Follow Us @agnes_bemoe

Friday 30 September 2016

PROMOSI BUKU SENDIRI, PERLUKAH?

September 30, 2016 0 Comments
Ada yang berpendapat, promosi buku adalah tugas penerbit. Untuk itulah marketingnya mendapat gajinya (ini bukan kata-kata saya lho!). Selain itu, penerbit punya segala akses dan kapasitas untuk melakukannya.

Buku pertama saya

Saya berpendapat, sebagai penulis tidak tabu bagi saya untuk mempromosikan buku-buku saya. Kalau promosi dari saya (sebagai penulis) membuat orang lebih mengenal saya dan karya saya, mengapa tidak.

Tapi, di tulisan ini, saya tidak mau berdebat kusir tentang dua kutub itu. Saya menghargai sesiapa dengan pendapatnya masing-masing. Karenanya, saya juga boleh yakin dan nyaman dengan pilihan saya sendiri.

Memang terus terang, sejak awal menulis dulu, ada saja yang menyikapi perbedaan pendapat ini dengan cara yang sinis dan nyinyir. Ada yang 'hanya' menyindir aktivitas promosi saya di media sosial. Ada juga yang terang-terangan menyebut nama sambil menanyakan: "memangnya mendongkrak penjualan?" Ada yang secara halus mengingatkan, promosi buku kesannya tuh kita ga terkenal.

Saya mah mesem wae.






Pertama, setelah disindir, saya pun balas menyindir. Selesai.

Apalagi, ternyata, yang menyindir-nyindir kegiatan saya mempromosikan buku AKHIRNYA juga ikut-ikutan mempromosikan bukunya sendiri. See? What's new?

Kedua, mengenai penjualan, promosi besar-besaran dari penerbit juga belum tentu menentukan penjualan karena ada banyak faktor penentu. Penjualan adalah sesuatu yang ada di luar kita. Satu-satunya yang bisa saya utak-atik adalah usaha saya sendiri sambil kemudian berharap hasil yang paling maksimal. Dalam kasus saya, saya memang tidak ahli marketing tapi saya bisa belajar dari cara teman-teman lain mempromosikan bukunya. Trial and error. Tidak mengapa, yang penting tidak berhenti. Saya tidak punya akses seluas penerbit. Tidak mengapa, untuk itulah saya memanfaatkan media sosial. Siapa yang tidak familiar dengan media sosial?

Saya boleh dibilang minus banget dalam hal marketing dan jaringan tapi saya punya hal yang bisa saya manfaatkan. Saya punya banyak waktu. Waktu berlimpah yang saya miliki ini akan saya manfaatkan semaksimal mungkin. (Terus terang, saya sendiri masih merasa kurang maksimal memanfaatkan waktu saya).

Terakhir, promosi membuat penulis terkesan kurang terkenal? Gapapa. Saya MEMANG kurang terkenal. Dan itu sama sekali tidak mengganggu buat saya. Dan itulah POINTnya saya berpromosi: supaya orang kenal saya dan karya saya. Sederhananya, kalau saya sudah terkenal, untuk apa lagi saya memperkenalkan diri?


Nah, kejadian yang saya ceritakan di atas itu terjadinya beberapa tahun lalu, ketika saya mengawali perjalanan saya sebagai penulis. Lalu, sekarang, tepatnya kemarin, saya semacam memetik buah manis dari keyakinan dan ketekunan saya.

Seorang ibu editor menghubungi saya. Beliau ingin bekerja sama untuk beberapa naskah. Salah satu yang jadi pertimbangan beliau adalah giatnya saya berpromosi. Suwer, selagi berpromosi, target saya adalah pembaca. Tidak pernah terpikir oleh saya seorang editor dari penerbit mayor akan melihat dan menilai aktivitas saya itu.

Tentu saja saya senang bukan kepalang. Yang saya tabur ada juga yang tumbuh.

Saya tuliskan ini (mungkin masih terasa sinis dan balas dendamnya ya... hehehe...) untuk teman-teman penulis muda (bukan berarti saya sudah tua ya): banyak sekali opini yang bisa menjatuhkan semangat dan rasa percaya diri kita. Satu-satunya cara adalah: tutup telinga dan jalan terus. Suatu saat, benih yang kita taburkan sambil menangis akan kita tuai dalam perjalan pulang kita. Amin.



***

Pembatuan, 1 Oktober 2016
@agnes_bemoe

Tuesday 27 September 2016

Respon

September 27, 2016 0 Comments
Beberapa hari yll saya mengalami hal yang tak mengenakkan. Saya mengkonfirmasi tentang sejumlah uang yang saya transfer. Tidak banyak sih, tapi karena menyangkut orang lain (yang titip ke saya), saya kawatir kalau transferan itu belum diterima. Saya konfirmasi juga karena beberapa kali nama orang itu belum tercatat sebagai yang sudah lunas. Awalnya saya pikir hanya salah tulis. Karena sudah berulang, saya tanyakan.

Konfirmasi saya di tiga media komunikasi tak berjawab. Akhirnya, dijawab, tapi kurang memuaskan. Karena kurang memuaskan, saya pertanyakan lagi. Jawaban yang saya terima adalah "saya sibuk!" Artinya, sedang tidak bisa diganggu. Okelah. Saya sampaikan saja bukti transfer berikut bukti percakapan bahwa ybs telah mengetahui transfer tersebut.

Terus terang saya terkejut dengan reaksi itu. Begitu sibuknyakah sehingga menjawab dengan lebih ramah pun tak bisa.

Kemudian, setelah melihat saya menampilkan bukti transfer dan percakapan, yang bersangkutan langsung mencek dan menyatakan lunas. Tidak lupa ybs minta maaf. Okelah, ternyata bila sebentar saja diprioritaskan, masalah yang sebenarnya sepele ini bisa selesai.

Tadi pagi, masih dalam rangka kegiatan yang sama, seseorang mentransfer sejumlah uang yang nilainya 10-15 kali lipat daripada saya. Dan luar biasa, dalam waktu singkat transferan ini direspon dengan ramah.

Saya teringat lagi akan apa yang saya alami. Apa karena jumlah uang saya 'recehan' ya, makanya respon 'sibuk' adalah yang terbaik buat saya.

Orang cenderung lebih hormat pada orang lain yang 'ada apanya', Yang punya kedudukan, uang, kepopuleran, atau pengaruh. Sebaliknya, orang meremehkan orang-orang yang tidak punya itu semua, yang 'apa adanya'.

Ketika sedang galau memikirkan ini, saya menemukan quote ini di fb: how other people threat you is their path; how you respond to them is yours.

Kutipan ini telak 'menonjok' saya. Saya tak punya kendali atas perlakuan orang lain ke saya. Yang bisa saya lakukan adalah mengendalikan respon saya. Iman katolik saya menuntun untuk mempersembahkan segala yang tidak enak yang saya alami kepada Salib Kristus. Dan itu yang akan saya lakukan: meninggalkannya pada Yesus dan tidak mengingatnya lagi. Amin.


Pembatuan, 28 September 2016
@agnes_bemoe

Monday 12 September 2016

APA HUBUNGANNYA LAGU DENGAN NOVEL? - Proses Kreatif "Kopral Jono"

September 12, 2016 0 Comments
"Apa sih maksudnya inspirasi dari lagu? Ceritanya diambil dari lagu, gitu?"
Begitu kira-kita inbox dari beberapa teman.

Ya sudah, saya ceritakan saja proses kreatifnya sekaligus ya, daripada saya ulang-ulang. Saya jarang memaparkan proses kreatif karena terus terang sangat sederhana. Mungkin malah terlalu sederhana untuk disebut "proses". Tapi okelah, here we go.

LAGU DAN POTONGAN CERITA
Seperti saya sebutkan, dua novel saya, "Aubrey dan The Three Musketeers" dan "Kopral Jono" berawal dari lagu, yakni "Aubrey" (Bread) dan Kopral Jono (Ismail Marzuki). Kedua lagu itu mengiang-ngiang terus di kuping saya tanpa bisa saya hentikan.

Terpapar terus menerus dengan lagu memunculkan atmosfer tertentu. "Aubrey" menimbulkan suasana mellow, syahdu, dan dalam. Sementara "Kopral Jono" memunculkan perasaan bersemangat, berjuang, dan riang.

Saya ceritakan saja yang "Kopral Jono" ya.

Nah, atmosfer itulah yang memunculkan potongan-potongan cerita di kepala saya. Potongan-potongan itu tidak runtut tetapi jelas sekali.

Di "Kopral Jono" adegan Surya terbelit rumput liar sementara ia dikejar penjahat adalah potongan yang pertama kali muncul. Setelah itu adegan penutup (adegan ini tidak jadi ditulis karena perubahan isi cerita). Lalu ada adegan Surya bertatapan mata dengan seekor anjing liar.

Mereka berlompat-lompatan di kepala saya minta ditulis.

SERBA DI KEPALA
Saya tipe penulis yang tidak menuliskan rancangan/kerangka cerita. Saya tipe yang menumpahkan begitu saja apa yang ada di kepala (lalu nanti dibolak balik lagi). Jadi, saya tidak menuliskan potongan-potongan cerita itu. Saya ingat-ingat saja.

Saya, ketika sedang menulis, seperti yang orang lihat


Saya mulai menulis dari awal, dengan teknik mulai dari titik nol (alur maju). Sama seperti plot, saya juga biasanya tidak menuliskan rencana karakter. Karakterisasi saya pikirkan sambil menulis.

(Sekarang, anda paham kan, kenapa saya tidak pernah menceritakan proses kreatif saya. Proses kreatif saya tidak ada "bukti fisiknya". Semuanya berputar-putar di kepala).


Untuk "Kopral Jono", karakter pertama yang "datang pada saya" adalah Surya. Anak lelaki kelas V SD yang baik, cerdas, dan cacat kakinya. Dalam pikiran saya, bisa tidak ya, seorang yang cacat jadi tokoh cerita detektif/misteri? Tentu bisa. "Mrs. Maple"-nya Agata Christie sudah membuktikan. Namun, ini cerita untuk anak-anak yang saya pikir butuh tantangan fisik lebih banyak.

Saya akhirnya berkeras pada kondisi keterbatasan fisik Surya dan membuatnya jadi tantangan penceritaan buat saya.

Untuk mengimbanginya saya butuh sosok "kuat". The Muscles. Di sinilah saya menemukan jodoh bagi lagu "Kopral Jono". Sosok kuat ini harus bernama "Kopral Jono", batin saya.

Karakter antagonis dan pendukung kemudian muncul begitu saja sambil menulis. Karakter "Pak Imam" sempat berubah-ubah beberapa kali karena saya mengubah jalannya cerita. Dan, boleh percaya boleh tidak, karakter "Gerombolan Si Kucel"adalah karakter yang muncul last minute.

LAST MINUTE
Saya sudah dalam keadaan puas setelah membaca untuk kesekian kali naskah "Kopral Jono" ketika tiba-tiba ada yang menggelitik. "Kalau begini, gimana ya?" Begitu kata saya kepada saya :D Saat itulah "datang" karakter Gerombolan Si Kucel.

Yang juga last minute adalah alur. Sedari awal, saya sudah menetapkan alur maju untuk naskah ini. Persis ketika hendak mengirim, saya mendapat ide untuk mengubah alurnya. Maka, saya bongkar lagi naskahnya. Tidak banyak sih, dan lumayan membuat naskah tambah cakep... (hehehe....)

JADILAH SEBUAH NOVEL
Maka, begitulah "Kopral Jono" diciptakan. Dari lagu ke novel. Yang satu nada, yang lain kata. Mudah-mudahan atmosfernya (perjuangan, semangat, keriangan) tertangkap dan disukai pembacanya ya.

***

Pembatuan, 13 September 2016
@agnes_bemoe

Friday 9 September 2016

KOPRAL JONO

September 09, 2016 0 Comments

Judul: KOPRAL JONO
Bahasa: Bahasa Indonesia 
Penulis: Agnes Bemoe 
Illustrator: Indra Bayu
Editor: Donna Widjajanto
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
Format: ebook
Jumlah halaman: 95 halaman
Ukuran: 
Terbit: Cetakan Pertama 24 Juli 2016
ISBN : 
Harga :Rp. 20.000,-


Blurb:
Seekor anjing dibuang di Kampung Purnama. Tidak diketahui siapa pemiliknya. Surya, yang penyayang anjing, ditugasi memelihara anjing itu. 

Anjing yang kemudian dinamai Kopral Jono itu ternyata berisik sekali. Ia sering menangis, melolong-lolong, dan berteriak. Tidak ingin bermasalah dengan para tetangga, terutama Pak Imam, tetangga sebelah, Surya mulai menyelidiki kenapa anjingnya begitu ribut. 

Penyelidikan itu menggiring Surya ke temuan yang mengerikan: bangkai orangutan. Surya juga mulai menyelidiki orangutan ini. Ternyata yang tertarik pada masalah orangutan ini bukan hanya Surya, tapi juga dua pemuda kucel yang gerak-geriknya mencurigakan. Dari menguping pembicaraan mereka, Surya mengetahui kedua pemuda itu akan melancarkan aksi jahat persis pada tanggal 17 Agustus. 
Surya melaporkan semuanya pada Pak Imam, yang bilang akan minta bantuan polisi. 

Pada tanggal 16 Agustus, Jono kabur dari rumah, menerobos ke rumah tetangga sebelah. Surya mengejarnya. Dan di situlah terbongkar segalanya.

Potongan Cerita: 


Contoh Ilustrasi:



Tonton Sneak Peek-nya di sini: 

Kunjungi dan like fan pagenya di sini:

Baca resensinya di sini:

Komentar Pembaca:


Lain-lain:

Thursday 8 September 2016

KOPRAL JONO: FIRST PAGE

September 08, 2016 2 Comments
WARGA TAK DIUNDANG

Kira-kira sebulan lalu kampungku, Kampung Purnama, dihebohkan dengan kedatangan Jono. Ia terikat di pohon kelapa di ujung kampung. Badannya luka parah. Aku tidak mau menceritakan bagian ini. Terlalu menyedihkan.

Orang sekampung jelas gempar. Entah siapa yang membuang anjing itu di sini. Mengapa mereka tidak membuangnya di daerah perumahan di kota, tempat orang biasanya lebih bisa menerima anjing? 
Awalnya orang kampungku bermaksud membuang Jono ke tempat lain. Beberapa bapak dan pemuda berbadan tegap sudah dikerahkan. Tapi, astaga, Jono melawan. Ia tidak mau didekati. Ia menyambar siapa saja yang berani mendekatinya. Walaupun badannya terluka parah dan sangat lemah, Jono melawan habis-habisan.

Akhirnya, Jono dibiarkan terikat di pohon kelapa itu. 
Jono berjenis pit bull. Kata Ayah, mungkin ia habis digunakan untuk bertarung. Huh, aku tak berani mendengar lebih lanjut kisah Ayah tentang anjing-anjing yang digunakan untuk bertarung. Menurutku, itu perbuatan yang luar biasa jahatnya.

Ngomong-ngomong, aku sendiri penyayang anjing. Beberapa kali aku memelihara anjing. Sayangnya, anjingku yang terakhir mati kira-kira enam bulan yang lalu. Aku sedih sekali. Oh iya, saat memelihara anjing, tentu saja aku tidak diperbolehkan melepaskan anjingku. Orang sekampungku bisa marah besar. Jadi, anjing-anjingku selalu dikurung di halaman. Untuk itu Ayah sengaja membuat pagar tembok keliling rumah. Ini hal yang aneh sebenarnya karena di kampungku tidak ada rumah yang punya pagar.

Nah, kembali ke Jono. Sebenarnya, Ayah tidak keberatan memelihara Jono. Daripada terikat tak menentu di pohon, lebih baik dipelihara di rumah. Mendengar niat Ayah itu, diam-diam aku sudah memanggil anjing itu Jono. Tapi, setelah mendengar sendiri bagaimana garangnya Jono pada orang kampung, Ayah mengurungkan niatnya. Aku kecewa karena Ayah tidak jadi mengadopsi Jono. Namun, aku begidik juga mendengar cerita tentang Jono.

Sementara itu cerita tentang Jono semakin gencar beredar. Katanya, badannya semakin lemah karena luka-luka di sekujur tubuhnya. Orang kampung hanya membiarkan Jono terikat karena terlalu berbahaya untuk mendekatinya. Aku pun tidak bermimpi mendekati Jono. Aku hanya bisa berharap semoga ada orang yang mau menyelamatkan Jono. 



***

Pembatuan, 9 September 2016
@agnes_bemoe

Dapatkan "KOPRAL JONO" sekarang juga di SCOOP
https://www.getscoop.com/id/buku/kopral-jono

Atau:
http://www.gramedia.com/conf-kopral-jono.html

Wednesday 7 September 2016

BEHIND THE SCENE [BTS]: KOPRAL JONO

September 07, 2016 0 Comments



INSPIRASI DARI LAGU
Sepertinya saya harus banyak berterima kasih pada lagu. Kalau lagu "Aubrey" (Bread) dulu menuntun saya membuat novel "Aubrey dan The Three Musketeers" (Penerbit Kiddo, 2013), "Kopral Jono" adalah hasil samberan ilham dari lagu ciptaan Ismail Marzuki berjudul sama. Baca cerita saya menuliskan Aubrey di sini.

Sama seperti Aubrey, cerita datang ketika saya menyenandungkan "Kopral Jono" berulang-ulang (biarpun saya tidak hafal). Semakin saya menyanyi, semakin kuat dorongan cerita untuk ditulis. Saya tulislah potongan-potongan cerita itu. Karena lagu itu jugalah sejak awal saya menetapkan setting waktu sekitar perayaan Hari Kemerdekaan. Itu kejadiannya di tahun 2013.

Lalu, seperti nasib beberapa naskah saya yang lain pada masa itu, naskah ini mandeg karena saya sakit. Oke deh!

BERTEMU "JODOH"
Juni lalu, saya ditawari untuk menulis novel pendek, untuk dibuat e-book. Saya langsung teringat akan "Kopral Jono". Saya bongkar kembali file dan menemukan bahwa naskah ternyata belum selesai alias belum siap kirim... hehehe....

Untunglah, saya masih diberi waktu.

Mungkin karena mood sedang bagus, novel itu selesai dalam waktu 10 hari. Saya sendiri sampai heran pada diri saya. Saya bukan tipe orang yang cukup punya nafas panjang untuk menulis novel (pendek sekalipun). Namun, seolah-olah ringan sekali saya mengetik "Kopral Jono".

Biarpun tokohnya tidak berubah, ceritanya berbeda dari draft yang saya buat tiga tahun lalu. Ya, ada 2-3 bab lama yang saya hapus karena kurang cocok dengan jalan cerita baru yang saya buat.

MENGAPA ANAK CACAT? MENGAPA ANJING?
Ada teman yang menanyakan kenapa novel-novel saya semua tentang anjing? Di "Aubrey dan The Three Musketeers" tokohnya adalah seekor anjing kampung berkaki tiga bernama Three-Pot dan seekor Kintamani super manja bernama Imot. Di "Kopral Jono" tokohnya seekor pitbull.

Khusus untuk "Kopral Jono" sebenarnya saya tidak secara khusus menciptakan tokoh anjing. Tokoh pertama yang muncul adalah Surya, anak kelas V SD yang cacat kakinya. Saya lalu membayangkan figur lain yang kontras dengan figur kecil dan cacat. Alam bawah sadar saya menuntun pada anjing. Tak tanggung-tanggung, saya memilih pitbull, ras yang paling sering disalahmengerti karena sosoknya yang "buas".

Lalu, kenapa harus anak cacat?
Cerita saya cerita detektif. Saya membayangkan, bisa tidak ya, seorang anak yang punya kendala fisik terlibat dalam cerita detektif? Biasanya kan cerita-cerita detektif/misteri penuh dengan kejar-kejaran atau aktivitas fisik yang berat. Maka, sayapun bereksperimen dengan tokoh Surya.

Eksperimen saya tidak hanya pada tokoh tapi juga setting tempat. Saya memilih sebuah kampung di kota Dumai, Riau. Dumai adalah sebuah kota pelabuhan minyak di tepi Selat Malaka. Eksperimen saya memang belum total. Namun dengan ini, saya berharap teman-teman kecil saya mengenal kota-kota di Indonesia dan tidak terpaku pada Jakarta saja.

SEPERTI FAST FOOD
Proses "Kopral Jono" ini cukup cepat, dalam segala hal. Tidak hanya proses penulisannya, keputusan diterima juga cepat. Dan, yang tak kalah cepat juga proses mencari ilustrator dan ilustrasi. Wah, bersyukur banget! Saya rasa, inilah proses buku paling cepat yang pernah saya alami.

Untuk ilustrasi, pilihan saya langsung jatuh pada Indra Bayu yang karya-karyanya saya kenal lewat novel-novel misteri Yovita Siswati di Penerbit Kiddo.

Tanggal 24 Agustus 2016 "Kopral Jono" sudah ada di SCOOP. Betapa senang dan bangganya saya.

Mudah-mudahan "Kopral Jono" dapat diakses oleh lebih banyak lapisan masyarakat dan diterima pembaca.



***

Pembatuan, 8 Desember 2016
@agnes_bemoe

Dapatkan "KOPRAL JONO" sekarang juga di SCOOP
https://www.getscoop.com/id/buku/kopral-jono

Atau:
http://www.gramedia.com/conf-kopral-jono.html

Baca sinopsis "Kopral Jono" di sini.

KOPRAL JONO dicetak ulang. Baca kisahnya di sini.

Tuesday 6 September 2016

BUKU BARUKU: KOPRAL JONO

September 06, 2016 0 Comments
Puji Tuhan, tanggal 24 Agustus 2016 lalu terbit satu lagi bukuku. Kali ini dalam bentuk novel dan ebook. Judulnya: KOPRAL JONO.



Berikut kira-kira gambaran isinya:

Seekor anjing dibuang di Kampung Purnama. Tidak diketahui siapa pemiliknya. Surya, yang penyayang anjing, ditugasi memelihara anjing itu.

Anjing yang kemudian dinamai Kopral Jono itu ternyata berisik sekali. Ia sering menangis, melolong-lolong, dan berteriak. Tidak ingin bermasalah dengan para tetangga, terutama Pak Imam, tetangga sebelah, Surya mulai menyelidiki kenapa anjingnya begitu ribut.

Penyelidikan itu menggiring Surya ke temuan yang mengerikan: bangkai orangutan. Surya juga mulai menyelidiki orangutan ini. Ternyata yang tertarik pada masalah orangutan ini bukan hanya Surya, tapi juga dua pemuda kucel yang gerak-geriknya mencurigakan. Dari menguping pembicaraan mereka, Surya mengetahui kedua pemuda itu akan melancarkan aksi jahat persis pada tanggal 17 Agustus.
Surya melaporkan semuanya pada Pak Imam, yang bilang akan minta bantuan polisi.

Pada tanggal 16 Agustus, Jono kabur dari rumah, menerobos ke rumah tetangga sebelah. Surya mengejarnya. Dan di situlah terbongkar segalanya ***


KOPRAL JONO diterbitkan oleh Gramedia Pustaka Utama, dengan editor Donna Widjajanto, dan diilustrasikan oleh Indra Bayu.

Dapatkan "KOPRAL JONO" sekarang juga di SCOOP
https://www.getscoop.com/id/buku/kopral-jono atau di  http://www.gramedia.com/conf-kopral-jono.html

***

Pembatuan, 7 September 2016
@agnes_bemoe


Sunday 4 September 2016

BOOK THROUGH MY EYES [BTME]: CERITA UNTUK ORANG-ORANG ANTIK

September 04, 2016 0 Comments
Judul: Not Just A Freaky Tale
Penulis: Theresia Ann Vianney
Penerbit: Stiletto Indie Book
Cetakan 1, Juli 2016
ISBN: 978-602-7572-577
Harga: Rp. 55.000,-



Bagaimana kalau dua orang yang sama-sama 'antik' bertemu? Elang, seorang cowok dingin, sedingin hawa kulkas yang dibuka pintunya dan Melody cewek yang paranoid dengan penyakit. Bisakah pribadi-pribadi potensial anti sosial ini dipertemukan?

Nyatanya, mereka mau tak mau harus bersatu dan bekerja sama dalam sebuah persiapan festival band. Pertarungan dua pribadi antik itulah yang kemudian diceritakan di novel setebal 220 halaman ini.

Novel ini segar: ringan, lucu, dan entertaining. Saya suka pada interpretasi penulisnya akan makna "ringan, lucu, dan menghibur". Sering kali saya kecele dengan novel-novel ringan yang ternyata dangkal. Lucu yang slapstic. Atau kekerasan dan drama lebay yang dianggap entertaining. Saya menemukan hal yang berbeda di novel ini. Dialog-dialog yang segar dan cerdas, karakterisasi tokoh yang jauh dari stereotype, penyelesaian konflik yang enak, itu yang saya dapatkan dari novel terbitan Stiletto ini.

Karenanya, saya menyambut baik novel ini (dan betah membacanya sampai tamat). Sudah beberapa lama saya bingung kalau mau membeli novel Indonesia. Pilihannya sedikit sekali. Novel-novel yang ada -bahkan berlabel best seller- ada saja yang sinetron-style atau sesak dengan jualan agama.

Ada beberapa bagian novel ini yang membingungkan buat saya. Mungkin karena permainan perpindahan point of view dari orang pertama ke orang ketiga (dan sebaliknya). Namun, selain hal itu, novel ini sangat memikat.

Akhirnya, yang merasa "freak" dan suka tema-tema YA yang segar, ringan (tapi tidak dangkal) seharusnya mengkoleksi novel ini.

***

Pekanbaru, 5 September 2016
@agnes_bemoe