Monster Mimpi menyerang kota Orey-Stroberey!
Ia mencuri mimpi anak-anak kecil.
Anak-anak kecil sekarang tidak lagi
bermimpi. Akibatnya, pagi hari di kota Orey-Stroberey jadi sunyi. Anak-anak
tidak lagi saling menceritakan mimpi mereka. Biasanya, begitu bangun pagi
terdengar riuh suara anak-anak kecil yang berebutan menceritakan tentang mimpi
mereka semalam.
“Mama, aku mimpi bertemu dengan
Robot Kluxendox dari Planet Zoar.”
“Aku bermimpi pergi ke Afrika,
bertemu dengan gajah dan cheetah…”
“Hii…! Aku mimpi dikejar-kejar
sepasukan kucing raksasa!”
Setelah bangun dari tidur mereka
langsung mandi, sarapan, pergi ke sekolah.
Siang hari di kota Orey-Stroberey
juga menjadi sunyi. Anak-anak tidak lagi saling menceritakan mimpi mereka pada
teman-temannya. Pekerjaan mereka hanyalah menulis, berhitung, membaca. Pada jam
istirahat mereka hanya saling menatap satu sama lain. Mereka duduk dengan
tertib, tidak ada pembicaraan satu sama lain. Sekolah menjadi begitu sunyi.
Sepulang sekolah mereka juga hanya
duduk menghadap ke layar televisi. Mereka duduk diam di situ tanpa berkata
apa-apa.
Semua orang senang akan keadaan
ini. Tidak ada lagi anak-anak yang ribut. Semua orang? Tidak! Ada satu orang
yang tidak senang. Dia adalah Kakek Dominggo.
Kakek Dominggo pergi menemui
Monster Mimpi. Beliau meminta supaya mengembalikan mimpi anak-anak di kota Orey-Stroberey.
“Tidak bisa! Kecuali…”
“Kecuali apa, hai Monster Mimpi?”
“Kecuali aku dibuatkan brownies
yang enak setiap pagi! Aku suka brownies!” Monster Mimpi tertawa-tawa.
“Monster, aku, aku tidak bisa
membuat kue…”
“Ya, kalau begitu, aku tetap akan
menyimpan mimpi anak-anak!”
Dengan lemas Kakek Dominggo pulang.
Namun demikian, ia bertekad membuat kue brownies untuk diberikan pada Monster
Mimpi. Kakek Dominggo mengambil buku resep Nenek Dominggo, lalu berusaha
membuat kue. Sekuat tenaga Kakek Dominggo berusaha membuat kue brownies yang
lezat. Apa daya, jangankan lezat, jadi pun tidak. Kasihan Kakek Dominggo. Ia
kelihatan kuyu dan sangat sedih.
Hal ini dilihat oleh Nenek Dominggo.
Setelah mengetahui bahwa Kakek Dominggo membuatkan brownies untuk Monster
Mimpi, Nenek Dominggo pun turun tangan. Nenek membuat kue brownies yang lezat!
Hore!
Langsung saja Kakek Dominggo
membawa kue brownies itu pada Monster Mimpi.
“Lho! Kok cuma sepuluh? Aku mau
SERATUS!” Monster Mimpi cemberut.
Terpaksalah Kakek Dominggo kembali
ke rumah dengan tangan hampa. Sampai di rumah mereka berdua terburu-buru
membuat seratus kue brownies. Saking sibuknya, mereka sampai tidak menyadari
ada tamu di rumah mereka.
“Kakek, Nenek, ini kan waktunya
Kakek dan Nenek membacakan cerita!” Anak-anak kecil itu berseru.
“Kali ini aku tidak bisa,
anak-anak.” Kakek Dominggo melap peluh di keningnya. Beliau lalu menceritakan
perjanjiannya dengan Monster Mimpi.
“Kakek, kami ingin sekali membantu,
tapi bagaimana?” seru Suli.
“Kakek, mari kita perangi Monster
Mimpi!” teriak Obbie.
“Kakek, biar aku yang mengaduk
adonannya!” jerit Lucy.
Semua berebut ingin membantu.
Mereka memang sangat menyayangi Kakek Dominggo. Kakek Dominggo suka menceritakan
dongeng yang seru buat mereka.
“Aku tahu, teman-teman!” Lipo
berseru. “Kita tidak bisa berperang, kita juga masih terlalu kecil untuk
mengaduk adonan ini. Tapi…”
Teman-temannya mencondongkan kepala
mereka, menunggu perkataan Lipo.
“Kita bisa bernyanyi bersama-sama
untuk menghibur Kakek Dominggo!”
Maka, mereka pun mulai menyanyi
dengan penuh semangat. Mereka menyanyikan lagu “Kelinciku”, “Balonku”, dll.
Jauh di atas gunung Monster Mimpi
terbangun dari tidur nyenyaknya.
“Hoaah!! Suara apa itu!” Monster
Mimpi mengaum. Dengan mata besarnya ia melihat sekumpulan anak-anak kecil
bernyanyi di sekeliling Kakek Dominggo.
“GRMHLKZSHG!! Anak-anak! Lagi-lagi
anak-anak! Huh! Mendengar mereka menceritakan mimpi mereka saja sudah membuat
aku sakit kepala! Sekarang, aku malah mendengar mereka bernyanyi!
Rrhoooaarrrhhh!!” Kembali Monster Mimpi mengaum dengan marahnya.
Ia lalu melesat menemui Kakek Dominggo.
“Hai Pak Monster, kue browniesmu
hampir selesai….” Kakek Dominggo terengah-engah. Membuat seratus biji kue
brownies merupakan pekerjaan yang berat untuk beliau.
“Aah! Diamlah! Lupakan kue
brownies! Tapi, suruh anak-anak ini DIAM!” Monster Mimpi menutup kupingnya yang
kesakitan mendengar suara nyanyian anak-anak.
“Kami tidak akan diam selama engkau
masih saja mengganggu kakek kami!” teriak Lipo dengan berani.
Monster Mimpi terkejut melihat anak
kecil yang pemberani itu. Wajahnya berubah menjadi merah kehijauan, ungu,
oranye, biru, merah lagi, lalu kuning.
“Kau! Kau bera…” Monster Mimpi
hendak mencengkeram Lipo.
“Melompat-lompat jalan kelinciku!!!” Serentak anak-anak kembali
bernyanyi.
“Aduh! Aduuhh! Sakit telingaku.
Tolooong!”
“Nah, Pak Monster,bertindaklah
bijaksana. Jangan pernah melawan anak-anak kecil ini. Ayo, kembalikan mimpi
mereka sekarang juga! Kalau tidak…” Kakek Dominggo berseru.
“Ba… Baikah! Akan aku kembalikan
mimpi anak-anak… separuhnya….”
“Telinganya
bergerak selalu!!!”
“Aw! Aw! Aw! Akan kukembalikan
mimpi anak-anak seluruhnya! Dan aku tidak akan pernah lagi mengganggu mereka!
Tolooong!”
Anak-anak bersorak gembira. Mereka
saling berangkulan. Tidak lupa, mereka melompat ke pelukan Kakek Dominggo.
Pekanbaru, 6 Februari 2016
@agnes_bemoe
---
Apa yang salah dengan bermimpi dan berimajinasi? Setiap anak normal memiliki imajinasi yang luar biasa "liar". Lalu, mengapa imajinasi itu pelan-pelan digerus? Diganti dengan informasi dan kuliah moral atau religi? Kenapa tidak dibiarkan tumbuh bersama-sama? Tidak bisakah keduanya tumbuh bersamaan?
"Imajinasi penting bagi anak-anak," kata aktris Julie Andrews dalam "Tooth Fairy", film yang mengkritik sikap meremehkan orang dewasa terhadap imajinasi anak-anak.
Cerita ini saya buat beberapa tahun yang lalu, waktu saya mulai tercenung melihat beberapa buku anak-anak Indonesia. Ditulis dengan judul-judul yang denotatif, dengan isi yang super realis sarat dengan ajaran agama, pesan moral, atau informasi ilmu pengetahuan. Seakan belum puas, pesan-pesan itu bahkan ditulis ulang di bagian akhir cerita.
Apakah anak-anak Indonesia memang "selemah" itu? Tidak mampu menangkap moral cerita bila judul dan isi ceritanya konotatif? Tidak mampu mengenali makna cerita kecuali disuapi?
Terima kasih untuk cerita asyik ini.
ReplyDelete