Follow Us @agnes_bemoe

Monday 3 November 2014

Masih Bolehkah Aku Memanggilmu dengan Kata "Sayang"?



Sayang,
(Masih bolehkah aku memanggilmu dengan kata "sayang"?)

Sungguh, aku tak mengira lelaki sepertimu akan pernah ada. Engkau tidak hanya tampan, tapi juga cerdas, periang, dan lucu. Dan di atas segalanya engkau sangat baik. Engkau mengajariku untuk selalu berpikir positif. Engkau selalu punya cara unik untuk melihat permasalahan dari sudut yang paling baik. Engkau mengajariku untuk tidak buru-buru menghakimi orang. Engkau selalu punya kata-kata paling lembut untuk menguatkanku ataupun meredakan gusarku.

Dapat diduga, sangat mudah bagiku untuk jatuh cinta padamu. 

Lalu, aku mengetahui bahwa engkau sudah tidak sendiri lagi. Ah, aku sungguh kecewa dan ingin segera menarik diri. Namun, tak kusangka akan sesulit itu. Berkali-kali mencoba, selalu berakhir dengan jatuhnya aku kembali ke pelukanmu. 

Pelukanmu. Tempat terhangat yang pernah aku rasakan. Tempat paling indah yang membuatku sejenak lupa bahwa suatu saat aku akan kehilanganmu. 

Berkali-kali aku memikirkan saat ini, saat paling mengerikan ini: saat aku harus mengembalikanmu pada dia yang lebih dahulu memilikimu.

Aku tersentak ketika  saat itu datang juga. Datang bersama rajaman yang membuat ngilu setiap kali aku bernapas. 

Awalnya engkau tak mau lagi menemuiku pada akhir pekan. Waktu biasanya kita menghabiskan malam dalam kehangatan yang paling memabukkan.

Lalu, engkau tak lagi menyapaku lewat surat-suratmu. Surat yang isinya sanggup merontokkan hatiku, membuatku tambah merinduimu. Engkau mulai enggan diajak bicara soal harimu ataupun mendengar apa yang kulakukan seharian.

Aku tahu, hari ini akan datang. Aku tak pernah tahu ternyata sebegini menyakitkan.

Ketika engkau tak lagi membalas surat-suratku dan tak lagi mengangkat teleponku, aku mengerti. 

Biar bagaimanapun juga, aku berterima kasih pernah mengenalmu. Engkau adalah pria termanis yang pernah kutahu. Bila harus mengulang kembali semuanya, aku tidak akan mengubah sedikitpun apa yang sudah kulakukan bersamamu. Sedetikpun tak kusesali pertemuan denganmu. 

Bersama surat ini kukirimkan buku ini. Ingat pembicaraan kita tentang kesukaanmu akan sejarah? Aku ingat engkau sangat ingin memiliki buku ini. Setelah menabung beberapa saat akhirnya terbeli juga olehku.  Kuharap engkau senang. 

Sungguh, aku ingin menukar nyawaku dengan kesempatan untuk melihat sendiri binar matamu saat memegang buku ini. Tolong simpan, demi secuil masa lalu yang pernah kita lalui bersama. 

Kutitipkan rinduku, sayangku, doaku di setiap lembaran yang kaubuka dan kaubaca. Kuharap jemarimu merasakan uluran tanganku, mencoba menggapaimu lewat buku kesukaanmu ini.

"Cintaku tak pernah mati, sayang, ia berubah jadi puisi." Itu yang pernah kau katakan padaku. Sayang, bila aku bisa menulis puisi sepertimu, engkau adalah puisi terindah yang pernah kutulis. Dan puisi itu, tak akan pernah selesai....

Salamku,
Riri


Tanganku bergetar hebat. Pasti bukan hanya karena Parkinson yang kuderita. Tigapuluh tahun aku tak pernah punya keberanian untuk membuka paket ini. Aku terlalu pengecut untuk menghadapi kerumitan yang ada di depanku. Keberanian kudapatkan setelah istriku meninggal sebulan yang lalu.

Kembali tanganku bergetar hebat. Kucoba membuka buku itu. "Untuk Fito", hanya itu tulisan di lembar pertamanya. Tulisan yang sangat rapi dan halus. Dengan tangan yang makin bergetar kucoba mengusap tulisan itu selembut mungkin. 

"Tell me, tell me that your sweet love hasn't died,
 Give me, give me one more chance
To keep you satisfied, satisfied..."
Suara Michael Bublé dari CD-Player menelusup pelan.

Di luar, hujan bulan November berjatuhan menerpa kaca jendela. 

Derunya membawa sebentuk puisi paling indah yang pernah kutulis, keluar dari relung hatiku yang paling dalam.

***

Pembatuan, 3 November 2014
@agnes_bemoe

Cat: Lagu dicuplik dari lagu "You Were Always on My Mind", dipopulerkan pertama kali oleh Elvis Presley.





No comments:

Post a Comment