Follow Us @agnes_bemoe

Thursday 22 August 2013

MENGENANG BAPAK


Hari ini, 26 tahun yang lalu, Bapak meninggal.
Bapak, selalu dan always, tergambar sebagai orang yang kaku dan keras buatku. Padahal, kalau aku gali lagi kenangan-kenangan masa kecil, Bapak tidak selalu seperti itu.

 
Bapak, bir Bintang, dan rokok Gudang Garam

PIANO KECIL
Ini mungkin yang pertama bisa kuingat. Aku tidak tahu berapa umurku. Yang jelas, belum sekolah karena kami masih tinggal di Surabaya. Hari itu aku ulang tahun. Bapak tidak ada. Sepertinya ada tugas ke luar kota.
 

Malam hari baru Bapak datang. Bapak tidak lupa bahwa aku ulang tahun. Beliau bawa sebuah piano mainan, piano kecil sebesar sebuah keyboard. Jaman itu, yang seperti itu adalah yang paling super duper kerennya! Aku ingat, kakak-kakakku iri berat.

RECEHAN DARI KALIMANTAN
Waktu aku SMP Bapak ditugaskan di Samarinda. Kami tidak ikut. Jadi, aku di Pasuruan, Jawa Timur, Bapak di Samarinda. Bapak jarang pulang. Suatu kali, Bapak pulang. Bapak bawa oleh-oleh yang aneh bin ajaib.
 

Kumpulan recehan disimpan di kaleng biskuit!
 

Recehan ini rupanya berasal dari kembalian Bapak kalau beli rokok. Jadi begini, harga rokok waktu itu tidak pas, selalu ada kembalian Rp. 50,-. Nah, setiap kali mendapat kembalian, Bapak menyimpan kembalian itu. Tidak disangka, setelah sekian lama (setahun lebih kalau aku tidak salah) recehannya terkumpul sampai sekaleng penuh biskuit Nissin!
 

Aku merasa, Bapak pasti teringat anak-anaknya biarpun sejauh apa pun beliau ditugaskan.

WAKTU AKU MERAJUK
Ini ceritanya aku SMP. Pas dapat tugas jadi pasukan Paskibra untuk Kabupaten Sumba Barat. Salah satu kewajibannya adalah punya seragam putih-putih, sepatu hitam, kaus kaki putih, dasi hitam, kaus tangan, dll.
 

Apa daya, pas aku lagi sibuk dengan kebutuhanku, pas juga ibuku sibuk dengan Dharma Wanitanya. Beliau tidak sempat mengurusi keperluanku. Maka, merajuklah diriku.
 

Aku berkurung di kamar, marah, menangis, menyesali nasib dengan lebaynya… hehehe…
Sampai malam, akhirnya aku tertidur sendiri.
 

Lalu, aku tidak tahu sudah jam berapa, Bapak masuk ke kamar. Beliau tanya apa saja yang jadi kebutuhanku. Aku bilang blah blah blah… (tentu saja sambil cemberut). Lalu, aku tidur lagi.
 

Besok paginya, aku kaget setengah mati. Di atas meja belajarku sudah ada seragam, kaus kaki, sepatu, dasi, dll. Hah? Berarti Bapak mencari semuanya itu malam-malam? Ya, ampuun!
 

Sampai sekarang, dasi yang dibelikan Bapak masih aku simpan lho! 


LIMA SEKAWAN
Aku dan Bapak dalam perjalanan dari Waikabubak, Sumba Barat ke Malang. Kami berhenti sebentar di Denpasar. Saat itu aku barusan lulus SMP dan mau lanjut SMA di Malang.
 

Di Denpasar kami jalan-jalan ke toko (yang mana, BUKAN kebiasaan Bapak. Bapak tidak suka jalan-jalan). Bapak bilang, cari kebutuhan untuk di Malang (maksudnya pakaian, dll). Oke, aku cari dan dapat. Ternyata Bapak menawarkan lagi: cari buku yang aku suka. (Wow, kejutan! Tumben martumben.)
 

Aku langsung memilih 1 set Lima Sekawan. Ya bener, tidak salah baca: 1 set (sekitar 15 buku kalau aku tidak salah). Pikirku, kalau tidak dikabulkan, ya sudah.
 

Ternyata, Bapak cuma melihat lalu membayar, tanpa komentar, yang mana amat sangat ajaib. Baru sekali itu aku ditraktir Bapak besar-besaran gitu… hehehe…

PENGUMUMAN KE ORANG SEKAMPUNG
Seperti aku bilang, Bapak bukan orang yang ekspresif.
Nah, kali ini ceritanya kami di kampung halaman Bapak di Maget Baomekot di Maumere, Flores. Aku baru saja naik dari kelas 1 SMA ke kelas 2.
 

Di suatu malam, ada pertemuan dengan keluarga di kampung. Tahu tidak apa yang Bapak lakukan? Bapak membawa, memegang, dan menunjukkan raporku ke keluarga di kampung! Sambil beliau bilang, betapa bangganya beliau padaku karena bisa meraih ranking di SMA. Beliau bilang aku dari SMP kampung (maaf ya, SMP Katolik Waikabubak…) tapi bisa mendapat ranking di SMA favorit di Malang.
 

Bapak begitu berapi-api. Hwadoh, di satu sisi aku malu, di sisi yang lain aku bangga bukan kepalang!

BERUSAHA BANGUN
Bapak sudah sakit keras. Kena kanker usus besar stadium akhir.
Aku sendiri sibuk untuk keberangkatanku dari Malang ke Yogyakarta karena aku diterima di IKIP Yogyakarta melalui jalur PMDK.
 

Aku mengurus keberangkatanku sendiri. Mulai dari mendaftar ulang, mencari tempat kos di Yogya, membayar ini itu, semua aku urus sendiri. Bapak, yang biasanya mengurusi kami, sedang sakit berat. Jangankan berjalan, beranjak dari tempat tidur pun sudah tidak bisa.
 

Pagi itu, aku mau berangkat. Travel sudah datang menjemput. Aku langsung ke kamar untuk berpamitan pada Bapak.
Dan, apa yang aku lihat: Bapak duduk bersandar di tempat tidurnya!
 

Ya, mungkin gerakan bersandar itu biasa saja buat yang sehat. Tapi buat Bapak yang sudah hampir bulanan “lumpuh” itu sangat tidak masuk akal!
 

Sampai sekarang, aku belum bisa membayangkan bagaimana Bapak menarik tubuhnya supaya bisa duduk untuk mengantarkan kepergianku. 



 

AKU DI JOURNAL BAPAK
Banyak sekali kenangan akan Bapak. Aku rasa tidak cukup sehari, atau selembar dua lembar untuk menuliskannya.
Yang satu ini adalah favoritku.
 

Aku membongkar-bongkar barang-barang Bapak ketika kutemukan agenda Bapak. Isinya semacam journal: kegiatan kerja sehari-hari. Oh, ya, agenda itu adalah agenda tahun 1968, tahun kelahiranku. Penasaran, aku menuju ke bulan Juni.
 

Di tanggal 15, hari Sabtu Wage, Bapak menulis (dengan tulisan kunonya yang khas): Du’a lahir.

***

Terima kasih, Tuhan, sudah memberiku Bapak yang luar biasa: kesannya saja tegas, kaku, diam, padahal penuh letupan cinta. Tuhan, izinkan Bapakku beristirahat dalam damai. Percayalah, Bapak sudah melakukan tugasnya dengan sangat baik. I love you, Bapak.


***

Mengenangmu dengan cinta:
Du'a

Pekanbaru, 23 Agustus 2013

No comments:

Post a Comment