, ia kembali ke laptopnya lagi. Ah, jangan-jangan aku ini lagi sibuk mikirin suami orang, Rina menepuk jidatnya sendiri. Sekian lama waktu berlalu tidak mustahil Wen sudah punya istri bahkan anak-anak yang manis dan lucu. Selintas berkelebat di benak Rina bayangan Wen beserta anak dan istrinya. Rina menelan ludah pahit. Aku sendiri yang tergila-gila. Wen mungkin malah sudah lupa sama aku. Rina menatap lemas pada layar laptopnya.

Sambil menghela napas berat ia mulai mengetik.
-    Pengen ketemu titik titik
Rina mengklik ikon share. Status yang alay sebetulnya, pikir Rina sendiri. Tapi, Rina tak dapat menahan diri untuk mengungkapkan keinginannya bertemu Wen. Hanya saja, ia terlalu malu untuk menuliskan nama Wen di statusnya.

Tiba-tiba:
-    Aiiih, pengen ketemu sapa sih???
Itu Lisa, teman karibnya di SMP. Rina ngakak sendiri, melihat ada juga yang peduli pada status gak jelasnya.
-    Ada ajah! :p Eh, aku inbox yaa…
-    Manggaaaa….

Rina buru-buru membuka message-nya.

-    Lisa, jangan ngakak ya… Masih ingat sama Wen, nggak?-
-    Wen? Oo.. Wen SMP?? Ya masih laaa…. Ngapa? –
-    Qeqeqe…. Jangan ngakak lagi… Janji ya! –
-    Iya! Ngapa sih? –
-    Aku tiba-tiba pengeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeeen banget ketemu sama Wen…-
-    Bwahahahahahaha…. *sori, ga tahan* Udah tobat ya? Mo minta maap??? –
-    Grh…! Ga usah gitu la yaa…>:O Aku tiba-tiba teringat aja… pengen ketemu…. –
-    Emang kamu udah add dia? –
-    Emang ada di fb????????? –
-    Ya ampyuuuuun! Ada laaa…!!! Cari aja: wendy wu. *dung!dung!dung!* –
-    HAAAAAAA!!!!!! Ya ampyuuun!!? Wendy Wu???????? Sejak kapan dia pake nama itu?? pantesan aku cari sampe pingsan ga dapat-dapat!!!! -
-    Ya, udah, cari aja sana… -


Buru-buru Rina mengetik nama “Wendy Wu” di kotak search-nya. Pantesan nggak  ketemu juga! Gerutu Rina dalam hati. Rina hanya tahu nama kecil Wen. Sama sekali tak terbayangkan olehnya Wen akan berganti nama dan bahkan memakai nama marganya. Dan, Rina juga baru menyadari bahwa ia sama sekali tak tahu apa marga Wen.

Dengan penuh harap, Rina mengamati bagaimana mesin pencari di facebook itu bekerja. Aduuuh, dia masih ingat nggak ya, sama aku? Rina menggigit bibirnya dengan cemas.
Di depannya sekian banyak nama “Wendy Wu” muncul. Yang mana satu? Pikir Rina kebingungan. Rina mencoba nama yang pertama. Dengan tak sabar, ditunggunya sampai layar laptopnya menunjukkan profile picture. Ineet, cepatlaaah…! Rutuk Rina dengan tak sabar.

Dan, pelahan-lahan layar di laptop itu menampakkan sebentuk foto yang agak kurang jelas menurut Rina. Tapi, memang itu foto seorang lelaki, putih, pasti Tionghoa, agak gemuk, berkaca mata hitam, dengan kaus abu-abu. Keren!

Ini Wen??? Rina terbelalak sendiri di depan laptopnya. Dahinya langsung berkernyit. Didekatkannya mukanya ke layar laptopnya. Ini Wen??? Kembali ia bertanya sendiri dalam hatinya. Sudah dua puluh tahun ia tak bertemu Wen. Terakhir yang ia tahu Wen adalah seorang remaja lugu. Imut tapi dingin.  Dan, tampan, bisik Rina sendiri dalam hati. Lamunannya langsung menerawang jauh. Dengan masih tak percaya dipandanginya foto di depannya itu.

“Hm… dia memang cakep!” Rina tak bisa menahan senyum di bibirnya.
Cepat-cepat ditelusurinya info tentang Wen, atau orang yang disangkanya Wen itu. Benar, lahir di Bagansiapiapi tanggal sekian sekian! Tak salah lagi! Ini pasti Wen. Rasanya tidak mungkin ia mengenal orang lain bernama Wen yang lahir di Bagansiapiapi.

Kembali Rina menelusuri data itu. Kelihatannya Wen jadi orang sukses. Ia kuliah di Jakarta dan kemudian kerja di Singapura. Wow! Hebat amat! Pikir Rina sedikit iri. Kemudian, Rina teringat satu hal. Sejenak ia menahan nafas. Aku harus siap, seandainya… seandainya ia married. Pria keren seperti Wen, tidak mungkin lambat menikah. Sesaat Rina menghentikan tangannya. Ia sedang menghitung, apakah ia akan kuat menerima kenyataan. Intip – tidak – intip – tidak. Oumaigaat! Dilihat enggak ya! Kembali Rina menarik napas panjang.
Dengan berdebar-debar Rina menggeserkan kursornya. Dan, Rina terhenyak akan apa yang dilihatnya: single.

Rina terbelalak sendiri! Single?? Masak sih?? Single?? Antara senang dan tak percaya, Rina mengamati enam huruf di depannya itu. Wen’s still single!!!
“Yess!! Woohoo!!” Rina menjerit kegirangan.
Setelah beberapa saat, barulah Rina berhasil menenangkan diri. Ah, kali aja dia menyembunyikan statusnya, pikir Rina. Tapi, kalau Wen belum berubah, rasanya, bukan tipe Wen, berbohong tentang dirinya.
Dan, masih ternganga dengan layar di depannya, Rina meng-klik ikon send request.

***
Informasi rinci tentang novelku ini ada di sini ya...

Pekanbaru, 
Agnes Bemoe

No comments:

Post a Comment