Follow Us @agnes_bemoe

Friday 28 March 2014

BOOKS THROUGH MY EYES [BTSM]: PULANG DALAM TANDA KUTIP

March 28, 2014 0 Comments
Judul Buku : Pulang
Penulis : Fidelis R. Situmorang
Cover : Ray Vanray
Penerbit : Penerbit Sinar David
Genre : Novel
Jumlah Halaman : 106 halaman
Tahun Terbit : Februari 2014

Novel "Pulang" karya Fidelis R. Situmorang
Sebelumnya saya harus mengakui resensi ini pasti akan menjadi resensi paling subyektif yang pernah saya tulis. Pertama, sebelum membaca, saya tidak lagi punya high expectation terhadap buku ini. Saya sudah langsung percaya bahwa saya akan mendapatkan kepuasan yang sama seperti saya membaca buku-buku Fidelis R. Situmorang sebelumnya (“Remah-Remah Kehidupan”, “Tuan Ringo”, dan “Aku Menciptakan Ibu”). Sama seperti saya akan langsung membeli sebuah buku hanya karena pengarangnya bernama “Sydney Sheldon” atau “Clara Ng”.

Kedua, selama proses membaca, saya menemukan bahwa sangat banyak hal dalam buku ini terkait langsung secara personal kepada saya. Seolah-olah, buku ini ditulis untuk saya pribadi. Oleh karena kedua alasan di atas, sekali lagi saya mengingatkan pembaca, resensi berikut ini pasti sangat subyektif.

Apakah saya mendapatkan kepuasan yang sama seperti saya membaca buku-buku FRS sebelumnya? Jawaban saya “ya” dengan y dan a huruf besar. Cara bertutur FRS yang halus, romantis, manis, sangat membuai tanpa terkesan gombal. Humor-humor kecil yang diselipkan pun sangat pas. Penuturannya tentang kedukaan pun tidak lebay sehingga benar-benar menyentuh.

Dalam resensi saya untuk buku “Remah-Remah Kehidupan” saya menulis:

Fidelis dengan sangat pas menggunakan kata-kata sehari-hari yang langsung terasa dan tertangkap. Fidelis mengisinya dengan kehalusan rasa dan ketulusan. Saya rasa kejeniusannya terletak pada kemampuan untuk menggunakan kata-kata yang “biasa” menjadi dalam bermakna serta menjaga agar puisi cinta ini tidak jatuh pada barisan rayuan gombal semata.

Saya rasa saya masih akan menggunakan kata-kata yang sama untuk menggambarkan cara kemampuan FRS mengelola emosinya sendiri (dan mempermainkan emosi pembaca).

“Pulang” terdiri dari 24 bab pendek-pendek. Terus terang, awalnya saya menyangka buku ini adalah kumpulan cerpen dengan satu tema besar. Ini karena bab-babnya yang relatif pendek untuk sebuah bab dalam novel. Selain itu POV yang diambil untuk setiap bab pun berbeda-beda. POV berbeda dalam satu novel memang bukan hal baru. Namun, karena cerita dalam satu bab-nya pendek, saya merasa tidak ada hubungan langsung antara satu cerita dengan cerita lain, kecuali suatu tema besar.

Terlepas dari teknik penulisan yang eksperimental itu, cerita-ceritanya sendiri sungguh luar biasa. Duapuluh empat cerita yang berputar pada keluarga Nathan-Martha, masing-masingnya sungguh kuat menggambarkan pesannya. Saya kagum pada kemampuan FRS menjaga kualitas setiap ceritanya. Ada satu-dua bab yang saya anggap agak lemah, “Buku Doa” misalnya. Tapi untuk cerita ini saya “memaafkan” karena ada twist kisah Amir Sjariffoedin yang menurut saya keren sekali.

Novel ini diawali dengan “Rumah Masa Kecil” yang menggambarkan kegalauan Martha menjelang operasi di payudaranya. “Pulang” yang dijadikan judul novel ini adalah salah satu bab yang menggambarkan kepulangan Martha dari rumah sakit, selepas operasi itu.

Menurut saya, biarpun ada beberapa cerita yang seolah-olah mengajak pembaca untuk pulang secara harafiah (pulang ke rumah, pulang kampung, dll), seperti di cerita-cerita “Kakek”, “Menyimpan Sakit”, “Malam Tahun Baru, “November”, FRS tidak sedang menggunakan kata “pulang” hanya untuk makna denotatifnya saja. FRS mengajak saya untuk jauh mengunyah makna “pulang”. (Sudah saya peringatkan kan, ini resensi yang subyektif).

Ketika membaca buku ini saya sedang dalam keadaan sakit (seperti Martha). Empat bulan saya “invalid” dan hampir dua bulan saya ditangani oleh seorang psikiater (benar, seorang yang bergelar SpKJ, bukan hanya psikolog) karena depresi.

“Pulang” bagi saya adalah kembali ke keluarga. Keluarga bagi saya bukan hanya karena darah melainkan siapa yang benar-benar tulus menyayangi, menemani, dan memperhatikan kita. Martha memiliki Nathan. Untunglah saya juga punya orang sebaik Nathan di sisi saya. Tapi, bila anda pernah sakit, anda pasti tahu bahwa tidak mudah melihat keuntungan seperti itu. Kadang-kadang yang ada di depan hidung kita tidak tampak oleh mata karena kesuntukan pikiran.

Saya memahami sekali ketika dalam cerita “Syukur” Martha berkata:

“Iya… Setelah aku sadari, ternyata derita sakit yang kita alami bisa semakin parah karena rasa takut yang menguasai pikiran kita. Kepala sampai sakit, Than, setiap hari aku disiksa pikiranku sendiri, memikirkan sesuatu yang belum tentu akan terjadi.”

Saya paham karena saya mengalaminya langsung.

Membaca buku ini saya seperti diingatkan bahwa saya perlu “pulang”: membalikkan badang dan melihat ke orang-orang yang menyayangi dan merawat saya dengan penuh kasih sayang, dan berhenti mencemaskan banyak hal.

“Pulang” bagi saya adalah kembali kepada makna dan martabat keluarga. Keluarga, institusi terkecil dan paling strategis untuk membuat manusia menjadi lebih manusia ini, sering kali dilecehkan martabatnya. Hidup bersama tanpa menikah, perselingkuhan, perceraian, poligami, ataupun kualitas hidup keluarga yang minus karena pola parenting yang keliru membuat keluarga menjadi kehilangan maknanya.

Seandainya Martha tidak punya keluarga yang kuat, pasti susah baginya untuk “pulang”. Kesulitan yang sama yang dialami oleh Patar, teman Nathan, dalam cerita “Menyimpan Sakit”. Kita sulit melihat orang-orang yang menyayangi kita biarpun orang itu berdiri persis di depan kita dan mata kita sehat walafiat karena luka-luka yang ditimbulkan oleh minusnya kualitas hidup berkeluarga.

“Pulang” bagi saya adalah semacam rekoleksi: mengumpulkan kembali serpihan-serpihan diri saya yang tercerai berai karena sakit dan berbagai masalah yang lain. “Pulang” bagi saya adalah saat hening dengan diri saya sendiri. Mengkoreksi, memaafkan, menerima, memahami, dan menyayangi  diri saya sendiri. “Pulang” adalah refleksi besar-besaran: saya kembali ke diri saya sendiri (and not pointing finger to others). Seperti yang dikatakan di akhir cerita “Hening”:

“Tapi, semakin keras gemuruhnya, semakin ruang ibadah ini terasa hening. Lalu kulipat tanganku dan menundukkan kepala, mencoba masuk ke dalam keheningan itu.”

“Pulang” bagi saya tentu saja kembali kepadaNya. Cerita “Rahasia” yang secara sangat mencubit hati menceritakan tentang kembalinya Ruben, adik Martha, ke Rumah Bapa, mengingatkan saya bahwa setiap saat pun saya bisa “pulang”, bukan hanya pulang seperti Ruben, tetapi bertemu Bapa saya: melalui doa, melalui pikiran-perkataan-perbuatan yang pantas pada semua ciptaan Bapa saya. Dengan itu, “pulang” adalah “Hidup Yang Hari Ini”, cerita di halaman empatpuluh delapan yang sangat tepat sekali menggambarkan visi saya tentang “pulang”: mengalir dan optimis dengan iman, harapan, dan kasih.

Itulah makna “pulang” dalam novel “Pulang” karya FRS ini.

Saya rasa, tanpa harus mengalami hal subyektif semacam saya, setiap pembaca bisa menikmati novel ini.
Cerita-ceritanya sederhana, sangat menyentuh, dan dekat dengan kehidupan kita sehari-hari. Saya merekomendasikan novel ini untuk siapa saja yang membutuhkan bacaan yang dalam namun tersampaikan dengan ringan, sederhana, dan manis. Secara khusus saya memuji kaver buku ini. Menurut saya ini adalah desain yang paling bagus di antara tiga buku yang sebelumnya, diikuti “Tuang Ringo”.

Sebagai  sesama penulis, saya rasa Fidelis R. Situmorang adalah penulis yang harus diperhitungkan. Yang satu ini bisa-bisa menjadi ancaman buat eksistensi saya (:p). Tapi, saya tidak keberatan.

***

Pekanbaru, 29 Maret 2014
Agnes Bemoe

Friday 7 March 2014

GIVE AWAY [GA]: Buku "Hujan! Hujan Hujaaan!"

March 07, 2014 0 Comments
Kaver "Hujan! Hujan! Hujaaan!"


Selamat pagi, teman-teman

Bersyukur atas terbitnya buku baruku, aku berniat membagikan dua copy “Hujan! Hujan! Hujaaan!” untuk dua orang. Buku seharga Rp. 100.000,- terbita Gramedia Pustaka Utama ini adalah picture story book yang seru banget. Cocok buat hadiah untuk anak atau keponakan. Ditanggung teman-teman langsung jadi mum atau onty favorit deh!

Kalo ga percaya, boleh intip isinya di link ini: http://www.youtube.com/watch?v=7UDXUYhaE-A&feature=youtu.be

Trus, caranya bagaimana? Begini:
  1. Upload kaver buku “Hujan! Hujan! Hujaaan!” di wall fb masing-masing.  Foto kavernya bisa di-copy dari note ini.
  2. Di postingan yang sama tempat kaver di-upload copy dan paste-kan link ini: http://www.youtube.com/watch?v=7UDXUYhaE-A&feature=youtu.be
  3. Nah, ini yang terpenting: silakan teman-teman buat definisi/pendapat/anggapan/gambaran teman-teman tentang HUJAN. Tuliskan pada postingan yang sama di tempat foto kaver di-upload dan link di-copas.
  4. Jangan lupa mention nama saya: Agnes Bemoe
  5. Definisi/pendapat/anggapan/gambaran boleh serius, boleh gokil, boleh puitis, boleh futuristik, boleh… apa aja! Be as wild as a child!
  6. Yang TIDAK DICARI ADALAH definisi secara ilmiah atau agama, misalnya “Hujan adalah kumpulan uap air blah… blah… blah…” atau “Hujan adalah ciptaan Tuhan… blah… blah… blah…”. Jangan salah mengerti. Bukan mau menentang fakta tersebut. Ini bukan UTS tapi seru-seruan menggambarkan hujan.
  7. Jadi, dalam satu postingan di wall harus ada 4 hal: (1) 1 buah definisi, (2) link, (3) foto kaver, (4) mention saya
  8. Teman-teman boleh membuat lebih dari satu definisi hujan asalkan dibuat di postingan lain. Jadi, jangan sampai ada lebih dari 1 definisi di 1 postingan ya…. Tentu saja postingan lainnya ini tetap mengikuti aturan nomor 6 di atas.
  9. Mudah-mudahan cukup jelas ya.
PEMENANG:
Akan ada dua orang pemenang:
  1. Dipilih oleh saya sebagai juri tunggal yang berkuasa penuh ( :D )
  2. Pemenang favorit. Pemenang ini ditentukan dari jumlah like yang didapat di postingannya.  Jadi, bikin definisi Hujan yang semenarik mungkin ya, biar dapat banyak “like”.
Give away dimulai hari ini, Sabtu, 8 Maret 2014, sejak note ini di-posting dan berakhir tanggal 18 Maret 2014 pk. 23.59 WIB.

Sebelumnya terima kasih atas partisipasinya. Let’s have fun, although rain covers the sun!


Regard,
Agnes Bemoe

Thursday 6 March 2014

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: MEMANG PENGEMIS CINTA? *)

March 06, 2014 6 Comments
Judul Buku           : Lupita – LU PIkir gua pengemis cinTA!
Penulis                  : Dian Kristiani
Editor                    : Deesis Edith Mesiani
Penerbit                 : Penerbit Bhuana Sastra (Imprint PT BIP)
Genre                     : Romantis Komedi
Jumlah Halaman    : 278 halaman




Bagaimana rasanya setiap hari dicekoki cerita tentang brengseknya pria lokal? Bagaimana kalau kebetulan pria lokal itu adalah papa kita sendiri, dan yang bercerita adalah mama?
 

Tanyakan pada Lupita. Papanya kabur persis ketika mamanya sedang kesakitan melahirkan  dirinya. Terbayang kan bencinya mama Lupita pada suaminya itu? Tak hanya sekedar membombardir dengan cerita, mama malah mematri kenangan itu pada nama anaknya.  Nama “Lupita” ternyata kependekan dari LU PIkir gua pengemis cinTA! Itu kata-kata yang diteriakkan mama sambil menahan sakit hati sekaligus sakit karena melahirkan.
 

Sangat masuk akal kalau kemudian Lupita alergi pada pria lokal. Gantinya, ia terobsesi pada pria-pria bule. Kebetulan, pekerjaannya di sebuah perusahaan furnitur memungkinkannya untuk berinteraksi dengan sejumlah pria bule.
 

Usaha Lupita tak sia-sia. Akhirnya ia bertemu dengan Corey. Pria Australia ini langsung membuat Lupita jatuh cinta pada pandangan pertama. Gayung bersambut, Corey pun punya perasaan yang sama. Tidak hanya jatuh hati, Corey melamarnya! Slam dunk untuk Lupita. Namun, selesaikah masalahnya?
 

Ternyata tidak. Menemukan pria bule tampan, baik, dan siap menjadikannya Mrs. Corey ternyata menyingkap masalah baru. 
Apa dan bagaimana Lupita bergelut dengan kegalauannya inilah yang diulik di novel yang punya judul yang sangat eye-catching ini.
 

Dian Kristiani dikenal sebagai penulis ratusan buku cerita anak dan buku gokil. Kekuatannya adalah cara penceritaannya yang mengalir lancar. Hal ini juga yang saya dapatkan pada Lupita. Namun, di luar itu yang menyenangkan buat saya adalah kemampuan Dian menciptakan suasana romantis. Suasana romantis yang dibangunnya indah dan manis. Jauh dari klise apalagi lebay.
 

Penyuka karakterisasi klise pasti akan kecewa dengan novel ini. Tidak ada pria-tampan-penuh-wibawa-berdada-bidang-berahang-kuat. Atau wanita-lemah lembut-cantik-super sopan-berkulit putih-berleher jenjang. Tidak ditemukan juga tokoh sempurna  tanpa cacat cela. Dengan ini sebagai pembaca, saya merasa intelektualitas saya dihargai karena kenyataannya dunia ini tidak hitam putih.
 

Pemilihan setting tempat Surabaya, Sidoarjo, dan sedikit di Semarang juga menarik. Dian mengambil resiko mengambil tempat-tempat yang dianggap tidak begitu romantis. Apalagi, Dian juga menyelipkan makanan-makanan khas Jawa Timur, yang –tanpa bermaksud negatif- selama ini tidak pernah diasosiasikan dengan romantisme manapun. Namun, hasilnya sepadan. Eksekusi yang terampil membuatnya jadi unik.
 

Mengenai ceritanya sendiri, biarpun Dian menyelipkan humor di sana sini, tetap saja yang melekat di hati saya ketika selesai membacanya adalah romantisme yang “meremas  hati”. Membaca pergulatan Lupita dalam usaha menentukan pilihan yang bak buah simalakama membuat saya sempat tercenung lama: cinta memang butuh kompromi.
 

Yang terasa mengganjal buat saya adalah ending-nya. Seandainya dua atau tiga bab terakhir (termasuk epilog) dipersingkat mungkin akan lebih menohok dan mempersilakan pembaca menutup buku dengan khayalan mereka masing-masing.
 

Akhirnya, siapapun yang mencari bacaan yang romantis sekaligus segar sebaiknya membaca novel ini. Sedangkan para gadis di luar sana yang sedang galau dengan prahara cintanya WAJIB membacanya!



***

Pekanbaru, 7 Maret 2014
Agnes Bemoe

*) Resensi ini diikutkan dalam Lomba Resensi buku-buku terbitan BIP tulisan Dian Kristiani.

Resensi ini menjadi salah satu dari 6 pemenang Lomba Resensi Buku Terbitan BIP tulisan Dian Kristiani. Puji Tuhan! Hadiahnya juga super keren: "13 Cerita Aneh bin Ajaib di Sekolah", "Guru Baru di Sekolah Badut", dan "Psy"!